Beberapa kali saya salah kira ketika memutuskan untuk ke Tasikmalaya dari Sukabumi. Semula saya pikir ada kereta api langsung dari Sukabumi ke Tasikmalaya. Ternyata tidak ada. Yang ada hanya bis. Bahkan travel pun tidak ada. Untuk naik bis kita harus ke terminal bis.
Karena perjalanan dari Sukabumi ke Tasik cukup jauh maka kami berangkat agak awal. Sesampainya di terminal ternyata tidak ada bis yang ke Tasik. Bis yang ke Tasik langsung baru ada nanti jam 5. Itu pun kalau tidak telat katanya. 😄
Akhirnya kami putuskan ke Padalarang dulu dan nanti dari Padalarang baru cari bis lagi ke Tasik. Kata sopirnya ada banyak bis di sana. Yah, daripada menunggu sampai jam 5 mending berangkat saja segera secara estafet.
Selama perjalanan saya pikir tujuan kami Padalarang itu di sebelah selatan Jabar antara Sukabumi dan Tasik. Ternyata perkiraan saya salah. Padalarang itu dekat Bandung. Artinya perjalanan kami menuju ke utara dan bukan ke timur. Mestinya kan perjalanan kami ke Tasik itu mengarah ke Timur. Di Padalarang pun nantinya kami bakal turun di terminal bayangan, artinya bukan terminal tempat bis nongkrong melainkan tempat mereka menaikkan dan menurunkan penumpang sebelum pintu masuk tol. Di situ kami harus menunggu bis yang akan ke Tasik.
Kami lalu dengan segera mengubah pikiran dan ingin naik kereta saja dari Bandung ke Tasik. Kami lalu turun dari bis dan naik angkot ke Stasiun padalarang. Kami beli tiket kereta komuter ke Bandung. Sebelum naik kereta kami sempatkan salat Lohor dan Asar sekalian. Begitu di atas kereta menunggu keberangkatan kami lalu cari tiket kereta dari Bandung ke Tasik via Traveloka. Ternyata penuh…! 😯 Maklum sekarang kan malam Minggu. Yang ada hanya tiket kereta Turangga ke Surabaya kelas eksekutif. Tentu rugi kami kalau membayar tiket panjang untuk tujuan jarak pendek. Lagipula keretanya baru akan berangkat jam 19:30 dan sampai di Tasik sekitar jam 22:30. Waktu kami akan terbuang hanya untuk menunggu kereta.
Kami lalu memutuskan untuk tidak jadi naik kereta ke Bandung dan akan meneruskan pakai bis. Kami turun dari kereta pas ketika kereta mau berangkat. A change of mind at the last minute. 😊
Dari stasiun kami lalu naik angkot lagi ke Terminal Bayangan Padalarang yang letaknya di mulut pintu tol Kab. Bandung Barat. Di sini kami harus menunggu bis jurusan ke Tasik sambil berdiri di pinggir jalan bersama orang-orang lain yang juga menunggu bisa ke berbagai arah. Dari informasi katanya bis ke Tasik adalah bis DOI (yang ternyata singkatan dari DOA IBU).
Karena menunggu cukup lama akhirnya kami coba untuk memesan Grab. Setelah tahu tujuan kami ke Tasik sopirnya minta 800 ribu. Kami tawar 600 ribu sopirnya tidak mau. Akhirnya ya no deal. Kami menunggu bis saja yang entah jam berapa akan datang dan entah dapat kursi atau tidak.
