DAY 2 (19 April 2024)
Pagi sekali kami sudah jalan sendiri ke The Golden Temple karena tadi malam kami sudah terlalu capek untuk ke mana-mana. Kami naik rickshaw berempat dengan biaya 300 rupee pp. Sungguh rugi kalau sudah sampai Amritsar tidak menyempatkan diri untuk datang ke Kuil Sucinya kaum Sikh yang sangat terkenal ini.
The Golden Temple atau Harmandir Sahib adalah kuil suci umat Sikh dibangun pada abad ke-16 oleh Guru Arjan Dev, pendiri agama Sikh, sebagai tempat ibadah umat Sikh. Kuil ini didirikan di tengah-tengah kolam suci bernama Amrit Sarovar. Bangunan aslinya hanya terdiri dari beberapa bangunan kecil, namun kemudian diperluas menjadi bangunan besar dan megah yang terbuat dari marmer dan emas pada abad ke-19.
The Golden Temple menjadi atraksi wisata utama di Amritsar, India. Pengunjung bisa menikmati keindahan arsitektur megah kuil ini yang dibangun dengan menggunakan marmer dan emas. Di dalam kuil, pengunjung dapat menyaksikan karya seni yang luar biasa seperti kaligrafi, pahatan, dan lukisan. Sayangnya kami tidak sempat masuk karena keterbatasan waktu. Selain itu, pengunjung juga bisa menyaksikan upacara Sikh yang dilakukan di dalam kuil, seperti upacara amrit sanchar dan kirtan. Kami hanya melihat dari jauh para jamaah Sikh antri panjang untuk masuk beribadah di dalam kuil indah tersebut.
Kuil emas, Harmandir Sahib, dikelilingi oleh kuil-kuil lain yang berwarna putih susu dan tembaga. Dibangun pada tahun 1577, kubah candi dilapisi dengan emas murni seberat 750 kg. Didirikan oleh Guru Sikh Guru Ram das Keempat. Kuil ini direnovasi dari marmer dan tembaga pada tahun 1809, dan pada tahun 1830 Ranjit Singh menyumbangkan emas untuk melapisi tempat suci dengan daun emas.
Dari Amritsar, India, kami akan ke Lahore, Pakistan. Menginap semalam lalu lanjut ke Islamabad yang berjarak 390 km atau perjalanan sekitar 5 jam. Kalau dari Amritsar ke Islamabad sekitar 285 km.
Setelah sarapan kami berangkat ke perbatasan untuk menyeberang ke Pakistan via Wahga Border yang terkenal dengan tradisi penurunan benderanya yang telah menjadi atraksi menarik bagi turis. Sayang sekali kami tidak mendapat kesempatan untuk melihat upacara yang menarik ini.
Ternyata perbatasan baru dibuka jam 10 dan kami harus menunggu sekitar setengah jam. Begitu masuk perbatasan kami harus melalui proses imigrasi yang sangat bertele-tele dan melelahkan. Ada sekitar 6 kali pemeriksaan di bagian India saja di mana kami harus menyeret-nyeret koper yang cukup jauh. Pemeriksaannya lama karena mereka masih manual dan dicatat satu persatu di buku tulis. Begitu juga ketika masuk ke bagian Pakistan. Visa kami difoto kopi dulu dan ternyata kertasnya habis jadi dikopi di balik visa masing-masing. Butuh sekitar 4 jam untuk proses ini saja karena petugasnya cuma satu ndil. Begitu keluar kami harus menunggu jemputan bis kami dari operator tour Pakistan yang ternyata semacam L-300 muat 20-an orang saja. Bagasi kami terpaksa diletakkan di atas bis.
Kami makan siang pas jum’atan di Resto Havely dekat Masjid Badshahi Lahore. Tapi kami tidak masuk ke masjid besar dan ikonik ini karena tidak masuk dalam daftar kunjungan kami. Jadi kami hanya melihatnya dari lantai 4 resto Havely di daerah Hazuri Bagh di mana kami makan siang.
