Pernah punya teman sekolah yang kebaikannya memberimu pengaruh positif seumur hidup?
Mai Pham berusia sembilan tahun ketika ayahnya mengungsi dari Vietnam ke Amerika Serikat. Dia miskin, tidak bisa berbahasa Inggris, anak pelarian perang, berkacamata tebal, dan berwajah jelek. Dia merasa wajahnya paling jelek di sekolah, paling bodoh, tidak punya teman dan merasa minder. Mai bahkan tidak berani bertatap mata dengan siapa pun di sekolahnya.
Suatu ketika ia sedang berjalan kaki pulang dari sekolah dengan menunduk agar tidak bertatapan mata dengan siapa pun. Tiba-tiba datanglah Jake, anak kelas enam berwajah sangar yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Jake membarenginya berjalan dan mulai membulinya. “Hai, anak jelek…! Tahu nggak bahwa kamu anak yang paling jelek di sekolah ini. Mukamu jelek, kotor, dan membuatku muak…. Mengapa kamu tidak kembali saja ke negaramu? Dasar muka jelek…!” Rasanya Mai ingin tenggelam ke dasar bumi saja saat itu karena malu dan terhina. Tapi Mai tidak berani bereaksi apa pun dan tetap menundukkan mukanya melihat trotoar. Air matanya langsung tumpah. 😭
Tepat pada saat itu tiba-tiba Kyle datang. Kyle adalah anak yang paling keren, pintar, tampan, dan populer di kelas empat. Semua anak perempuan berebut untuk dekat dengannya. Kyle mendatangi Mai dan berkata, “Hai, Mai…! Boleh nggak aku menemanimu jalan pulang?” Mai bahkan tidak mampu menjawab tawaran Kyle yang begitu simpatik tersebut. Seketika air mata Mai terhenti dan mereka pun jalan bersama. Sejak itu Mai merasa terlindungi oleh Kyle yang sering menemaninya pulang bareng.
Pertemanan mereka akhirnya berlanjut di kelas. Mereka sering ngobrol di kelas. Mai sungguh merasa memiliki seseorang yang benar-benar mau menerimanya sebagai teman. Sejak itu rasa percaya dirinya tumbuh. Diterima sebagai teman oleh Kyle adalah karunia dan pintu baginya untuk merasa lebih percaya diri. Masa sekolah dan hidupnya terasa jauh lebih cerah dan menyenangkan. 😊
Ketika kelas enam gurunya berkata bahwa akan ada seorang murid baru bernama Susan. Ketika Susan masuk kelas Mai mendatanginya dan berkata, “Hai, kamu Susan ya?”. Susan mengangguk dan tersenyum. Susan senang hari pertamanya di sekolah ia telah mendapat seorang teman. Mereka pun berteman baik seterusnya. Mai merasa senang bahwa ternyata ia punya kepercayaan diri dan bisa bersikap ramah pada seseorang yang baru. Ia kini memiliki rasa percaya diri sehingga ia berani menyapa Susan lebih dahulu. Ia tidak lagi merasa minder dengan segala kekurangannya meski ia tahu bahwa ia masih Mai yang sama. Dan ia merasa bahwa perubahan tersebut itu adalah berkat pertemanannya dengan Kyle. Kyle adalah pahlawan baginya. Tanpa Kyle yang berusaha untuk menjadi temannya maka ia mungkin akan tetap menjadi Mai yang minder, pemalu, dan selalu merasa murung di sekolah.
Ini adalah kisah nyata yang diceritakan sendiri oleh Mai. Ia berharap agar ada banyak Kyle-Kyle lain yang mau menjadi teman bagi murid-murid minder, merasa sangat tidak berharga, sangat pemalu, tidak pandai bergaul di sekolah-sekolah. Dengan demikian anak-anak minder ini bisa lepas dari rasa mindernya dan bisa menikmati kegembiraan masa sekolah. Kyle sendiri mungkin tidak sadar bahwa sikapnya yang tulus dalam berteman telah membantu seorang temannya yang sangat minder menjadi memiliki kepercayaan diri yang akan terbawa seumur hidupnya. Kyle telah menjadi seorang pahlawan dalam kehidupan seseorang dengan sikapnya yang ramah dan tulus itu.
Siapakah kita ketika bersekolah dulu? Apakah kita Mai yang minder, Jake Si Tukang Buli, atau Kyle yang ramah dan tulus? Perhatikan baik-baik bahwa sikap dan tindakan kita ketika bersekolah, baik ketika kita bersikap jahat atau ramah dan tulus akan terus dikenang oleh teman-teman kita berpuluh tahun kemudian. Apa yang kita lakukan pada teman sekolah kita mungkin akan membawa dampak positif atau negatif yang akan terbawa seumur hidupnya Sebaiknya hal ini kita sampaikan pada semua siswa di sekolah agar mereka mampu menjadi Kyle Si Ramah dan Tulus di masa sekolahnya dan menghindari menjadi Jake Si Tukang Buli yang dibenci teman-temannya. 🙏
Jika Anda ingin tahu kisah saya yang serupa dengan ini sila baca di sini.
Surabaya, 4 Januari 2023
Satria Dharma