
Apakah para sahabat Nabi dulu selalu mengacu kepada Alquran dan Hadist jika mau mengambil sebuah keputusan atau tindakan?
Tidak selalu… Gak mesti, jare arek Suroboyo. 😁
Meski para sahabat nabi itu hidup dan bergaul dengan Nabi sehingga tahu betul isi Alquran dan apa yang dititahkan oleh nabi dalam mengambil berbagai keputusan, tapi mereka tidak selalu merujuk kepada Alquran dan apa yang dilakukan oleh Nabi ketika beliau masih hidup. Jika perlu mereka akan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan nalar logis mereka sesuai dengan keadaan dan situasi yang ada MESKI PUN tidak sesuai dengan aturan dalam Alquran dan Hadist..
Contohnya Abu Bakar r.a.
Ketika beliau menjadi khalifah banyak umat Islam yang membangkang dan tidak mau bayar zakat. Mereka ini sebelumnya bayar zakat karena patuh pada Nabi. Tapi sekarang Nabi telah tiada sehingga mereka merasa sudah tidak ada lagi ikatan dan kewajiban untuk bayar zakat. Jadi mereka menolak untuk membayar zakat pada Abu Bakar.
Abu Bakar melihat ini sebagai sebuah pembangkangan terhadap ajaran Islam. Dan beliau menganggap ini sebagai suatu hal yang membahayakan bagi kesatuan umat Islam. Kalau mereka dibiarkan maka satu demi satu ajaran dan ketentuan dalam agama Islam akan dilepaskan oleh umatnya dan Islam akan tercerai berai dan hanya akan menjadi nama saja. Abu Bakar lalu mengambil tindakan tegas dan menyatakan akan MEMERANGI kelompok-kelompok dan suku yang menolak membayar zakat ini. Umat Islam geger. 😳
Tak kurang dari Umar bin Khattab yang terkejut dengan sikap Abu Bakar ini. Menurutnya sikap Abu Bakar ini terlalu ekstrim. Islam masih belum solid dan tindakan tersebut akan membuat banyak umat Islam akan keluar dari Islam. Lagipula Rasulullah tidak pernah bersikap keras pada mereka yang tidak membayar zakat. Ini sebuah preseden baru yang dikuatirkan akan menggoyahkan ‘kapal’ umat Islam. Ia lalu meminta Abu Bakar utk mengurungkan sikapnya tersebut dan lebih memilih pendekatan yang lebih lunak, demi kesolidan umat Islam yang sedang gonjang-ganjing.
Tapi Abu Bakar bersikeras. Menurutnya sikap tegas dan tanpa kompromi diperlukan dalam situasi yang genting semacam itu. Aturan agama harus ditegakkan dan tidak boleh dikalahkan oleh pembangkangan. Beliau bersikeras dan menolak pandangan Umar r.a. Mereka berdialog dan akhirnya Umar menyetujui sikap Abu Bakar. Beliau bisa memahami pandangan Abu Bakar. Bagaimana pun, keputusan seorang khalifah harus ditaati meski pun sikap tegas dan keras semacam itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. 🙏
Jadi ketika Abu Bakar r.a memutuskan untuk memerangi pembangkang zakat beliau tidak merujuk ke Alquran dan hadist. Tidak ada aturan untuk memerangi pembangkang zakat dan Nabi juga tidak pernah melakukannya. Tapi Abu Bakar sebagai khalifah menganggap bahwa tindakan keras semacam itu perlu dilakukan demi keutuhan dan persatuan umat Islam pada zaman itu.
Sila baca kisahnya di memerangi pembangkang zakat dan hukuman bagi pembangkang.
Begitu juga dengan Umar r.a…
Umar r.a ini bahkan lebih progresif ketimbang Abu Bakar r.a. dan sahabat-sahabat yang lain. Selama mengikuti Nabi Muhammad, Umar kerapkali berpendapat yang berbeda dengan beliau. Kok bisa sahabat berbeda pendapat dengan Nabi? 🤔
Perlu dipahami bahwa dalam memutuskan sesuatu yang penting Nab Muhammad juga mengajak para sahabatnya untuk memberi pendapat. Jadi para sahabat itu tidak pasif dan menurut saja apa kata Rasulullah. Mereka juga memberikan pendapat. Dalam beberapa permasalahan di mana Rasulullah dan para sahabatnya berbeda pendapat ternyata Tuhan justru sering membenarkan Umar. Demikianlah sikap Umar dalam melaksanakan aturan dan perintah agama meski sudah jelas tertera nashnya dalam Alquran dan jelas pelaksanaan sunnahnya oleh Nabi. Setelah Nabi wafat Umar tetaplah beragama dengan mengedepankan rasionalitas dan pertimbangan maslahat, karena tujuan ditetapkannya hukum Islam adalah untuk MENCIPTAKAN MASLAHAT BAGI MANUSIA khususnya umat Islam itu sendiri. Maka penentuan hukum haruslah mempertimbangkan kemaslahatan yang ada. Contoh ijtihad ‘Umar adalah peniadaan hukum potong tangan, menghapus zakat bagi muallaf, dan tidak membagikan tanah taklukan, padahal hukum keduanya sudah diatur dalam Al-Maidah: 38 dan Al-Anfal: 41.. Tapi Umar dengan berani melakukan ijtihad pada teks Alquran dengan melakukan kontekstualisasi ayat dengan maslahat umat Islam pada masa pemerintahannya dan masa sebelumnya (Rasulullah SAW dan Abu Bakar), Karena situasi dan kondisi umat sudah berubah di zaman Umar maka perlu adanya perubahan pula pada penerapan hukum yang berlaku di zamannya, meski itu berbeda dengan ketetapan yang tertulis secara jelas pada Alquran dan implementasi sunnah yang jelas dan terperinci yang dilakukan oleh Nabi.
Umar tidak segan-segan mengubah pelaksanaan hukum yang sudah tertulis dalam Alquran dan hadist dengan menyesuaikan pada situasi dan keadaan yang berlaku pada saat itu. Jika ingin membaca kisahnya sila kunjungi beragama seperti umar.
Jadi jika para ulama menganggap bahwa tindakan Abu Bakar dan Umar dalam mengambil sikap dan keputusan selama menjadi khalifah adalah benar, tepat, dan syar’i, meski pun tidak mengacu pada Alquran dan hadist maka mestinya mereka juga akan menyatakan hal yang sama ketika para khalifah Indonesia mengambil keputusan tanpa merujuk kepada Alquran dan Hadist selama itu untuk kemaslahatan rakyat Indonesia.
Jika Khalifah Abu Bakar dan Umar BISA dan BOLEH mengambil dan menetapkan hukum Islam berdasarkan pemikirannya, atau yang biasa kita sebuat IJTIHAD, tanpa harus meminta pendapat pada tim ulama yang ada pada waktu itu (MUI juga belum ada waktu itu) maka sejak kapan presiden tidak boleh berijtihad sesuai dengan pemikirannya sendiri? 😎
Surabaya, 15 Juni 2022
Satria Dharma