
Mana yang harus kita percaya? Saya percaya dua-duanya.
Bagaimana kalau terjadi pertentangan antara keduanya? Saya tidak melihat Alquran bertentangan dengan sains. Mereka berada di lintasan yang berbeda dan tidak perlu dipertentangkan. Kita bisa mempercayai Alquran dan sekaligus sains tanpa harus membenturkan pemahaman kita antara keduanya. Untuk memahami Alquran kita perlu cara memahami dan berpikir yang berbeda dengan sains. Jadi ketika membicarakan Alquran gunakan pendekatan yang berbeda dengan ketika kita membicarakan sains.
Apakah itu mungkin? Kenapa tidak mungkin? Jutaan orang yang mengimani Alquran dan sekaligus bergelut sehari-hari dengan sains tanpa terganggu atau merasa itu sesuatu hal yang bertentangan. Analoginya adalah seperti kita mencintai anak-anak kita masing-masing 100% meski kita tahu bahwa kita tidak mungkin mencintai lebih dari 100%.
Lalu bagaimana mereka bisa merasionalisasikan hal-hal yang bertentangan di antara Alquran dan sains? Ada banyak cara. Tapi pertama-tama kita memang harus memahami bahwa kita tidak bisa menggunakan pendekatan sains dalam memahami Alquran. Begitu juga sebaliknya. Jangan memahami sains dengan menggunakan pendekatan tafsir Alquran. Itu dua hal yang berbeda jalur. Mereka yang berusaha untuk ‘mengilmiahkan Alquran’ atau ‘mengalqurankan sains’ pasti akan terbentur dan balik berputar melingkar. Itu memang tidak perlu. Pahami Alquran dengan pendekatan iman dan pahami sains dengan pendekatan ilmiah. Mari kita mempercayai bahwa Alquran dan sains memiliki kebenarannya masing-masing tanpa harus membenturkannya.
Alquran jelas punya pendekatan yang berbeda dengan sains. Ketika Alquran berbicara tentang bumi dan alam semesta maka Alquran jelas tidak berbicara dengan perspektif para ilmuwan memahaminya pada saat ini. Alquran berbicara tentang bumi dan alam semesta menyesuaikan dengan perspektif pengetahuan umat yang disapanya pada saat itu yang tentu saja berbeda dengan pemahaman kita saat ini. Ketika Alquran berbicara tentang bumi bagi manusia pada zaman itu maka ia akan dinyatakan dihamparkan seolah bumi itu karpet. Tentu saja kita tahu bahwa bumi itu bulat dalam perspektif konstelasi alam semesta. Tapi kita juga bisa memahami jika dikatakan bahwa bumi itu datar dalam perspektif manusia yang berjalan-jalan di atasnya. Kita tidak perlu mempertentangkannya apalagi ngotot membenturkan antar pemahaman yang berbeda perspektif ini.
Saya seorang pembaca Alquran dan hampir setiap kali saya membaca ulang ayat dan surat dalam Alquran selalu timbul pemahaman yang berbeda, pemahaman yang baru, dan juga pertanyaan-pertanyaan mengapa begini dan mengapa begitu. Hal ini terjadi karena saya memang berupaya untuk memahami ayat-ayat tersebut dengan akal saya. Saya menggunakan akal saya untuk memahaminya. Semakin hari semakin banyak daftar pertanyaan yang harus saya cari jawabannya. Kadang saya bisa menemukan jawabannya dengan memikirkannya berhari-hari atau bahkan ketika saya sedang olahraga jalan kaki dan tiba-tiba saya menemukan jawabannya. Itu sebabnya saya bisa menuliskan dua buku tentang agama dengan judul “Muslim Kok Nyebelin 1 dan 2”. Karena saya menggunakan akal saya dalam memahami agama saya.
