
AYAT TUHAN
wamin aayaatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwaajan litaskunuu ilayhaa waja’ala baynakum mawaddatan warahmatan inna fii dzaalika laaayaatin liqawmin yatafakkaruuna
Ar-Ruum [30:21] Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Kegiatan rutin saya mengaji pagi ini tiba di ayat ini dan tiba-tiba saya merasakan sesuatu berdesir di hati saya. Saya merasakan benar makna dari ayat ini. (Kalau Anda belum beruntung dapat istri ya jangan putus asa. Mintalah ayat tentang ini pada Tuhan supaya diberi).
Kebetulan hari ini istri saya sedang tidak berada di rumah dan sedang sibuk mempersiapkan pembukaan (kembali) rumah makannya di Madiun. Jadi saya tidur dan sarapan sendiri dan sungguh merasa kehilangan teman seperaduan (embuh opo sing ‘diadu’). Tidur tak enak dan makan tak nyenyak. Lebay memang. Kayak remaja yang kena cinta pertama saja. Tapi saya memang merasakan ketentraman dan kasih sayang bersama istri yang diciptakan oleh Allah untuk saya tersebut. Kami sudah bersama lebih dari dua puluh tahun tapi kemesraan kami rasanya tidak kalah dengan pasangan baru atau pun remaja yang baru mengalami cinta pertama. Kami selalu merasa seperti sepasang kekasih yang bakal merindu ketika yang satu tak ada. This is a very special feeling which only exists to very few couples, especially to those who have been married long like us.
Tentu saja masih banyak pasangan tua yang ‘runtang-runtung’ berdua seperti kami tapi mungkin hubungan mereka sudah berubah sekedar saling terikat secara psikologis atau saling membutuhkan sebagai teman saja. Kami sendiri masih merasa sebagai pasangan kekasih yang saling mencintai dan mengagumi. Saya bahkan merasa sangat beruntung mendapatkan istri saya sekarang ini dan berpikir bahwa seandainya saya sekarang ini seorang bujangan maka saya pasti akan jatuh cinta bila bertemu dengan istri saya sekarang ini. Saya akan berupaya untuk mendapatkannya. She looks so beautiful and so lovely to me. Lebay kan…?!
Seorang teman pernah bercerita bahwa kehidupan cinta romantis dengan istrinya telah berakhir. Ia tidak lagi merasakan ketertarikan secara seksual pada istrinya dan merasa bahwa hubungan mereka telah menjadi seperti hubungan seduluran belaka. The romance has gone. “Tak tubruk-tubrukno ae wis gak ngamper,’ demikian katanya. Dan saya ketawa ngakak sambil merasa sedih mendengar ironinya. Jangankan lagi merasakan rindu ketika istri jauh di mata, lha wong ditubruk-tubrukkan saja sudah tidak menimbulkan percikan gairah kok!
Bayangkan bila kita sudah tidak lagi merasakan romansa dan percikan gairah pada istri sendiri…! Bayangkan bila kita tidak lagi merasakan gairah dan daya tarik seksual pada pasangan sendiri dan justru ‘kemecer’ melihat lawan jenis di luaran…! Bukankah itu sebuah cobaan yang sangat besar…?!
Jadi kami sungguh merasakan betapa beruntungnya kami masih juga dilimpahi dengan kasih sayang dan gairah pada satu sama lain.
Tapi saya memang sering berpikir mengapa banyak pasangan yang bukan hanya tidak mampu mempertahankan romantisme dengan pasangannya tapi juga akhirnya berantakan dalam hubungan mereka. Ujung-ujungnya adalah perceraian. Padahal perceraian jelaslah merupakan kegagalan besar dalam kehidupan manusia.
Jika saya boleh berkata gombal dan rodhok kemlinthi maka saya akan mengatakan bahwa resep kami tetap saling menyinta dan bergairah pada satu sama lain adalah karena kami merawat cinta kami. Cinta itu bagi kami bak mahluk yang harus dihidupkan dan dirawat agar tumbuh dan membesar. Untuk itu caranya adalah dengan berupaya memberikan yang terbaik pada pasangan kita. Give the very best of us. Kami selalu berupaya menampilkan dan memberikan yang terbaik kepada pasangan. Kami berupaya untuk mencari apa hal-hal yang paling disukai oleh pasangan dan berupaya untuk memberikan hal-hal yang disukai tersebut. Kami juga selalu berupaya keras untuk tidak saling menyakiti dengan menghindari kata-kata dan perbuatan yang mungkin akan menyakiti hati masing-masing. Kalau kami melakukan kesalahan atau perbuatan yang tidak menyenangkan bagi pasangan maka kami selalu akan minta maaf untuk meredakan sakit hati atau ketersinggungan tersebut. Pokoknya kami selalu berupaya untuk memberikan yang terbaik bagi pasangan. Jadi kalau istri saya diet ya saya juga ikut diet dan merelakan kesenangan makan enak. (Tapi saya kan tetap bisa makan enak sama teman-teman kalau mau).
Kami selalu berupaya untuk pergi dan menikmati tempat-tempat rekreasi bersama. Saya bahkan bisa merasa tersiksa jika pergi rekreasi dan traveling tanpa bersama istri (soalnya kuatir kena spleteran wanita-wanita cantik lain yang saya temui selama perjalanan. Hehehe…!).