Seorang calon penumpang lain menginformasikan pada kami bahwa kami lebih baik menunggu di Cileunyi drpd di Padalarang. Di Cileunyi lebih banyak bis yang menuju Tasik dan bis-bisnya juga lebih bagus. Bis DOI itu macam bis klas ekonomi dan kami pasti akan berebut dengan penumpang lain yang juga sama-sama menunggu. Haah…! Bisa-bisa kami berdiri di bis ke Tasik selama berjam-jam. 🙄
Akhirnya kami putuskan untuk naik bis ke Cileunyi. Itu pun kami berdiri berdesakan dengan penumpang lain. Maklum ini malam Minggu dan orang-orang pada sibuk bepergian. Di Cileunyi kami berhenti di terminal bayangan juga bersama puluhan penumpang lain. Tapi, betul juga, ternyata tak lama kemudian bis Budiman ke Tasik segera tiba dan kami pun naik. Ini bis eksekutif dan kami dapat tempat duduk yang nyaman. Waktu itu jam sudah menunjukkan jam 18:00 sedangkan perjalanan akan memakan waktu sekitar 3 jam.
Bis ngebut dan sekitar jam 21:00 kami telah sampai di Tasik. Tapi kami diturunkan di pertigaan arah menuju ke kota karena bis akan menuju ke terminal yang letaknya jauh dari tengah kota.
Begitu turun kami langsung dikerubuti oleh para kernet angkot yang ngetem di situ. Kami menolak dan memesan Grab.
Begitu tahu lokasi kami sopir Grab meminta kami menjauh dari lokasi itu karena sopir online tidak boleh mengambil penumpang di situ katanya. Kami segera menyeberang jalan dan menunggu sopir Grab di depan toko. Tapi para preman angkot tetap membuntuti kami. Begitu sopir Grab tiba ternyata ia langsung dikerubuti preman angkot dan dilarang mengangkut kami. Si sopir ketakutan dan kami tidak jadi diangkutnya.
Melalui telepon kami diminta untuk menjauh dari tempat tersebut agar bisa diangkut olehnya. Kami pun menarik koper kami menjauh dari lokasi tersebut ke pos perumahan cluster di dekat situ. Tapi kami tetap dibuntuti oleh dua preman karena mereka tahu bahwa kami pasti akan pesan Grab lagi. Sungguh menjengkelkan!
Kami lalu pesan taksi resmi via hotel Grand Metro di mana kami akan menginap. Tapi mereka sedang sibuk semua dan kami diminta menunggu. Sementara itu dua orang preman tersebut masih terus membuntuti kami. Saya akhirnya jengkel dan mendatangi mereka. Saya tanya mengapa mereka menghalangi saya naik taksi online. Mereka menjawab bahwa daerah itu adalah daerah operasi angkot dan larangan bagi taksi online. Tentu saja mereka sudah keterlaluan. Saya lalu mengancam untuk melaporkan mereka ke polisi. Mereka segera berlalu. Tapi saya tidak yakin mereka akan membiarkan kami naik taksi online nantinya. Siapa tahu mereka pergi justru untuk memanggil teman-temannya. Saya lalu menghubungi polsek Tasik. Saya ceritakan tentang kelakuan preman-preman tersebut dan meminta polisi untuk menjemput dan mengantarkan kami ke hotel. Sekitar 10 menit kemudian polisi datang dengan mobil patroli. Tapi preman-preman tersebut telah pergi. Kami lalu mau naik mobil patroli polisi tersebut. Kami minta diantar ke hotel. Begitu koper kami sudah kami masukkan ke bagasi mobil patroli dan mau naik ternyata taksi yang kami pesan datang. Akhirnya kami batalkan naik mobil patroli dan kami naik taksi ke hotel Grand Metro di kota. Berakhir sudah drama pencegatan preman Tasik. 😄
Begitu masuk kamar kami langsung lega.
Perjalanan kami yang melelahkan dan menjengkelkan selama seharian itu terbayar dengan kamar hotel yang kami dapatkan di Grand Metro. It’s more than we expected. Dengan harga tak sampai 400 ribu kamar yang kami peroleh di Grand Metro yang memang baru buka tersebut sungguh murah. Terbayar rasanya kelelahan dan kejengkelan yang kami rasakan sebelumnya.
Alhamdulillah…! 🙏😊