Bagaimana kalau saya tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan saya. Ya saya terima saja fakta bahwa hanya sekianlah kapasitas saya dalam memahami agama saya. Saya tidak perlu ngotot bahwa saya harus menemukan semua jawaban baru saya percaya. Dalam memahami Alquran saya MENERIMA DAN MEMPERCAYAI KEBENARANNYA LEBIH DAHULU baru saya cari pemahamannya sesuai dengan kemampuan saya menerima fakta yang dituliskannya. Jika saya tetap tidak menemukan jawaban dari pertanyaan saya maka saya akan berkata pada diri saya bahwa ALQURAN BENAR dan saya hanya belum mampu memahami maknanya sebenarnya sebagaimana seharusnya. Saya tidak akan menganggap kemampuan akal saya akan mampu memahami semua kebenaran dalam Alquran. Terlalu tinggi rasanya kalau saya menganggap bahwa Alquran baru akan saya benarkan jika ia telah mampu membuat saya paham. Saya menerima keterbatasan saya dan saya menerima kebenaran Alquran.
Bagaimana dengan sains? Saya menerima kebenaran sains juga dengan menggunakan akal saya yang juga terbatas ini. SANGAT BANYAK hal-hal yang diungkapkan oleh sains yang tidak bisa saya pahami. Bahkan hal-hal sepele semacam bagaimana informasi masuk ke dalam telpon gengggam saya saja bagi saya tetaplah sebuah misteri. Apakah para telpon genggam itu berkomunikasi satu sama lain dengan caranya sendiri? Sungguh ajaib cara kerja HP saya ini. Tapi saya tidak perlu mengimaninya. Saya cukup mempercayai cara kerjanya dan menggunakannya dalam kehidupan saya sehari-hari. Apakah saya perlu menolak mempercayai cara kerja HP karena saya tidak paham? (Apakah saya harus menolak penjabaran Tuhan tentang bumi yang dihamparkan karena semestinya bumi harus digelindingkan sesuai dengan bentuknya?)
Sains itu memang luar biasa. Apa yang telah diungkapnya telah membuat kita merasa sebagai tuhan yang mampu membuat apa-apa yang tidak dipahami oleh para nabi dahulu menjadi jelas. Tapi jelas sains itu bukan segalanya. Dia tetaplah hanya alat, alat untuk memahami alam semesta. Sains memiliki kelemahannya sendiri. Kelemahan sains adalah ketidakmampuannya untuk menemukan hal-hal yang di luar pengamatan yang bisa diteliti dengan kaidah sains. Sains hanya akan bisa menjelaskan, menemukan, menggunakan hal-hal yang bisa diamati, diteliti, dibuat percobaannya tapi tidak bisa menyimpulkan lebih dari itu karena keterbatasan metodenya sendiri. Agama mampu melampaui sains dalam hal-hal yang di luar pengamatan sains. Apa yang tidak bisa disimpulkan oleh sains bisa dijelaskan oleh agama. Contoh sederhana adalah tentang nyawa. Kita semua percaya adanya nyawa manusia padahal kita tidak pernah melihat, meraba, atau menyentuhnya. Sains jelas tidak akan mampu menjelaskan apa ‘nyawa’atau ‘ruh’ itu meski mampu meneliti atom yang sangat kecil dan energi yang tidak tampak karena keterbatasannya untuk menelitinya. Sains bisa menjelaskan alam semesta dan sejarah perkembangannya. Sains bisa menjelaskan tentang bintang-bintang yang nun jauh tanpa pernah keluar dan menginjakkan kaki di sana. Tapi sains tetap tidak mampu menjelaskan soal ‘ruh’ yang disampaikan keberadaannya oleh agama.
Betapa pun fanatiknya seseorang terhadap sains dan tidak percayanya seseorang akan agama atau Tuhan dia tetap akan percaya adanya ‘nyawa’ atau ‘ruh’ manusia yang membuat manusia hidup. Dia juga akan percaya bahwa seseorang itu disebut mati karena ‘nyawa’ atau ‘ruh’nya telah pergi. Pertanyaannya adalah darimana dia mempercayai tentang adanya ‘nyawa’ atau ‘ruh’ itu. Sains tidak pernah bicara tentang hal tersebut dan hal tersebut hanya disebutkan oleh agama. Kalau dia menolak kebenaran agama lalu darimana dia bisa mempercayai adanya nyawa manusia? Science doesn’t say anything about our soul.
