
Bagaimana Anda mengambil pelajaran dalam hidup Anda…?!
Setiap orang mengambil pelajaran dari hidup masing-masing sesuai dengan cara pandang dan kapasitas masing-masing. Meski mengalami kejadian dan peristiwa dalam hidup yang sama tapi tiap orang mengambil pelajaran atau hikmah yang berbeda dengan yang lain. Saya ingin bercerita tentang seseorang yang pernah ikut dengan saya mengelola bimbingan belajar di Surabaya pada tahun 1985. Pada tahun itu saya bersama dua orang teman mendirikan Bimbingan Belajar Airlangga Student Group (ASG) di Surabaya. Saya baru lulus dari IKIP Surabaya. Dua orang teman saya bahkan belum lulus dari kampus masing-masing.
Bimbingan belajar kami itu cukup sukses dan sempat membuka cabang di beberapa kota. Untuk tenaga pengajar kami merekrut mahasiswa dan dosen dari berbagai jurusan, khususnya dari Unair, ITS, dan IKIP Surabaya. Dosen dan mahasiswa honornya sama. Tentu saja banyak mahasiswa yang ingin ikut mengajar karena dapat honor. Siapa yang gak pingin dapat penghasilan sendiri di zaman kuliah di tahun-tahun sengsara zaman itu. Ada beberapa mahasiswa ITS, Unair, dan IKIP Surabaya yang benar-benar setiap hari datang dan ngumpul di lokasi bimjar kami itu. Kami merasa seperti saudara saja laiknya yang mangan, turu, ngajar, main bilyard bareng.
Tapi ada satu mahasiswa Hukum Unair yang istimewa. Dia tidak puas hanya jadi tentor alias pengajar. Dia pingin mendirikan bimjar juga. Dia ingin menjadi seorang entrepreneur dengan memulai usaha sendiri. Dia melihat bahwa mendirikan bimjar itu tidak rumit-rumit amat. Masih lebih sulit menyelesaikan kuliahnya di Fak. Hukum. Dia lalu minta ijin saya untuk bikin bimjar sendiri di Malang dan pakai nama Brawijaya Student Group (BSG). Nanti buku-buku dan segala administrasinya tinggal ngopi dari ASG. Dan berangkatlah dia ke Malang bersama seorang teman setianya (sudah almarhum dan anak terakhirnya barusan menikah) berusaha mendirikan bimjar sendiri tanpa punya modal. Lha wong dia cuma mahasiswa klas kere juga. Untuk kelasnya dia merayu seorang kepala sekolah yang ruang kelasnya kosong di waktu sore. Jadi dia pakai ruang kelas sekolah yang tentu saja sudah lengkap fasilitasnya. Dia hanya bondo abab. Bahkan dia bisa merekrut dosen-dosen Brawijaya untuk ikut dia mendirikan bimjar tersebut. Jadi ini mahasiswa yang merekrut dosen. Ciamiklah pokoknya. Tapi sayangnya bimjar BSG ini tidak bisa sesukses ASG, mentornya. Tentu saja mendirikan lembaga itu tidak semudah bikin ote-ote, Ferguso. Bimbingan belajarnya sih berdiri juga dan punya murid tapi tidak banyak.
Tapi tentor mahasiswa ini tidak menyerah. Merasa tidak seberapa berhasil di Malang dia lalu loncat ke Makassar. Mengapa Makassar? Karena dia punya banyak family di sana jadi dia bisa numpang hidup pada keluarganya di sana. Apakah dia sudah punya modal untuk mendirikan bimjar di Makassar? Ya gak punya. Dia hanya punya semangat dan keyakinan bahwa kali ini dia akan sukses. Apakah kali ini dia lebih sukses ketimbang di Malang? Boro-boro sukses… Hidupnya malah terlunta-lunta di Makassar. Gimana mau buka Bimjar di Makassar lha wong mereka belum paham apa perlunya bimjar. Siswa Makassar belum kompetitif seperti di Jawa. Jadi belum ada kebutuhan untuk ikut les atau ikut bimjar. Saking frustrasinya akhirnya partnernya minggat dari Makassar dan pulang ke Surabaya. Karena tinggal sendirian dan tidak melihat ada cahaya di ujung lorong akhirnya dia balik juga dan semua yang telah dia rintis ditinggalkannya begitu saja.
Balik ke ASG dia punya ide untuk bikin semacam lembaga bantuan hukum. Dia melihat peluang karena itulah dunianya di kampus Unair. Dia akhirnya merayu beberapa dosennya di Unair untuk terlibat dan berhasil mengajak dosen-dosennya yang sudah Doktor untuk terlibat dan paling tidak bersedia namanya dicantumkan di brosur lembaganya itu. Bondonya ya abab dan kemampuan untuk meyakinkan orang.
