
‘Terlalu Islam’ itu istilah saya sendiri. Jadi jangan cari artinya di Google sekali pun. Yang saya maksud ‘terlalu islam’ adalah orang yang menganggap bahwa hanya ada islam dan segala aturannya yang benar di dunia ini dan yang lainnya salah. Atau sebagai muslim maka semua hal dalam kehidupan kita sehari-hari harus disandarkan pada aturan agama Islam. Jelas orang yang menganut hal semacam itu over dosis dan mungkin hidupnya di alam khayal terus karena tidak realistis. Tentu saja dunia ini terlalu luas dan tidak bisa diisi dengan aturan Islam melulu. Ada sangat banyak hal yang tidak diatur dan tidak diajarkan oleh agama Islam tapi harus dipatuhi oleh umat Islam. Kalau mereka tidak mematuhinya maka mereka akan kesulitan dalam hidup, berhadapan dengan hukum, atau bahkan kehilangan nyawa.
Ulama yang bilang bahwa segalanya sudah ada dalam ajaran agama Islam tentu maksudnya adalah dalam KONTEKS TERTENTU dan bukan benar-benar bahwa segalanya sudah ada dalam ajaran agama Islam. Kalau dia ngotot maka coba tanyakan bagaimana aturan berlalu lintas dalam Islam, yang benar di sebelah kiri atau kanan? Apa hukumnya berkendara tanpa memiliki SIM dalam Islam? Mana yang lebih baik dalam Islam mobil listrik atau mobil pakai BBM? Bagaimana hukumnya istri yang ikut mencari nafkah, apakah sebaiknya kerja kantoran atau mracang di rumah? Dalam Islam gajian itu sebaiknya akhir bulan atau setiap hari, dalam bentuk uang tunai atau dimasukkan rekening. Bagaimana hukumnya membayar tanpa cash tapi ditransfer? Apa dalilnya sistem zonasi dalam PPDB? Bagaimana status Tenaga Kerja Asing dalam Islam? Berapa banyak TKA dalam sebuah negara yang paling syar’i? Seberapa penting olahraga dalam Islam dan olahraga apa yang paling dianjurkan dalam Islam untuk meningkatkan stamina? Bagaimana cara menyuburkan tanah gurun pasir jadi tanah pertanian seperti yang dilakukan negara China, bagaimana cara belajar bahasa Korea secara cepat, bagaimana cara menjinakkan anjing galak, bagaimana cara memasak rendang yang enak, bagaimana cara mencegah banjir bandang, bagaimana mengatur utang negara, sishankam dan pesawat tempur apa yang paling cocok untuk Indonesia, jenis rumput apa yang paling cocok untuk dipakai klesetan di JIS, ngopi paling pas itu jam berapa dan sama siapa, kalau sakit sebaiknya ke dokter atau cukup bekam saja, dan ribuan hal yang menjadi rutinitas dan problem hidup manusia di dunia nyata.
Nah, bagaimana seandainya ada orang yang ‘terlalu islam’ sehingga dia tidak mau pakai helm dan tidak punya SIM tapi ngotot naik motor melawan arus. Kan menurutnya tidak ada hukum agama dan syariat islam yang ia langgar. Dia hanya mau mengikuti ajaran agama dalam hidupnya dan soal berkendara itu tidak masuk dalam hukum islam sehingga baginya tanpa helm, tanpa SIM, dan melawan arus adalah tidak melanggar ajaran agama. Selama tidak melanggar ajaran agama ya sikat saja. Ndak bakal masuk neraka. Orang semacam itu ada lho karikaturnya…! 😁 (Pinjam karikaturnya ya Mas Aji Prasetyo)
Salah satu contoh orang yang ‘terlalu Islam’ adalah seperti yang saya contohkan pada posting saya sebelumnya, yaitu soal mengucapkan selamat ulang tahun. Jamaahnya UAS sampai minta fatwa dari ulama lulusan S-2 Al-Azhar ini. Mungkin karena mereka takut masuk neraka kalau salah ucap. https://satriadharma.com/…/umat-islam-kehabisan-masalah/
