
“Apakah Anda bahagia…?!
Apa hal yang bisa membuat Anda bahagia…?!”
Ini pertanyaan sederhana yang ternyata tidak sesederhana yang kita pikir. Tentu saja setiap orang punya konsep atau gambaran tentang kebahagiaan yang berbeda-beda. Tapi tentunya ada kesamaan yang universal yang bisa kita despripsikan tentang apa yang bisa membuat manusia menjadi bahagia. Mosok untuk mendeskripsikan apa itu ‘bahagia’ saja kita tidak bisa sepakat? Faktanya memang demikian. Apa yang membuat orang-orang di Bhutan bahagia tidak sama dengan apa yang membuat orang Qatar bahagia. Jangankan itu. Bahkan gambaran tentang sorga dan neraka saja kita bisa berbeda.
Eric Weiner memberi contoh dengan sebuah anekdot.
Surga bagi seseorang bisa jadi neraka bagi orang lain, dan sebaliknya….
Ketika para misionaris Eropa mendarat di Greenland beberapa abad yang lalu, bermaksud mengajak suku pribumi penyembah berhala agar masuk Kristen, mereka menawarkan pendekatan iming-iming yang lazim: masuklah Kristen dan kalian akan mendapatkan jatah di surga; kalau tidak kalian akan dikutuk di neraka untuk selamanya.
“Seperti apa neraka itu?” Tanya penduduk Greendland yang penasaran.
“Oh, sangat, sangat panas,”jawab para misionaris. “Tempat paling panas sepanjang masa.”
Penduduk Greenland mengamati tundra Arktik yang membeku yang menjadi kampung halaman mereka, lalu menjawab, “kami memilih neraka, terima kasih.” 🙏😊
Tentu saja saya ngakak membaca anekdotnya ini. Eric Weiner ini memang kocak dan saya berkali-kali ngakak sendiri membaca bukunya. Saya lalu ingat gambaran surga yang ditawarkan dalam Alquran, yaitu sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Oh, it’s not really interesting. Sementara orang Arab mengkhayalkan tempat tinggal yang ada sungai-sungainya, kita memiliki begitu banyak sungai yang kita terlantarkan. Tapi di Alquran juga ditawarkan gadis-gadis remaja dengan payudara yang montok kalau kita masuk surga. Okelah…. Saya pikir ini tawaran yang selalu menarik bagi saya.
Saya benar-benar sulit untuk melepaskan buku ini dari tangan saya. Bahkan ketika kami memesan makan di resto ‘Penyetan Cok’ saya tetap membaca buku ini sampai pesanan datang dan kami harus menyantapnya. Buku The Geography of Bliss ini menceritakan perjalanan Eric Weiner ketika ia berkeliling dunia untuk mencari negara yang paling membahagiakan. Ini adalah kisah ‘manusia yang paling banyak mengomel dan menggerutu di planet ini yang mencari tempat paling bahagia di dunia’. Begitu Anda mulai membacanya, Anda tidak akan berhenti sampai mencapai halaman terakhir. Buku ini perpaduan sempurna antara humor, spiritualitas, dan fakta mencengangkan yang dibumbui dengan deskripsi beberapa makanan lezat. Sebagai seseorang yang suka traveling ke mana-mana buku ini benar-benar buku yang lezat bagi saya. 😁
Weiner melakukan perjalanan ke sepuluh negara, yaitu Belanda, Swiss, Bhutan, Qatar, Islandia, Moldova, Thailand, Inggris Raya, India, dan Amerika, dengan tujuan menemukan kebahagiaan. Saya sendiri suka melakukan perjalanan ke berbagai benua, negara, propinsi, kota untuk mendapatkan kesenangan, petualangan, wawasan, kegembiraan, ketegangan, eksotisme, dll yang sebenarnya juga merupakan unsur dari kebahagiaan. Sepanjang perjalanan Weiner menjelajahi sepuluh negara yang sama sekali berbeda satu sama