Waktu Myanmar mengikuti timezone GMT +6.5, atau setengah jam lebih lambat dari Waktu Indonesia Barat (WIB) yang berada pada timezone GMT+7. Jadi saya harus dua kali mengubah jam di arloji saya. Di Singapura satu jam lebih cepat dan di Myanmar satu setengah jam lebih lambat.
Hal pertama yang menarik perhatian saya ketika tiba di Bandara Yangon International Airport (dibaca ‘yanggon) adalah banyaknya orang pakai sarung. Apakah mereka ini para santri pondok pesantren Al-Yanguniyah yang sedang menjemput jamaah umrah Myanmar? 😄 Tentu saja bukan. Sarung atau Longyi (bacanya longji) adalah pakaian budaya Myanmar yang mereka pakai di mana saja mereka berada. Semula saya pikir mereka hanya pakai sarung kalau lagi santai, eh ternyata di kantor mereka juga sarungan! Dengan demikian gugurlah pendapat bahwa hanya anak pondok yang sarungan. Lha wong sopir saya, yang bernama U Thein, juga sarungan. Bahkan Dr. Win Myat Aung staf SEAMEO CHAT juga sarungan di kantor. Kayaknya saya perlu juga jalan-jalan di Myanmar pakai sarung biar lebih ‘native’ gitu. 😄
Kalau di Indonesia kaum sarungan adalah identik dengan orang pondok pesantren di sini semua orang baik laki-laki mau pun perempuan sarungan. Sarungan seems to be the most famous fashion in Myanmar. 😊 Satu hal lagi yang saya perhatikan, ternyata kaum sarungan di Myanmar ini juga sama solehnya dengan kaum sarungan di Indonesia. Meski pun mereka beragama Budha ternyata mereka juga salat, dzikir, dan berdoa tapi dengan ritual yang berbeda dengan umat Islam.
Hotel New Golden Former ternyata tidak sebagus yang saya perkirakan. Hotel dan kamarnya kuno dan menurut saya overpriced dengan harga yang saya bayarkan. Tamunya juga sedikit dan waktu sarapan hanya kami dan satu orang lagi tamu. Pantesan Dr Win tanya saya dapat rekomendasi hotel dari mana. Lha wong hotelnya masuk gang dan sepi. 😄
Selesai sarapan kami langsung keluar untuk memulai tur kami. Di luar sudah menunggu U Thein sopir kami utk seharian ini.
Berikut ini adalah tempat-tempat yang kami kunjungi seharian ini.
1.Shwedagon Pagoda
Shwedagon Pagoda adalah semacam masjid agungnya umat Budha di Yangon. Pagoda ini lumayan luas dan sangat indah. Kami sampai takjub dan bersyukur bisa datang dan melihat sendiri pagoda yang sangat indah ini. Meski pun kami telah melihat banyak pagoda yang indah termasuk di Thailand tapi Shwedagon Pagoda yang katanya telah berdiri lebih dari 1.000 tahun ini lebih mengesankan.
Pagoda ini memiliki stupa berlapis emas yang berkilau dimana dikatakan bahwa delapan rambut dari Buddha Gautama diabadikan di pangkalan. Ujung stupanya katanya ditutupi dengan emas 1800 karat dan dihiasi ribuan berlian, batu rubi, safir dan topaz. Kami datang bersama warga lokal yang ingin beribadah dengan khusyuk dan tidak terganggu dengan kedatangan turis macam kami. Saya kagum pada umat Buddha yang sangat saleh ini.
2. Tempat kedua yang kami datangi adalah Maha Bandoola Garden yang terletak di pusat kota. Di tengah taman terdapat sebuah tugu yang bernama The Independence Monument sebagai tugu peringatan kemerdekaan Myanmar di tahun 1948 dari penjajahan Inggris. Di sebelah utara taman ini terdapat Gedung City Hall dan Sule Pagoda. Kami tidak mampir ke City Hall tapi mampir ke Sule Pagoda, pagoda terbesar kedua di Yangon. Di sini kami juga boleh masuk dengan membayar K4000 per orang (di Schwedagon bayar K10.000). Di sini kami melihat para jamaah Budha salat dan berdoa dengan khusyuk dan sama sekali tidak terganggu oleh kehadiran kami dan turis lainnya.
