Akhirnya yang saya kuatirkan terjadi juga…! Akibat terlalu banyak dicekoki oleh berita bohong dan fitnah akhirnya masyarakat tidak bisa lagi membedakan mana berita yang benar dan mana yang bohong. Bukan lagi mereka tidak bisa membedakan, mereka bahkan sudah tidak peduli lagi mana berita yang benar dan mana yang bohong. Masyarakat akhirnya mengonsumsi berita yang mereka sukai saja dan anggap itu sebagai berita benar. Sebuah era post-truth yang benar-benar merusak tatanan masyarakat. Lebih celaka lagi adalah bahwa para pelaku pembuat dan penyebar berita bohong ini bukan hanya orang-orang yang tidak terdidik tapi bahkan dilakukan dengan sukarela oleh orang-orang yang bahkan bergelar doktor (dan dokter).
Itulah sebabnya Tuhan sangat melarang kita untuk menyebarkan berita bohong. Dalam istilah Alquran, berita hoax tersebut disebut dengan kata‘Fahisyah’ sebagaimana penegasan Alquran surah an-Nur ayat ke-19, yaitu sesuatu yang teramat keji dan bahkan terbilang dosa besar. Mengutip hadis Rasul tentang bahaya hoax dari riwayat Bukhari. Hadis tersebut berbunyi : “Maukah kalian aku beritahu tentang sebesar-besar dosa besar? Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka pada kedua orang tua. Ketahuilah juga, termasuk perkataan/persaksian dusta/palsu.” Ini menunjukkan bahwa dosa penyebar hoax berada sedikit di bawah dosa syirik. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas mengatakan, “Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta apabila dia mengatakan semua yang didengar.” (HR. Muslim no.7)
Tapi anehnya umat Islam seolah lupa akan larangan Tuhan tersebut dan dengan sukarela mendaftar sebagai PENYEBAR berita bohong. “Kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.Padahal dia pada sisi Allah adalah besar”. [An Nur : 15]. Apakah kita benar-benar sudah tidak takut lagi pada ancaman Tuhan dalam hal menyebarkan berita bohong ini dan dengan sukarela menyerahkan diri kita untuk menjadi bahan bakar di neraka nanti? Naudzubillahi min dzalik…
Marilah kita bersama-sama mulai MEMERANGI BERITA BOHONG. Janganlah lagi kita saking bersemangatnya membela salah satu paslon capres sehingga tidak lagi peduli apakah berita yang kita sebarkan itu benar atau salah dan yang penting menguntungkan paslon pilihan kita.
Selain membuat masyarakat tidak bisa lagi memilah mana berita yang benar dan mana yang bohong, penyebaran hoax juga membuat masyarakat cenderung berimajinasi dan membuat ilusi-ilusinya sendiri. Setelah itu mereka menganggap bahwa apa yang mereka imajinasikan atau asumsikan tersebut sebagai kebenaran yang harus mereka sebarluaskan. Pada akhirnya mereka menjadi PEMBUAT SEKALIGUS PENYEBAR HOAX.
Sebagai contoh mari kita lihat soal rencana sosialisasi visi dan misi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang pada akhirnya tidak akan difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum ( KPU). Ketua KPU Arief Budiman mengatakan penyampaikan visi-misi tidak difasilitasi karena adanya keinginan yang berbeda dari tim pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Nantinya, KPU membebaskan waktu sosialisasi kepada timses pasangan calon. KPU tidak membatasi durasi sosialisasi tersebut. Keputusan tersebut diambil berdasar KESEPAKATAN antara KPU dengan tim kampanye pasangan calon melalui rapat bersama yang digelar pada Jumat (4/1/2019) malam. Sosialisasi tetap akan dilakukan, tetapi oleh masing-masing tim kampanye kata Ketua KPU Arief Budiman.
Keputusan ini diambil karena KPU kesulitan jika harus memfasilitasi keinginan kedua tim kampanye yang berbeda-beda. Arief mengatakan, dalam beberapa kali rapat, pembahasan mengenai rencana sosialisasi visi misi capres-cawapres tidak juga menemui titik terang. Ada hal-hal yang tak berujung pada kesepakatan antara kedua tim kampanye, baik waktu penyelenggaraan maupun pihak yang akan menyampaikan sosialisasi. Jadi jelas sekali bahwa menurut Arief, penyelenggaraan debat kali ini didasarkan pada usul dan hasil kesepakatan bersama antara KPU, tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Kesepakatan itu tidak terbatas pada mekanisme debat, melainkan juga penentuan moderator dan panelis, hingga format debat. Semua yang diputuskan harus berdasarkan kesepakatan masing-masing paslon. Jadi jika acara ini dilaksanakan atau dibatalkan maka itu berdasarkan KESEPAKATAN atau KETIDAKSEPAKATAN kedua belah pihak.
