
Dear all teman-teman saya pengamat pendidikan (dan khususnya yang sedang menjabat di Kemdikbud),
Apakah Anda mendapat tembusan Surat Terbuka atau pernah membaca FB dari Andri Kristian? (Suratnya saya sertakan di bawah tulisan saya ini). Andri Kristian ini adalah guru honorer di Wamena Papua dan telah mengajar di sana selama 4 tahun. Beberapa hari yang lalu ia mengirim Surat Terbuka kepada Presiden dan Mendikbud. Ia prihatin denganIndeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) di Kabupaten Nduga, Papua, yang terendah di seluruh Indonesia. Nilai IIUN terendah itu kira-kira artinya ‘yang paling tidak jujur dalam mengerjakan UN’ di seluruh Indonesia.
Bagaimanakah praktik UN yang paling tidak jujur itu? Berkat pengamatan dan laporan Andri Kristian sekarang kita tahu bagaimana praktik UN yang paling tidak jujur itu (Ah! Sebetulnya kita sudah tahu banyak praktik pelaksanaan UN yang tidak jujur itu. Ini hanya pengulangan yang rutin dilakukan setiap tahun). Caranya: Siswa hanya disuruh tulis nama, tulis nomor peserta, tulis tanggal lahir sampai tanda tangan tanpa menghitamkan kolom lembar Jawaban Ujian Nasional, setelah itu dirobek, lalu langsung dikumpulkan dan lembar jawaban diganti yang baru berupa kopi, lembar jawaban yang asli pun sudah ada tanda tulisan pensil berupa kode pada halaman depannya/halaman depan lembar soalnya. Jadi siswa sebenarnya tidak mengerjakan soal UN sama sekali. Semua pihak yang terkait di sekolah bersepakat untuk bersandiwara untuk mengakali UN ini.
Apakah benar hanya di Kabupaten Nduga praktik ini dilakukan? Tentu saja tidak. Actually it’s no news at all. Berita basi. Banyak daerah lain yang melakukan praktik yang sama atau serupa di mana siswa tidak mengerjakan soal UN dan jawabannya dikerjakan oleh semacam “Tim Sukses UN”. Bahkan di Jawa pun kecurangan UN adalah hal rutin belaka. Itulah sebabnya tingkat IIUN tertinggi di Indonesia diraih oleh Propinsi Jogyakarta di mana kelompok IPA Yogyakarta meraih skor 78,36 poin dan kelompok IPS meraih skor 78,21 poin. Dengan skor tersebut kita tahu bahwa masih 20% lebih siswa atau sekolah di Prop. Jogyakarta (yang katanya paling jujur itu) yang melakukan praktik curang dalam UN seperti yang disampaikan oleh Anies Baswedan sendiri. “Mengukur kecurangan itu lebih mudah dibandingkan mengukur kejujuran. Ketika ada nilai IIUN 80 artinya 20 persen siswa di sekolah tersebut menunjukkan pola kecurangan saat ujian,” terangnya. http://news.okezone.com/read/2016/05/11/65/1385760/siswa-yogyakarta-paling-jujur-saat-un-sma
Apa artinya “Siswa Jogya paling jujur saat ujian SMA”? Itu artinya siswa Jogya paling jujur di antara semua yang kurang jujur alias curang. Apakah ada sekolah yang BENAR-BENAR JUJUR dalam melaksanakan ujian nasionalnya di Indonesia ini? Sayangnya ternyata TIDAK ADA. Itu kalau melihat IIUN yang dirilis oleh Kemdikbud lho…! Kemdikbud baru-baru ini merilis 10 sekolah yang memiliki IIUN tertinggi di mana peringkat tertinggi adalah SMPN 1 Kota Magelang, Jawa Tengah (97,12). Artinya sekolah yang paling jujur di Indonesia pun masih terindikasi ‘tidak jujur’ sebesar 2,88 poin.http://igszone.blogspot.co.id/2015/06/indeks-integritas-ujian-nasional-tahun.html
Kembali ke Kabupaten Nduga. Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, meraih nilai terendah pada hasil IIUN se-Indonesia, yakni sekitar 18,40 dengan rata-rata nasional 63,26. Ini artinya masih ada 18,40 persen sekolah/siswa di Kab. Nduga yang jujur di antara rata-rata 36,74 persen siswa di seluruh Indonesia yang tidak jujur. Itu artinya SEPERTIGA LEBIH PESERTA UN TIDAK JUJUR…!