Tahun 1990 saya hengkang dari Surabaya ke Bontang. Saya tidak tahu bagaimana usreknya si mahasiswa ini dengan lembaganya. Tapi tampaknya juga tidak sukses lha wong dia masih mahasiswa sehingga jelas tidak punya kualifikasi untuk bermain di lembaga hukum yang masih mensyaratkan gelar itu. Apalagi mau sok-sokan jadi bosnya dosennya yang sudah doktor.
Karena sadar bahwa dia tidak mungkin sukses kalau statusnya mahasiswa terus akhirnya dia berupaya untuk bisa lulus padahal sudah hampir di DO dari kampusnya. Mosok kuliah sama adik kelas terus. Akhirnya dia lulus dari Fak. Hukum, dapat gelar SH dan sekaligus dapat istri teman sekelasnya. Belum punya kerjaan, apalagi penghasilan tetap, tapi sudah berani rabi dan mengajak istrinya untuk merantau ke Kalimantan. Pokoke wani tok…!
Di Balikpapan mereka ikut tinggal di rumah buliknya yang dosen UNMUL dan suaminya yang notaris beken di sana. Dengan modal gelar SH lulusan Unair dia dengan mudah diterima di Harian Manuntung (yang akhirnya menjadi Kaltim Pos) anak usaha Jawa Pos.
Meski sudah jadi wartawan tapi angan-angannya untuk punya lembaga pendidikan sendiri tidak padam. Ia lalu menghubungi saya di Bontang dan mengajak untuk menjadi partner membuka lembaga kursus dan bimbingan belajar. Saya sendiri mulai bosan di Bontang dengan pekerjaan yang so boring dan setuju untuk ikut mendirikan lembaga pendidikan di Balikpapan. Selama dua tahun saya wira-wiri Bontang – Balikpapan untuk membantunya mendirikan kursus dan sekolah di Balikpapansejak 1993. Setiap Jum’at sore saya berangkat ke Balikpapan dengan perjalanan darat selama 5 jam dari Bontang dan balik ke Bontang pada Minggu sore. Sedikit demi sedikit lembaga pendidikan yang kami dirikan dengan akte Yayasan Airlangga Balikpapan ini semakin berkembang. Kami mulai dengan membuka Bimbingan Belajar, Kursus Komputer, Akuntansi Jurnalistik dan Kursus Perpajakan Pra Brevet A. Partner saya ini akhirnya memutuskan keluar dari Manuntung dan fokus membesarkan lembaganya. Saya sendiri akhirnya mengikuti jejaknya dengan keluar dari PT Badak NGL Co dan mulai lagi ngopeni lembaga pendidikan sendiri dengan bendera Yayasan Airlangga Balikpapan. Saya sempat menjadi pimpinan di STIKOM Balikpapan, sekolah tinggi komputer pertama di Kaltim. Setelah itu saya minta pensiun mau menikmati hidup bersama istri saya yang cantik. Partner saya itu yang akhirnya berjibaku gulung koming sampai akhirnya STIKOM Balikpapan, ASMI, dan SPB dileburnya menjadi Universitas Mulia Balikpapan.
Sekarang partner saya itu sudah jadi Doktor dan namanya sudah menjadi DR. Agung Sakti Pribadi SH, MH. Dia sekarang menjadi Rektor Universitas Mulia Balikpapan yang ia dirikan dengan susah payah from a scratch. Selain menjadi Rektor di Universitas Mulia, dia juga pemilik beberapa sekolah di bawah Yayasan Airlangga di Balikpapan dan Samarinda seperti : SMK Airlangga Balikpapan, SMK Kesehatan Airlangga Balikpapan, SMP Plus Airlangga, SMKTI Samarinda, dll. https://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan_Airlangga Dia juga membuka kantor pengacara dengan mengajak teman-temannya dulu di Fak. Hukum Unair. Pokoknya sudah sukses deh…!
Setiap kali saya mengingat betapa gigihnya mantan anak buah yang akhirnya jadi partner saya ini berupaya untuk mendirikan lembaga sendiri saya selalu merasa salut dan kagum. Bondonya adalah tekad untuk berhasil dengan tidak pernah menyerah. Tidak berhasil sekarang, ya besok. Tidak berhasil besok, ya lusa. Tidak berhasil lusa, ya masih banyak hari-hari berikutnya yang bisa kita harapkan akan memberikan hasil seperti yang kita inginkan. Pokoknya jangan menyerah aja.
Surabaya, 15 November 2021
Satria Dharma
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com/