Pasangan kita juga mestinya merasa aman dan terlindungi, termasuk dalam soal finansial. Kalau istri saya perlu merasa aman dan nyaman dengan kebebasan finansial yo tak grujug duwit. Hahaha…! Lha tinimbangane duwite kuwi tak grujugno nang wong wedhok liya kan…. (Oooh…Fathanah, riwayatmu kini…!). Saya tidak pernah punya rahasia soal finansial pada istri saya. Bahkan ia yang memegang semua buku tabungan saya dan ia juga tahu pin untuk transfer via mobile banking saya. Jadi kalau saya perlu transfer ke rekeningnya maka ia yang kuminta untuk melakukannya sendiri via HP saya. Tapi tentu saja ia tidak pernah tergoda untuk ‘ngenthit’ uang suami lha wong rekeningnya sendiri selalu terisi lebih dari cukup kok. Maksud saya, para suami itu kalau bisa mbok ya jangan pelit pada istri. Jangan sampai istri nyletuk, “Suami saya itu orangnya loman kecuali pada saya.” Rak yo kebangeten toh…! Kalau bisa ya juga jangan ‘slinthutan’ dengan istri soal uang. If you trust your partner then you will get trust as well. Trust itu adalah kunci ketentraman bebojoan menurut saya.
Selain itu kami juga harus selalu mencari cara agar kami tetap nampak menarik di mata pasangan (if certain lingeries will make your wife look hot then buy her some). Tentu saja masing-masing dari kita punya daya tarik pada pasangan kita dan daya tarik itu harus kita pertahankan dan tumbuhkan agar pasangan kita tetap tertarik pada kita (instead of admiring the green grass over the fence). Bagi kami tidak ada istilah tampil kucel dan awut-awutan meski di kamar. Bagi saya istri harus tampil cantik dan sexy justru ketika di kamar bersama saya (dan tentu saya larang untuk tampil sexy di luaran). Jadi kalau istri saya pakai baju kebesaran, maksudnya daster, di kamar maka daster tersebut haruslah yang mampu membuatnya nampak cantik. Kalau daster seperti itu harganya sejuta then let it be. Tinimbangane tuku daster sing rego selawe ewuan dan ia akan nampak seperti pembokat.
Bayangkan betapa ‘mpet’nya kita melihat istri tampil dengan daster kumal yang warna dan coraknya sudah tidak jelas. Saya sering sekali geleng-geleng kepala melihat wanita-wanita STW yang memakai daster kumal ke luar rumah. Lha wong orang lain saja yang melihatnya sudah ‘mblenek’ apalagi bojonya yang ben dino disuguhi pemandangan just the way you are seperti itu. Mungkin saja suaminya mblenek tapi tidak berkomentar atas penampilan istrinya tersebut karena suaminya sendiri tampil lebih nggilani lagi. Hahaha…! Tapi hal tersebut jelas akan membuat gairah kita pada istri akan berkurang, apalagi kalau setiap hari tampil seperti itu. Makanya teman saya bilang “Tak tubruk-tubrukno ae wis gak ngamper,” lha yang mau ditubruk itu baik potongan mau pun jahitannya sudah pating pecothot. Wakwakwak…!
Jadi kalau istri saya tampil cantik dan modis itu karena saya sendiri menikmati penampilannya. Saya suka melihatnya tampil cantik dan menarik di mana saja. Saya tidak ingin istri saya tampil ‘brukut’ dengan jubah hitam-hitam dan mukanya ditutupi dan yang tampak hanya matanya saja. I don’t want to marry with a ninja warrior. Saya suka dengan ninja tapi hanya dalam film action. Kalau jalan-jalan dengan ninja ya mboten kemawon. Hahaha…!
Saya menulis ini karena ingin bersyukur pada Tuhan yang telah menganugrahi saya pasangan yang saya begitu ‘cenderung dan merasa tenteram kepadanya’, dan juga dijadikan-Nya diantara kami rasa kasih dan sayang yang bertahan sampai sekarang.
Selain itu saya sengaja ingin berpesan pada para suami untuk benar-benar mencari dan mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan pada istrinya masing-masing. Jangan terpesona oleh rumput tetangga yang mungkin lebih hijau. Rawatlah tamanmu sendiri. Sebagai suami kita akan dinilai berhasil jika kita bisa membuat istri kita menjadi lebih cantik dan menarik setelah menikah dengan kita. Kita akan dinilai sukses jika kita bisa membuat istri kita lebih pintar, lebih percaya diri, lebih makmur, lebih trampil, lebih gaul, lebih bahagia, semakin semringah, pokoknya lebih baik daripada sebelum menikah dengan kita. Jika setelah menikah dengan kita lantas istri kita jadi lebih kemproh, lebih kumus-kumus, lebih gembrot, tambah melarat, semakin kemrungsung, nyepeti mata, ngisin-ngisini, maka itu berarti kita gagal sebagai suami. You fail as a husband. Suami seperti ini jelas tidak layak cari istri lain lha wong ngopeni bojone sing lawas ae gak iso kok….! Hehehe…! Suami seperti ini berarti tidak mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhan kepadanya.
Sekian dan semoga para suami setelah ini kemudian mendatangi istrinya dan mengajaknya belanja sepuasnya. Biarkan ia belanja pakaian, make up dan parfum yang ia sukai. Toh itu akan membuatnya bahagia yang ujungnya akan membuat kita juga bahagia. Jangan mau kalah sama AF. Lha wong baru untuk kenalan sama MS saja ia berani memberi sepuluh juta. Lha mosok kita sama istri sendiri malah pelit…?! Ajak istri untuk dinner dan nginap di hotel mewah sesekali. Ojok malah ngajak wong liya. Kalau punya kartu kredit berikan pada istri agar dipakai untuk belanja dan digesek sampai berasap. Urusan membayar biarlah kita pikir belakangan…
Wis talah….! Untuk istri sendiri itu gak ada ruginya.
Surabaya, 21 Juni 2013
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com