Masjid Badshahi Lahore, Punjab ini dibangun atas perintah Kaisar Mughal keenam Aurangzeb. Dibangun antara tahun 1671 dan 1673, ini adalah masjid terbesar di dunia setelah dibangun. Ini adalah masjid terbesar kedua di Pakistan dan masjid terbesar kelima di dunia saat ini. Kalau Istiqlal terbesar nomor berapa hayo…?! 😁
Masjid ini adalah landmark paling ikonik dan terkenal di Lahore serta daya tarik wisata utama. Denah arsitektur masjid Aurangzeb mirip dengan denah ayahnya, Shah Jehan, Masjid Jama di Delhi; meskipun ukurannya jauh lebih besar. Halaman yang luasnya mencapai 276.000 kaki persegi ini mampu menampung seratus ribu jamaah; sepuluh ribu dapat ditampung di dalam masjid. Menaranya setinggi 196 kaki (60 m). Masjid ini adalah salah satu bangunan Mughal yang paling terkenal, namun mengalami kerusakan parah di bawah pemerintahan Maharaja Ranjit Singh. Pada tahun 1993, Pemerintah Pakistan memasukkan Masjid Badshahi ke dalam daftar tentatif Situs Warisan Dunia UNESCO.
Sambil menunggu bis untuk menjemput kami setelah makan siang, kami rupanya menarik perhatian warga lokal dan banyak yang ingin berfoto dengan kami. Tampaknya tidak banyak turis asing yang datang sehingga kehadiran kami cukup menarik perhatian. Mereka bahkan mengajak berfoto. Ada satu keluarga dengan enam orang anak yang mengajak ngobrol dan minta berfoto. I feel like a celebrity. 😁
Kami sampai di hotel kami di Islamabad cukup larut sekitar jam 12:30 padahal kami harus checkout pagi jam 05:00 pagi untuk menuju Chillas. Kami memang harus berangkat pagi karena panjangnya perjalanan darat yang akan kami lalui. Untungnya kamar hotelnya besar, modern dan kasurnya nyaman. Setelah salat Maghrib dan Isya jamak saya langsung tidur. Sebelum Subuh kami harus sudah siap-siap mandi dan berkemas untuk turun ke bis memulai perjalanan berikutnya. Tidak ada waktu untuk ngopi-ngopi dulu.
DAY 3 (20 April 2024)
Meski kami sudah turun sejak jam 05:00 pagi tapi persiapan menata koper di atas bis (semacam L 300) cukup memakan waktu karena selalu ada peserta yang terlambat turun. Pukul 06: 30 kami baru berangkat.
Tujuan kami pagi ini adalah menuju Chillas melalui Hazara motorway dan berhenti di Besham City untuk sarapan. Sebelum berangkat kami ambil uang di ATM dulu, pinjam dari ATM-nya Mbak Hari. Soalnya ATM BCA saya tidak bisa dipakai tarik tunai. Mungkin karena kerjasamanya dengan MasterCard dan bukan dengan Visa. Kami memang tidak bawa USD untuk ditukarkan karena lebih praktis tarik tunai via ATM. Rate untuk 20.000 rupee Pakistan adalah Rp. 1.200.000,- atau sekitar Rp. 60,-/1 rupee Pakistan.
Rencana sarapan pagi di Besham jam 09:00 ternyata molor dan kami baru sampai di restonya jam 10:30. Nama hotelnya Hilton tapi tampaknya tidak berafiliasi dengan hotel Hilton internasional. Persediaan makannya terbatas dan itu pun kami berebut dengan rombongan lain. Suplai makanan dipasok sedikit demi sedikit dari dapur. Tapi akhirnya kami dapat makan juga seadanya.
Ada insiden lain ketika salah seorang peserta kehilangan HP-nya dan terpaksa harus memeriksa CCTV yang ada. Ternyata HP-nya tidak hilang melainkan terjatuh di kursinya di bus. Alhamdulillah…! Pukul 12:30 kami berangkat lagi menuju Chillas.
Kami berhenti sebentar untuk ngopi dan snack di Sumer Nala. Tapi karena tempatnya kecil dan ternyata banyak turis lain yang sudah lebih dahulu maka kami tidak jadi ngopi dan refreshment dan sekedar berfoto-foto saja di sekitar.