Kalau kita ‘terlalu islam’ maka segala hal mau kita selesaikan berdasarkan perspektif agama Islam dan kalau ternyata permasalahan itu tidak dibahas dalam hukum Islam maka kita paksakan harus ada dan tidak boleh tidak ada. Pokoknya harus islami. Lha itu kan sangat pekok namanya. Lama-lama bisa seperti Afghanistan kita. Sebagai contoh, agar umat Islam terhindar dari barang yang haram maka semua produk harus berlabel halal. Menurut MUI, kehalalan suatu produk tidak hanya meliputi makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, tapi juga barang gunaan. Barang gunaan meliputi seluruh produk yang dikenakan orang. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, akhirnya mewajibkan barang gunaan seperti kulkas, alat memasak, kaos kaki, kertas, cat tembok, hingga popok orang dewasa diberi sertifikasi halal. Sebagai alasannya, sebagai salah satu tempat untuk menyimpan makanan yang akan dikonsumsi, kulkas pun harus terjaga kesuciannya. Bahan-bahannya tidak boleh tercampur dengan material yang haram, yang akan memengaruhi kehalalan produk pangan yang disimpan di dalamnya. MUI menyebut dalam beberapa kajian ditemukan beberapa komponen dalam kulkas terbuat dari campuran bahan yang menggunakan unsur dari turunan asam lemak. Unsur asam lemak merupakan bahan yang kritis dari sisi kehalalannya. Sungguh membagongkan cara berpikir MUI ini…! Sebetulnya sertifikasi halal itu untuk kepentingan umat atau kepentingan MUI sendiri sih…?! Herannya, pemerintah kita itu kok ya mau-maunya menuruti cara berpikir MUI yang kayak begini. 🥴
Saya perlu ingatkan bahwa sebagai muslim peran kita di dunia itu tidak harus dibatasi oleh aturan fikih atau aturan agama. Tidak semua hal itu ada aturan fikihnya. Apalagi kalau kita harus merefer apa yang kita lakukan di dunia modern ini ke zaman Abad 7 ketika Nabi masih hidup. Bukankah Nabi sudah pernah mewanti-wanti kita bahwa “Engkau lebih tahu urusan duniamu…”.
Lha wong Nabi sendiri saja sudah bilang begitu kok ya masih ada umat Islam yang bertanya bagaimana dalilnya mengucapkan selamat ulang tahun. Iki piye toh janjane… 🥴
Sebagai orang tua tidak perlu cari hukumnya dalam agama jurusan apa yang paling cocok untuk anak kita dan kuliah di mana, sebagai warga RT tidak perlu cari dalil agamanya untuk kerja bakti, sebagai petugas satpam tidak perlu cari dalilnya kalau disapa ‘Salam Sejahtera’ oleh nasabah, sebagai nasabah bank tidak perlu cari hukumnya berapa lama kalau mau kredit KPR, sebagai karyawan kita tidak perlu cari dalil hukumnya bekerja secara daring atau luring, kalau ngopi itu enaknya sendirian atau ngajak teman, rumput standar FIFA itu apakah sudah punya label halal atau tidak, dlsbnya. Tidak perlu kita menjadi ‘terlalu islam’ sehingga semua hal harus dicocokkan dengan ajaran Islam. Tidak perlu juga semua hal harus seperti caranya Nabi dulu karena kalau harus seperti Nabi maka kita kalau kita mau ngutang ya ngutang ke orang Yahudi. Kan dulu Nabi ngutangnya ke orang Yahudi. 😁
Jadi…
Kalau jadi karyawan jadilah karyawan yang mengikuti aturan kepegawaian yang ada di kantor Anda. Jangan mengikuti apa kata ustad Anda lha wong bukan dia bosnya.
Kalau jadi kontraktor ikutilah aturan, mekanisme, dan ketentuan ilmu yang berlaku. Tidak usah nyambi jadi ustad waktu melayani klien. Biarkan ustad asli yang melakukan peran itu.
Kalau diundang mantenan ya pakailah outfit yang sesuai dan tidak perlu pakai sarung, songkok, dan baju koko supaya dianggap muslim yang kaffah.
Kalau mau reunian sama teman-teman SMP atau SMA ya tidak usah harus reunian syar’i sehingga jadinya bukan reunian tapi dzikir bersama dan pengajian.
Kalau jadi warganegara ya patuhlah terhadap pemerintah. Jangan suka melawan, berontak, menghujat, berdemo yang merugikan warga lain. (Kalau ini ada ajarannya ding! Yaitu patuhlah pada ulil amri). Justru kalau melawan pemerintah, berontak, menghujat, berdemo, bakar-bakar ban, dlsbnya yang merugikan warga lain itu yang dilarang oleh agama. Lha kok ada umat Islam yang berdemo dengan mengatasnamakan agama. Sejak kapan ada demo di zaman Nabi atau zaman khulafaur rasyidin kok sekarang ada umat Islam yang berdemo pakai nama Islam?
Wis sekian dulu… Mundak bosen awakmu moco iki. 😁
Surabaya, 12 Juli 2023
Satria Dharma