Saya sebetulnya sudah sangat bosan dan mblenger bicara soal UN ini. Tulisan dan kritik kita sudah setumpuk dan bahkan saya mengeluarkan semacam FAQ tentang UN ini di https://satriadharma.com2009/12/26/tanya-jawab-tentang-ujian-nasional/. Tapi membaca Surat Terbuka dari Andri Kristian ini membuat saya terpaksa harus menulis lagi, utamanya untuk teman-teman saya yang sekarang berada di Kemdikbud (Mas Anies Baswedan adalah salah satu teman yang sangat saya hormati di Kemdikbud).
Saya mau katakan bahwa Pemerintah melalui Kemdikbud telah mendorong bangsa Indonesia untuk terus menerus melakukan kecurangan, ketidakjujuran, sandiwara menjijikkan, dengan Ujian Nasionalnya ini FOR NOTHING…! Apa sih sebenarnya yang begitu prinsip, begitu ideologis, dan begitu kita berhalakan dengan Ujian Nasional yang membuat kita HARUS MELAKUKAN UN DENGAN RESIKO APA PUN…?! Padahal kita tahu bahwa para pemangku kepentingan pendidikan di banyak daerah harus melakukan kecurangan secara massif, terstruktur, sistematis untuk mengakalinya. Sedemikian pentingnya dan vitalnyakah UN ini sehingga kita menutup mata bahwa memang ada propinsi, kota, kabupaten, sekolah, siswa, yang memang TIDAK PERLU DAN TIDAK LAYAK untuk ikut UN ini. Mengapa kita harus MEMAKSAKAN sebuah sistem evaluasi yang sama sekali TIDAK TERBUKTI MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN sehingga membuat banyak kabupaten-kabupaten yang harus melakukan kecurangan yang sistematis, terstruktur, dan massif hanya agar NAMPAK LAYAK DAN BERHARGA untuk ikut UN?
UN yang Computer Based Test (CBT) dianggap ampuh untuk membuat para siswa dan sekolah untuk berlaku jujur dalam UN. Itu sebabnya semua daerah didorong untuk melakukan UN CBT. Saat ini baru kota Surabaya (diantara 500 lebih kota dan kabupaten di seluruh Indonesia) yang sepenuhnya mampu melaksanakan UN CBT dengan berbagai kesulitan (menurut Anda berapa tahun lagi semua daerah di Indonesia bisa punya listrik dan sekolahnya punya komputer?). Kemdikbud akan habis-habisan mendorong semua daerah melakukan UN CBT agar UN ini jujur. Jadi Kemdikbud akan mengerahkan semua daya dan upayanya agar UN ini dilakukan dengan CBT karena hanya UN CBT yang bisa menjamin UN dilaksanakan dengan jujur. Katanya….! Padahal terbukti soal tetap bocor sebelumnya sehingga soal UN CBT sebenarnya sudah tidak rahasia lagi. https://www.change.org/p/soal-un-tersebar-revisi-pertimbangan-un-untuk-snmptn-2016
Jadi setiap tahun Kemdikbud akan mengerahkan semua daya dan upayanya untuk membuat UN ini jujur. Nilai IIUN dianggap jauh lebih penting ketimbang nilai UN-nya itu sendiri. Tahun ini nilai IIUN naik sehingga nilai UN secara nasional turun. Dan ini nampaknya membuat Kemdikbud terhibur. Terhibur…?! Nilai UN turun tapi kan nilai kejujuran siswa meningkat. Begitu kira-kira hiburannya. Kemdikbud juga akan mengajak semua daerah untuk jujur dan jujur…. Sekarang kita melihat tiba-tiba tujuan UN ini berbelok menuju UPAYA UNTUK MEMBUAT SISWA DAN SEKOLAH JUJUR.