lain, ia mendokumentasikan wawasan, pengalaman, adat istiadat, dan fakta kuliner setiap bangsa. Weiner dengan kocak dan cerdas berbagi dengan pembaca perspektif dan sudut pandangnya yang belum pernah terdengar sebelumnya dari beragam orang dari berbagai negara, yang mungkin terdengar konyol pada awalnya, tetapi sangat masuk akal saat Anda merenungkannya. Kita semua pernah mendengar ucapan terkenal Eric Hoffer bahwa “Pencarian kebahagiaan adalah salah satu sumber utama ketidakbahagiaan.” Kutipan Hoffer adalah sesuatu yang bahkan disadari oleh Weiner. Namun, Weiner tetap melakukan perjalanannya karena dia pikir dia tidak akan rugi karena menurutnya toh dia “sudah tidak bahagia”! Tidak bisa lebih buruk lagi… 😎
Sepanjang pencariannya untuk menemukan kebahagiaan, kita juga melihat Weiner yang lucu menjadi sangat filosofis dan serius. Saya sangat tertarik membaca sudut pandangnya tentang psikologi positif. Dia menyatakan bagaimana humor dan tawa tidak selalu membuat hidup lebih baik dan tidak benar-benar dibutuhkan setiap saat. Beberapa orang tidak siap untuk bergembira atau tidak tertarik untuk bahagia. Dan, kita perlu menerimanya karena itu tidak apa-apa. Begitulah faktanya orang-orang lain menerima hidup mereka. Memiliki kehidupan yang bahagia tidak selalu sama dengan memiliki kehidupan yang bermakna. Beberapa mencari kebahagiaan, yang lain mencari makna, sementara banyak yang mencari keduanya.
Qatar adalah salah satu negara yang didatangi Eric. Qatar adalah negara yang menang lotre. Negara yang semula sangat miskin dan tiba-tiba menjadi kaya, sangat kaya, seperti menang lotre. Warga asli Qatar adalah orang kaya baru yang punya begitu banyak uang sehingga mereka tak khawatir jatuh miskin meskipun menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak mereka butuhkan, misalnya membeli pena yang harganya konyol. Mereka juga punya banyak uang hingga bahkan berusaha untuk membeli kebudayaan yang tidak mereka miliki. Orang Qatar tak punya kebudayaan tapi orang Qatar punya agama, agama Islam. Menurut agama mereka kebahagiaan ada di tangan Allah. Maka mereka hanya berusaha dan tidak berharap sehingga tidak muncul rasa kecewa dan tidak kecewa artinya bahagia. 😁
Negara berikutnya yang dikunjungi Eric Weiner adalah Islandia, salah satu tempat paling dingin di dunia dan juga tempat dimana matahari sangat jarang ada alias tempat itu gelap sepanjang hari. Tapi yang menarik menurut World Happiness Database, Islandia tercatat sebagai salah satu negara paling bahagia di bumi. Aneh sekali kan…! Salah satu alasannya adalah karena Islandia tidak multikultural. Penduduknya homogen. Orang-orang Islandia adalah keturunan Viking yang suka mabuk-mabukan. Mereka mabuk-mabukan dan bahagia. Islandia adalah negara kecil sehingga besar kemungkinan antar penduduk ternyata masih bersaudara satu sama lain, dengan cucu sepupu ipar nenek mereka. Islandia adalah negara yang menghargai setiap usaha dalam kebaikan dan menerima kegagalan. Karena tidak takut gagal, mereka berani berpindah dari satu bidang ke bidang lain yang benar-benar berbeda. Berbeda dengan orang Swiss yang menyembunyikan kekayaan mereka agar tetangga mereka tidak iri, orang Islandia memilih untuk saling berbagi, sekalipun itu adalah potongan daging hiu busuk. 🤭