Perjalanan menyenangkan sekaligus menegangkan karena melewati jalan pegunungan yang tinggi, terjal, dan sempit berpapasan dengan truk-truk besar. Satu hal yang menjengkelkan dalam perjalanan ini adalah banyaknya check point tentara/polisi di mana bus kami harus berhenti dan menyerahkan kopi daftar nama penumpang. Tentu saja sambil memberikan tips untuk petugas. Sungguh khas negara dunia ketiga. Kadang pemeriksaannya ada yang hanya sebentar tapi kadang ada yang memakan waktu lama belasan menit. Tidak jelas apa yang diperiksa dan apa yang diharapkan dari tour guide kami si Jogi. Kadang kami dikawal mobil polisi sampai beberapa kilometer lalu dilepas. Tapi yang terakhir salah seorang polisi membawa senjata laras panjang mengawal dengan ikut bus kami. Sebetulnya ada situasi gawat apa sih sampai kami harus dikawal begini? 🥺
Kami baru tiba di hotel pada jam 22:00 lebih Artinya kami menempuh perjalanan darat selama 15 jam lebih. Sungguh perjalanan yang melelahkan. Masalah baru muncul. Ternyata kami tidak dibawa ke hotel Grace Continental di mana semestinya sesuai itinerary. Kami dibawa ke Fairy Meadows Cottage Bunar Das. Ternyata kamar juga kurang sehingga peserta yang tidak dapat kamar jadi ribut.
Tentu saja kami protes. Lalu dijelaskan bahwa di Pakistan ini manajemen hotel memang seenaknya sendiri bisa membatalkan pesanan hotel meski sudah bayar uang muka. Kalau ada grup yang mau bayar lebih maka yang sebelumnya bisa dibatalkan begitu saja. Itulah yang terjadi sehingga kami harus ganti hotel.
DAY 4 (21 April 2024)
Pagi ini kami tidak perlu bangun terlalu pagi. Kami diminta mempersiapkan koper kami untuk dinaikkan ke bis pada jam 08:00 sementara kami sarapan. Sarapannya sederhana yaitu roti, selai, telur dadar, pratha, dan teh. Sambil menunggu keberangkatan jam 09:00 kami berfoto-foto di sekitar hotel.
Tujuan kami pagi ini adalah ke Hunza yang berjarak sekitar 6 – 7 jam perjalanan. Di tengah perjalanan kami mampir ke Three Point Stop tempat pertemuan tiga gunung besar yaitu: Nanga Parbat, Hindu Kush dan Korakoram.
Kami melewati Kota Gilgit dan berhenti untuk beli buah melon dan semangka yang murah harganya. Di setiap tempat kami mengapa dan siapa oleh warga lokal yang sangat ramah. Mereka tampaknya memang senang bertemu dengan turis dan kami selalu dianggap turis China. Jelas sekali bahwa mereka sangat mencintai dan menghargai warga dan pemerintah China karena hubungan baik antara kedua negara Pakistan dan China. Di mana-mana ada tertulis “Long live Pakistan and China relationship”. Tidak salah karena memang pemerintah China sangat membantu pembangunan Pakistan di mana-mana. Hampir semua jalanan yang membentang di sepanjang antar kota di Pakistan adalah bantuan dari negara China. Tidak salah Jika Pemerintah China sangat dihormati di Pakistan.
Kebersihan tampaknya belum menjadi masalah yang dipandang perlu untuk ditangani di Pakistan. Di mana-mana sampah menumpuk dan terserak dan warga tidak melihat itu sebagai sebuah masalah. Di jalanan ada tulisan yang menarik “Animals do not leave trash. Humans do. Please behave like animals”. Sebuah sindiran yang sangat nylekit tapi tampaknya tidak mendapat perhatian dari warga karena orang toh tetap buang sampah sembarangan. Kami yang sudah terbiasa tidak membuang sampah sembarangan menjadi risih melihat mereka.
Kami mampir di Three Greatest Mountain Junction Point. Ini adalah tempat di mana kami bisa melihat 3 gunung tertinggi, yaitu Himalaya, Hindu Kush, dan Korakoram.
Kami juga berhenti di Nanga Parbat View Point. Nanga Parbat, juga disebut Diamer, adalah gunung tertinggi kesembilan di dunia. Terletak di wilayah Gilgit-Baltistan di Pakistan dan dikenal sebagai ‘Gunung Pembunuh’ karena pendakiannya yang terkenal sulit. Pendakian pertama yang berhasil baru dilakukan pada tahun 1953.