Tapi oleh orang-orang tertentu hal ini diisukannya bahwa ada pihak yang TAKUT sehingga berusaha untuk membatalkan acara ini. Tentu saja ini adalah imajinasi mereka sendiri yang kemudian mereka kembangkan menjadi sebuah kebohongan yang ditiup-tiupkan pada masyarakat awam. Mereka ini tidak mau tahu bahwa acara ini haruslah berdasarkan KESEPAKATAN. Kesepakatan itu seperti jual dan beli. Jika tidak terjadi kesepakatan soal apa barang yang dijual dan dibeli, berapa jumlahnya, berapa harganya, bagaimana mekanisme pembayarannya, dll maka tidak terjadi kesepakatan alias proses jual dan beli tidak terlaksana. Tidak boleh ada paksaan dalam hal jual dan beli. Si penjual tidak boleh memaksa orang harus membeli dagangannya dan si pembeli tidak boleh memaksa si penjual untuk melepas barangnya dengan harga semau si pembeli. Apakah jika tidak terjadi kesepakatan jual beli maka pihak penjual atau pembeli akan disalahkan?
Bagaimana dengan soal daftar pertanyaan yang diberikan lebih dahulu oleh KPU? Ada sementara orang yang berimajinasi bahwa debat ini seperti UJIAN SEKOLAH di mana soal-soalnya harus dirahasiakan, dijaga ketat oleh polisi, dan baru dibuka pada saat acara debat. Mereka berilusi bahwa acara debat ini adalah UJIAN bagi capres dan cawapres di mana nantinya jawabannya akan dinilai oleh panitia dan capres dan cawapres yang memperoleh nilai yang paling tinggilah nantinya yang akan dinobatkan menjadi presiden dan wakil presiden.
Oleh sebab itu tidak fair jika soal debat ini ‘dibocorkan’ lebih dahulu. Lha wong soal UN SD saja dijaga ketat begitu mosok ‘soal ujian jadi capres dan cawapres’ malah dibocorkan. Tentu saja itu menggelikan dan sekaligus menyedihkan. Saya tidak tahu bagaimana orang ini bisa berkesimpulan demikian karena setahu saya kalau dia pernah kuliah maka dia akan tahu bahwa yang namanya ujian atau quiz pun bentuknya bisa macam-macam dan bukan hanya berbentuk ujian lisan. Salah seorang dosen Linguistic saya almarhum (semoga Allah menerima beliau di sisiNya) bahkan telah memberikan soal ujiannya SEBELUM perkuliahannya dimulai. Jadi sebelum memulai perkuliahan pada sesi pertama pertemuannya beliau telah menuliskan soal ujian yang harus kami jawab pada akhir perkuliahan. Silakan cari jawabannya selama perkuliahan beliau atau dari buku referensi yang beliau rekomendasikan untuk kami baca. Ini membuat kami harus selalu hadir dan memberikan perhatian penuh pada waktu kuliah beliau justru karena kami sudah tahu lebih dahulu soal ujiannya. Apakah soal ujian yang sudah diberikan bahkan sebelum perkuliahan membuatnya lebih mudah dijawab dan semua mahasiswa tinggal melenggang? Tentu saja tidak. Itu adalah soal ujian yang paling menantang saya selama menjadi mahasiswa dulu.
Jadi jika kedua paslon akan terlebih dulu menerima daftar pertanyaan yang akan diajukan panelis itu juga berdasarkan persetujuan kedua tim sukses. Mengapa harus disampaikan lebih dahulu dan bukan kayak soal UN SD? Itu karena KPU menganggap inti utama dari debat, yakni pada segi penyampaian gagasan. KPU tak ingin membuat debat seperti acara kuis yang berisi tebak-tebakan karena bisa melenceng dari substansinya. “Dengan demikian, yang dikedepankan adalah penyampaian gagasannya, bukan pertunjukan atau shownya,” kata Pramono dari KPU. “Meski demikian soal-soal yang diberikan tidak sepenuhnya terbuka. KPU mengkombinasikan metode setengah terbuka dan tertutup,” ujarnya.
Soal debat ini Jokowi sudah pernah berhadapan dengan Prabowo pada pilpres yang lalu. Ini hanya pengulangan dengan cawapres yang berbeda. Dulu juga sudah ada acara debat dengan hasil yang sama-sama kita ketahui. Dulu itu Anies Baswedan ikut timnya Jokowi dan Machfud MD ikut Prabowo. Sekarang mereka berbalik dan ikut tim yang berbeda.
Apakah hal ini akan menyebabkan debat ini menjadi tidak berbobot? Silakan menilainya nanti setelah acara ini berlangsung. Tapi tolong jangan membuat fitnah seolah KESEPAKATAN (atau KETIDAKSEPAKATAN) yang terjadi adalah karena KPU membela salah satu paslon. Itu sungguh tuduhan yang keji.
Surabaya, 7 Januari 2018
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com