
Banyak umat Islam yang mengira bahwa apa yang dilakukan para khalifah Islam di zaman dulu semuanya adalah ajaran agama Islam atau sesuatu yang merupakan tuntunan dalam Alquran dan ajaran Nabi Muhammad. Tentu saja tidak. 😁 Banyak hal yang mereka lakukan merupakan inisiatif pribadi atau berdasarkan tuntutan kebutuhan umat atau keharusan yang mereka lakukan sesuai dengan situasi dan kondisi pada waktu itu. Dalam menghadapi masalah keumatan para sahabat Nabi dulu tidak selalu mengacu kepada Alquran dan Hadist dalam mengambil sebuah keputusan atau tindakan.
Meski para sahabat nabi itu hidup dan bergaul dengan Nabi sehingga tahu betul isi Alquran dan apa yang dititahkan oleh nabi dalam mengambil berbagai keputusan, tapi mereka tidak selalu merujuk kepada Alquran dan apa yang dilakukan oleh Nabi ketika beliau masih hidup. Jika perlu mereka akan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan nalar logis mereka sesuai dengan keadaan dan situasi yang ada MESKI PUN tidak sesuai dengan aturan dalam Alquran dan Hadist.
Contohnya Abu Bakar r.a. ketika menghadapi para pembangkang zakat di zaman kekuasaannya. Beliau memerangi para pembangkang yang tidak mau bayar zakat padahal Nabi tidak pernah melakukan hal tersebut. Di Alquran juga tidak ada ajaran untuk memerangi para pembangkang zakat. Jadi ini murni inisiatif Khalifah Abu Bakar sendiri. Sila baca tulisan saya di sini dan sini untuk lebih lanjutnya.
Jadi boleh kita katakan bahwa memerangi para pembangkang zakat itu adalah kebijakan Khalifah Abu Bakar tapi itu BUKANLAH ajaran Islam. Alquran dan Nabi tidak pernah menyarankan hal ini.Tapi kita juga tidak bisa mengatakan bahwa Khalifah Abu Bakar melanggar aturan agama Islam karena itu juga tidak diatur dalam Alquran. Itu kewenangannya sebagai khalifah pada zaman itu.
Khalifah Umar juga banyak melakukan inisiatif pribadi yang tidak berdasarkan pada apa yang tertulis di Alquran dan juga tidak dilakukan oleh Nabi. Umar melaksanakan hukum agama dengan mengedepankan rasionalitas dan pertimbangan maslahat, karena tujuan ditetapkannya hukum Islam adalah untuk menciptakan maslahat bagi manusia. Maslahat adalah patokan utama Umar dalam menentukan atau menetapkan sebuah hukum. Saking rasionalnya sehingga dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari, Umar pernah mengecup Hajarul Aswad. Kemudiaan dia berkata, “Demi Allah, aku tahu kamu hanyalah sebuah batu. Sekiranya aku tidak melihat sendiri Rasulullah SAW menciummu, pasti aku tak akan menciummu.”
Contoh ijtihad ‘Umar adalah peniadaan hukum potong tangan di zaman paceklik dan tidak membagikan tanah taklukan, padahal hukum keduanya sudah diatur dalam Al-Maidah: 38 dan Al-Anfal: 41. Umar juga menghapuskan aturan pembagian zakat bagi mualaf. Sebelumnya para mualaf dapat pembagian zakat dan termasuk pembagian harta rampasan perang. Tapi di zaman Khalifah Abu Bakar hal tersebut ditentang oleh Umar dan disetujui oleh Khalifah Abu Bakar. Jadi Umar dengan berani melakukan ijtihad pada teks Alquran dengan melakukan kontekstualisasi aturan hukum yang tertera pada Alquran dengan maslahat umat Islam pada masa pemerintahannya dan masa sebelumnya (Rasulullah SAW dan Abu Bakar). Karena situasi dan kondisi umat sudah berubah di zaman Umar maka perlu adanya perubahan pula pada penerapan hukum yang berlaku di zamannya, meski itu berbeda dengan ketetapan yang tertulis secara jelas pada Alquran dan implementasi sunnah yang jelas dan terperinci yang dilakukan oleh Nabi. Sila baca lebih lanjut di sini.