Dari Islandia Weiner menuju ke Moldova. Anda mungkin tidak tahu di mana letak Moldova. Tidak apa-apa karena bahkan kalau dicari pun letak negara ini juga tidak mudah. Kalau Islandia adalah salah satu negara paling bahagia, Moldova adalah sebaliknya. Orang Moldova selalu merasa tidak bahagia dan mereka lebih menyukai ketidakbahagiaan tetangga mereka daripada keberhasilan mereka sendiri. Iri hati adalah sumber ketidak bahagiaan mereka. Moldova adalah negara pecahan Uni Soviet yang miskin. Ada banyak masalah di Moldova, tapi itu bukan masalah siapa-siapa, tak ada yang mau mengakuinya. Orang Moldova tidak bahagia karena kehilangan eksistensi dan tidak tahu siapa diri mereka. Mereka tak diakui Rusia, juga tidak diakui Rumania. Moldova tidak punya identitas, tidak mementingkan rasa percaya dan persahabatan kepada satu sama lain. Yang dimiliki dan dibanggakan oleh Moldova hanyalah sayuran serta buah yang segar. 😎
Perjalanan mencari kebahagiaan Eric berlanjut ke India yang menurutnya penuh dengan kontradiksi. Orang-orang menemukan ketenangan jiwa di Ashram (mungkin kata ‘asrama’ kita mabil dari ini), tapi menurut orang yang anti-Ashram, agama itu sudah jadi bisnis di India. Bahkan agama adalah bisnis paling laris di India, dan Ashram salah satunya. (Ini seperti di Indonesia. Ashram atau pesantren adalah tempat yang paling banyak didatangi oleh umat Islam Indonesia untuk mendapatkan surga atau kebahagiaan). Mengapa disebut kontradiktif? Karena ternyata ada seorang guru spiritual yang bernama Baghwan Shree Rajneesh, yang begitu dipuja di Amerika dan India ternyata mengoleksi 93 mobil Rolls-Royce dan ditangkap karena melanggar imigrasi. Saya jadi ngakak mengingat bahwa di negara kita juga ada orang yang dianggap ulama, bahkan diangkat menjadi Imam Besar, punya tunggangan HD dan Rubicon. Ia juga pernah dituduh punya skandal sex tapi tidak pernah dibuktikan. Ia memilih lari ke Arab Saudi. Bagaimana orang India melihat fenomena semacam ini? Orang India bisa berdamai dengan fakta semacam ini. Orang India tidak mendambakan kesempurnaan. Tak masalah guru mereka bijak sekaligus penipu. ‘Ambil yang baik, buang yang buruk’. Dan saya ngakak lagi. Are we doing the same…? 😁
Tentu saja kebahagiaan memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang. Uang atau kekayaan mungkin salah satu faktor yang bisa membuat seseorang bahagia. Tapi bagi orang lain tidak. Ketenangan dan keheningan mungkin dambaan bagi sebagian orang tapi kehidupan yang hiruk pikuk juga didambakan oleh banyak orang. Ada banyak hal yang juga mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Manusia adalah makhluk yang bisa beradaptasi dalam keadaan apapun. Jadi dimanapun mereka berada, mereka akan mampu menemukan hal yang menurut mereka bisa membahagiakan mereka. Seperti kata John Helliwell, “Sederhana saja, ada lebih dari satu jalan menuju kebahagiaan.”
Sayang sekali bahwa Weiner tidak memasukkan Indonesia dalam daftar kunjungannya. Tentu akan jauh lebih menarik bagi kita jika Indonesia dilihat dari perspektif kebahagiaan Eric Weiner. Sekedar info, Indonesia berada di peringkat 33 dalam daftar. Lebih tinggi ketimbang Amerika Serikat yang berada di peringkat 46.
Jadi apa jalan kebahagiaan Anda dan apakah Anda sedang berada di jalan kebahagiaan Anda kini? 😎
Surabaya, 11 Maret 2023
Satria Dharma