Saya menulis ini karena tertarik dengan tulisan teman FB, Mustafa Husin Baabad, yang menuliskan gugatannya terhadap agama dan Alquran di FB-nya dengan topic “AL-QUR’AN dan SCIENCE Mana yg harus kita percaya?”. Menurutnya sangat banyak hal yang disampaikan oleh Alquran yang tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan sains dan ilmu pengetahuan. Beliau menyatakan terhimpit oleh perasaannya untuk menerima kitab itu secara apa adanya, sementara di dalamnya terdapat pertentangan dg kebenaran ilmu pengetahuan yg telah ia pelajari. “Kalau saya menerima begitu saja, artinya saya menganggap bahwa Pengetahuan Tuhan hanya setara dg pengetahuan manusia seribu tahun yg lalu. Apakah ini lebih layak di lakukan?”
Menurut saya kebingungan beliau pertama adalah karena menganggap bahwa ayat-ayat dalam Alquran itu adalah representasi pengetahuan Tuhan. Tentu saja tidak. Ayat-ayat itu adalah upaya Tuhan untuk menjelaskan dan mengenalkan ciptaanNya dengan bahasa yang dipahami oleh umat pada saat itu. Tentu saja Tuhan harus menggunakan perangkat bahasa dan pengetahuan yang mudah dipahami oleh umat yang disapaNya. Ada banyak simbol-simbol, analogi-analogi, dan perumpamaan-perumpamaan yang disederhanakan agar umat pada saat itu paham. Simbol, analogi, perumpamaan, yang digunakan saat itu mungkin saat ini sudah tidak relevan dan tidak berterima pada saat ini. Sains mungkin bisa menjelaskan lebih akurat karena sesuai dengan perkembangan zaman. Tapi tidak berarti bahwa ayat-ayat itu salah. Jika penjelasan ayat itu tidak berterima dengan akal kita ya silakan pindah jalur saja ke sains. Kita bisa mengatakan bahwa ayat itu salah JIKA ia diturunkan saat ini dan masih menggunakan symbol, perumpamaan, analogi, yang sudah ketinggalan 14 abad yang lalu. Sebagai contoh, ketika memahami perintah naik haji. “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al Hajj: 27). Apakah kita akan mengatakan apakah Allah tidak tahu bahwa nantinya umat manusia tidak akan jalan kaki dan naik onta lagi kalau naik haji? Kita tentu akan memahami ayat ini dalam konteks situasi dan kondisi ketika ayat itu turun.
Ada banyak hal yang ingin saya jawab dari pertanyaan beliau tapi saya sudahi sekian dulu. Insya Allah saya akan menjawab sedikit dari sekian banyak pertanyaan tersebut. Meski demikian saya sungguh tidak berpretensi bahwa jawaban saya akan bisa diterima oleh beliau atau siapa pun. Saya hanya ingin menyampaikan apa yang ada dalam benak saya juga. Perkara itu memuaskan atau tidak ya silakan saja. Saya sungguh bisa paham mengapa ada banyak orang di zaman ini menganggap Alquran itu sudah ketinggalan zaman atau bahkan bertentangan dengan sains. Jangankan sekarang, bahkan di zaman para nabi pun wahyu yang mereka sampaikan pun juga ditolak dengan berbagai argumen. Padahal ayat itu disampaikan oleh orang yang sangat terpercaya, menggunakan bahasa mereka dan idiom yang mereka pahami, disampaikan dengan lemah lembut, dan umat bisa berkonsultasi jika ada hal yang dirasa tidak sesuai. Toh banyak juga yang menolak. Penolakan dan argumen mereka bisa dibaca di Alquran. Itu pun sudah diketahui oleh Tuhan yang menyatakan bahwa mereka yang menolak akan tetap menolak seandainya pun malaikat diturunkan dan berjalan-jalan di bumi sebagai saksi kebenaran wahyu Tuhan.
Sekian dulu dan mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.
Surabaya, 27 Nopember 2021
Satria Dharma
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com/