Contoh populer lainnya adalah soal bolehnya umat Islam beristri empat dan memiliki budak pada zaman dulu. Beristri banyak dan memiliki budak adalah hal yang wajar dan normal pada saat itu. Tak ada masyarakat yang menilai punya istri banyak dan memiliki budak sebagai sebuah norma yang buruk atau negatif pada zaman itu. Memiliki istri banyak dan budak justru menunjukkan kekayaan dan kemakmuran. Tapi poligami BUKANLAH sebuah anjuran dalam agama Islam. Dalam kasus tertentu hukumnya justru bisa makruh sampai haram. Aturan poligami dalam ajaran islam sebenarnya adalah upaya pembatasan dari bebasnya memiliki istri sebanyak-banyaknya di masa lampau. Saat ini berpoligami tidak lagi dianggap sebagai suatu hal yang positif dalam masyarakat. Setia dengan satu pasangan dianggap sebagai sebuah hal yang mulia dan ideal saat ini.
Salah satu hal yang perlu kita pahami ketika membaca sejarah Islam dalam soal perampokan atau penyergapan kafilah. Dulu pasukan muslim sering menyergap dan merampok kafilah kaum kafir yang sedang dalam perjalanan. Selain itu juga ada sejarah tentang ekspansi militer yang dilakukan sejak zaman Khalifah Abu Bakar.
Abu Bakar ketika menjadi khalifah melakukan perluasan wilayah kekuasaannya. Tentu saja dengan menyerang daerah-daerah di sekitar kekuasaannya. Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab wilayah pertama yang sukses ditaklukkan adalah Damaskus pada tahun 635 M, dan Yerusalem pada tahun 637 M. dipimpin oleh panglima Khalid bin Walid. Khalifah Usman (644-656 M) juga mengijinkan gubernur-gubernur wilayah untuk meluaskan wilayah mereka secara otonom. Dalam beberapa dekade saja, kekuasaan Islam yang semula hanya di kota Madinah di Hijaz, meluas hingga seluruh Arab, Irak, Syria, Levant, Iran, Mesir, beberapa wilayah di Afrika Utara, bahkan beberapa pulau di Mediterania.
Apakah melakukan penyergapan dan melakukan penaklukan wilayah adalah ajaran agama Islam? Tentu saja tidak. 😁 Jika penaklukan wilayah adalah ajaran agama maka tentunya hal ini akan dilakukan oleh semua umat Islam sampai saat ini. Itu adalah prilaku dan kebiasaan dari para penguasa di zaman itu di seluruh dunia dan bukan hanya dilakukan oleh kekhilafahan Islam. Kekhilafahan Islam hanya mengikuti kebiasaan yang berlaku pada zaman itu.
Jelas sekali bahwa menyergap kafilah yang sedang dalam perjalanan dan menyerbu negara-negara tetangga bukanlah hal yang bisa dilakukan atau bisa dimaklumi saat ini. Menyerbu negara tetangga BUKANLAH ajaran Islam meski pun kita tahu di Alquran diceritakan bahwa Nabi Sulaiman juga melakukan ekspansi ke negara tetangganya dan mengancam Ratu Balqis. Kalau tidak mau datang dan menyerah maka Raja Sulaiman akan menghancurkan kerajaannya. Jelas bukan sebuah sikap yang dibenarkan untuk dilakukan oleh negara mana pun di masa kini. Sekarang kita punya PBB untuk melindungi sebuah negara dari penindasan negara lain (meski dalam banyak peristiwa penindasan dari sebuah negara pada negara lain masih terus terjadi).
Jadi pertanyaannya adalah mengapa pasukan Islam menyergap kafilah kaum Quraisy dan para khalifah menyerang dan menguasai kerajaan-kerajaan lain di masanya?