Tempat yang kami datangi lainnya adalah Rakaposhi View Point. Rakaposhi View Point atau “Titik Nol Rakaposhi” tempat yang menawarkan pemandangan Rakaposhi terdekat dan keindahan alamnya terletak pada pemandangannya. Sudut pandang yang luar biasa ini terletak tepat di Jalan Raya Karakoram (KKH) di desa Ghulmet di Lembah Nagar.
Jalan Raya Karakoram bukan sekadar jalur aspal yang menghubungkan Pakistan dan Tiongkok di Jalur Khunjerab; jalan raya ini memiliki serangkaian tempat wisata. Atraksi tersebut meliputi keindahan alam, situs arkeologi, warisan budaya dan keajaiban arsitektur yang memikat wisatawan untuk singgah sejenak dan bermalam untuk lebih mengeksplorasi objek wisata tersebut. Rakaposhi View Point adalah salah satu tempat yang memiliki keindahan alam yang luar biasa. Di sini juga ada toko souvenir.
Ibu-ibu masuk ke toko souvenir dan langsung kalap membeli segala souvenir yang memang menarik dan murah. Entah bagaimana nanti kabar bagasi mereka karena bagasi kami dibatasi hanya 10 kilo dan kabin juga 10 kilo
Kami dapat hotel di Northern Sapphire Hunza dan bukan di White Apricots Hotel sesuai dengan di itinerary. Hotel ini ternyata juga kecil dan tidak bisa menampung semua peserta. Selain itu kamarnya juga tidak semuanya layak karena kondisinya buruk dan air tidak mengalir. Manajemen hotel juga tidak siap untuk menerima kami makan malam dan kami harus menunggu lama karena mereka baru memasak. Peserta yang tidak dapat kamar dan yang dapat kamar tidak layak tentu saja protes dan dijanjikan akan dicarikan tempat akomodasi di tempat lain oleh panitia. Entah bagaimana pengaturan panitia dari kami dan dari lokal menyelesaikan masalah ini.
Selesai makan malam kami masuk kamar dan tidur.
Hunza, 21 April 2024
Satria Dharma
DAY 5 (22 April 2024)
Saya terbangun di tengah malam dan kaget karena lampu mati. Dengan lampu dari HP saya menuju ke kamar mandi dan kaget lagi karena air juga mati. Lengkap sudah… 😁
Dengan fasilitas dan kondisi seperti ini hotel yang bernama keren ini sungguh tidak layak untuk dijual bagi turis.
Kami bangun lagi jam 05:00 untuk salat Subuh dan kami terpaksa tayamum saja karena tidak ada air. Tidak lama kemudian lampu hidup tapi air tetap mati. Setelah itu lampu mati lagi tapi cahaya pagi sudah masuk sehingga tidak masalah. Saya berusaha untuk lapor pada petugas hotel tapi ternyata tak seorang pun petugas hotel yang menjaga. Kami tampaknya dilepas begitu saja tanpa penjagaan dan pelayanan.
Kemarin waktu ribut di hotel sebelumnya tour guide lokal kami, Waqqash, sudah memberi tahu bahwa pemilik hotel di Pakistan memang bisa seenaknya sendiri. Mereka bisa membatalkan pesanan kita jika ada tawaran yang lebih tinggi dan mereka tidak peduli jika nanti dapat penilaian buruk di internet karena mereka akan dengan mudah mengganti nama hotelnya dan menjualnya kembali di internet dengan nama baru.
Jam 06:41 air di kamar kami mulai mengalir tapi lampu masih mati. Kami juga tidak bisa menampung air karena tidak ada bak air untuk menampung. Oh ya…! Ternyata airnya juga keruh padahal Hunza ini letaknya di gunung dan kami selalu mengira bahwa di Hunza airnya bisa langsung diminum saking jernihnya. Netnot…! 😂
Satu hal yang saya kagumi dari para peserta tour kami ini adalah sikap positif dan cerianya. Meski banyak kesulitan mereka tetap ceria dan tidak kehilangan optimisme. Mereka tidak mengeluh berlarut-larut dan bisa menerima situasi dan kondisi yang tidak terduga. Saya sungguh bersyukur bertemu dan berjalan bersama dengan orang-orang yang positif dan ceria seperti mereka. Dengan mudah mereka mengubah kondisi mental mereka tetap ceria meski kondisi tidak seperti yang mereka harapkan. Two thumbs up…!