Dalam hati saya sangat kagum dengan toleransi mereka pada umat beragama lain yang datang ke tempat ibadah mereka tanpa mereka merasa terganggu, apalagi merasa ternista karena tempat ibadah mereka dimasuki oleh umat lain. 🙏
3. Tempat ketiga yang kami datangi pagi ini adalah gedung kantor SEAMEO CHAT. Saya tidak tahu tempatnya tapi sopirnya menelpon ke kantor Dr Win dan kesana lah kami meluncur. Di sana kami sdh ditunggu oleh tiga orang staf SEAMEO CHAT YANGON. Di sini saya mempromosikan program Gerakan Literasi Sekolah dan mereka sangat tertarik. Dr. Khin Lay Soe, Deputy Director, Dr. Win Myat Aung, Assistant Director. sangat terkesan dengan program Gerakan Literasi Sekolah yang saya ceritakan dan ingin menerapkannya juga di Myanmar. Mereka akan segera menemui Township Director utk mulai mendiskusikan penerapan program ini katanya. Mereka membuat banyak catatan waktu saya ceritakan soal GLS ini. kunjungan saya ini berkat bantuan Pak Gatot HP Priowirjanto, Director of SEAMEO yang berbasis di Bangkok.
4. Balik ke hotel untuk salat Lohor dan Ashar sekalian lalu lanjut ke Inya Lake dan Kandawgyi Lake. Di dalam Kandawgyi Lake ini terdapat Karaweik Palace, restoran terapung berbentuk perahu yang sangat keren. Kami makan siang di resto yang luas tersebut dihibur oleh pemain musik tradisional tunggal. Kami pesan bermacam-macam makanan dan ternyata semua enak. Yang menarik adalah ayam gorengnya yang persis dengan menu Ayam Tangkap Aceh lengkap dengan sayuran krispinya tsb. Meski tampak mewah ternyata harga makanan di sini cukup murah untuk ukuran kami. Lha wong makan berdua cuma habis kurang dari K200 (hitungannya 1 Kyat, dibaca ‘cet’, itu Rp. 10,-)
5. Puas makan siang (yang tidak bisa kami habiskan karena jumlah dan porsi pesanan kami cukup besar) kami meluncur ke Bogyoke Aung San Market (bacanya ‘Bojok’). Ini adalah pasar tradisional paling besar tempat membeli berbagai macam suvenir dan oleh-oleh. Sebetulnya saya sudah bilang pada istri saya agar kunjungan ke pasar ini jangan hari ini tapi nanti sepulang dari Mandalay. Toh kami masih punya satu hari penuh di Yangon sebelum balik ke Jakarta. Tapi istri saya sudah kebelet pingin belanja longyi (dibaca ‘longji) dan tidak bisa dicegah lagi. 😄 Akhirnya kami meluncur ke sana dan berakhir dengan istri saya memborong sepuluh longyi. Ini tentu akan membuat koper kami menjadi lebih berat waktu kami bawa ke Mandalay nanti malam. But my wife is the boss and the boss is always right. So better say nothing. 😉
6. Dari Bogyoke Aung San Market kami meluncur ke Yangon National Musium. Kami tiba di sana pukul 4 sore. Sayang sekali musium ini akan tutup 30 menit lagi. Padahal karcisnya lumayan mahal. Petugasnya juga menganjurkan agar kami datang besok saja. Akhirnya kami balik badan dan mampir ke Taw Win Center Mall untuk ngopi-ngopi.
7. Sebetulnya tujuan kami hari ini tinggal satu yaitu Sakura Tower sebelum kami menuju ke Aung Mingalar Station untuk naik bis ke Mandalay. Tapi kami batalkan karena waktu kami sudah mendekati Maghrib dan saya ingin mampir ke salah satu masjid di Yangon.
Semula saya ingin ke Masjid Indonesia yang berada di dalam kompleks Indonesia International School. Tapi ternyata kompleks tersebut tutup dan kami tidak bisa masuk. Akhirnya kami menuju ke sebuah masjid dekat daerah tersebut. Saya lupa namanya tapi tampaknya masjid orang India atau Pakistan.
Setelah salah Maghrib dan Isya sekalian kami kemudian menuju ke Aung Mingalar Bus Station yang lumayan jauh jaraknya.
Bis malam kami namanya JJ Express dan akan berangkat jam 9:30 nanti malam.
Begitulah perjalanan kami hari ini. Besok pagi kami akan sampai di Mandalay pagi sekali. Doakan semoga kami bisa tidur nyenyak di bis dan sampai dengan selamat di Mandalay.
Yangon, 13 Maret 2018