Jika Anda membaca buku Karen Armstrong “The Lost Art of Scripture”. Maka Anda akan tahu bahwa penyergapan kafilah (atau disebut ghazwah) adalah sebuah kebiasaan lama yang dipandang bermartabat demi mencukupi kebutuhan hidup kala terjadi kesulitan ekonomi di jazirah Arab kala itu. Jadi ini adalah budaya atau kebiasaan orang zaman lalu di masa itu. Menurut Karen Amstrong ghazwah dipandang nyaris seperti olahraga nasional. Bedanya adalah umat muslim menyergap kafilah suku mereka sendiri. Orang Inggris sampai hari ini masih mengagung-agungkan tindakan ‘ghazwah’ yang dilakukan oleh Robinhood dan menganggapnya sebagai pahlawan. Tapi tentu saja tindakan ‘ghazwah’ ala Robinhood ini sudah tidak dibenarkan lagi oleh norma adab dan moral modern di mana kita hidup sekarang. Jadi jangan menilainya dengan standar moral dan nilai-nilai saat ini.
Bagaimana dengan ekspedisi militer Umar r.a dan para khalifah setelahnya? Islam setelah Rasulullah meninggal terancam perpecahan di bawah pemerintahan Abu Bakar. Banyak suku yang tidak mau lagi bersatu dalam Islam di bawah Abu Bakar dengan jalan tidak mau lagi membayar zakat. Abu Bakar sebagai khalifah (pengganti atau penerus Nabi) terpaksa harus memerangi mereka yang berniat untuk memisahkan diri. Dalam dua tahun Khalifah Abu Bakar berhasil memulihkan Pax Islamica setelah berhasil menundukkan para pemberontak tersebut. Umar bin Khattab yang menggantikannya setelahnya (menjabat 634 – 644M) percaya bahwa perdamaian hanya bisa dipelihara jika mereka melancarkan serangan ke luar wilayah dengan melakukan ekspedisi militer. Ekspedisi-ekspedisi militer ini BUKAN perintah agama. Tidak ada isi Alquran yang memerintahkan umat Islam menaklukkan dunia. Motivasi Umar adalah murni ekonomi. (Pembacaan dan Intentio hal 340 – 341). Dulu ghazwah bisa dilakukan tapi sekarang mereka sudah dalam kesatuan Islam sehingga tidak mungkin mereka menyerang sesama muslim. Jadi memperluas wilayah adalah JAWABAN RASIONAL untuk mengembangkan perekonomian umat Islam saat itu. Umar sangat sukses dalam memperluas imperium Islam dengan ekspansi dan ekspedisi militernya. Maka 25 tahun setelah Nabi Muhammad wafat umat muslim mendapati diri mereka menjadi penguasa sebuah imperium besar yang mencakup Mesopotamia, Suriah, Palestina, dan Mesir.
Saat ini umat Islam atau negara Islam jelas tidak bisa lagi meniru Khalifah Umar bin Khattab. Selain bukan merupakan ajaran agama upaya meningkatkan perekonomian umat dan rakyat tidak bisa lagi dilakukan dengan menyerang dan menguasai daerah atau wilayah kekuasaan negara lain. Itu sekarang adalah tindakan yang tidak bermoral dan sangat dikecam oleh dunia. Ada banyak cara untuk meningkatkan perekonomian daerah atau negara. Dan itu terbuka luas bagi siapa saja yang ingin memikirkannya. China adalah sebuah negara raksasa yang berhasil meningkatkan perekonomian negara dan rakyatnya tanpa pernah menghegemoni atau menyerang negara mana pun. Negara-negara Barat yang dulunya menjajah negara lain untuk menguasai ekonominya kini malah tertinggal oleh negara China yang fokus mengembangkan teknologi. Menjajah dan menguasai sumber daya milik negara lain sudah bukan lagi zamannya. Menguasai teknologi adalah jawaban atas solusi untuk penguasaan ekonomi saat ini.
Jadi pertanyaannya adalah apakah umat Islam saat ini ingin unggul seperti saat dulu kekhalifahan Islam menguasai dunia? Jika ingin maka jawabannya sudah tersedia : Kuasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 🙏😁
Selamat Merayakan 100 Tahun Nahdlatul Ulama. 🙏😊
Setelah seratus tahun berdiri apa yang telah kita capai dan apa yang hendak kita capai berikutnya?
Surabaya, 7 Februari 2023
Satria Dharma