Pertanyaannya: UNTUK APA ITU SEMUA (and for what cost)?
– Untuk peningkatan mutu pendidikan yang lebih baik?
– Agar bangsa Indonesia belajar jujur?
– Agar Kemdikbud memiliki peta mutu pendidikan semua daerah di Indonesia (yang akan digunakan entah untuk apa)?
– Agar siswa Indonesia punya arah dan tujuan dalam belajar di sekolah?
– Apa kira-kira…?!
UN jelas bukan sebuah piranti untuk meningkatkan mutu pendidikan. Jadi lupakan saja ilusi tersebut. UN yang jujur juga TIDAK AKAN MUNGKIN TERCAPAI meski pun ganti mentri sepuluh kali dengan situasi seperti ini. Mutu pendidikan di banyak daerah memang sangat parah rendahnya sehingga memang tidak layak diikutkan dalam ujian yang berstandar nasional. Tidak ada gunanya mengukur kemampuan siswa dengan ujian yang bersifat nasional dengan kapasitas pendidikan mereka yang begitu njomplang dengan apa yang diujikan secara nasional. Dan tidak ada satu pun pejabat daerah yang mau ‘dipermalukan’dengan hasil ujian yang begitu rendah kalau mereka jujur.
Jadi mengakali UN menjadi sebuah keniscayaan bagi daerah-daerah tersebut. Jadi berhentilah ‘menasionalkan’ ujian yang tidak jelas benar manfaatnya itu. Untuk apa kita mendorong daerah-daerah tersebut untuk berprilaku curang…?! Percayalah bahwa UN CBT juga TIDAK AKAN MAMPU membuat mereka berlaku jujur karena ini menyangkut ‘hidup dan mati’nya nama sebuah daerah. Seandainya pun telah tersedia listrik dan komputer di semua daerah di seluruh Indonesia (entah kapan dan berapa kali ganti presiden lagi) mereka akan tetap berupaya untuk mengakali UN selama mereka merasa bahwa mutu pendidikan di daerahnya masih jauh njomplang dibandingkan mutu pendidikan di Propinsi Jogya, umpamanya. Kita mendorong mereka untuk melakukan kecurangan.
Mbok ya tidak usah mereka diikutkan Ujian Nasional ini dan mari kita bantu mereka untuk fokus pada peningkatan proses pendidikannya saja. Dengan demikian mereka tidak perlu menderita penyakit MALU UN sehingga harus berlaku curang. Jika memang kejujuran yang hendak kita capai maka SEHARUSNYA upaya peningkatan mutu proses pendidikan yang kita dorong dan bukan dengan mengujinya berlaku jujur atau tidak dengan resiko yang tidak bisa mereka tanggung. Ajari dulu dengan sungguh-sungguh agar mereka mampu dan patut berlaku jujur sebelum diuji sikap jujurnya.
Saya punya usul untuk UN ini. Tapi tentu saja Kemdikbud tidak membutuhkan usul dari saya. Ada ratusan master dan doktor di Disdik dan Kemdikbud yang akan mampu memberikan solusi cemerlang JIKA mereka diberi kesempatan untuk berpikir OUT OF THE BOX dan tidak sekedar menjadi birokrat atau pelaksana yang melaksanakan tugas tanpa boleh mengemukakan pendapat secara bebas dan akademik.
Jadi saya hanya akan mengusulkan ini pada teman-teman baik saya di Kemdikbud. Minimal cobalah Kemdikbud mengundang lagi orang-orang yang memiliki keprihatinan yang sama tentang UN ini dan mari dengarkan, benar-benar dengarkan, pikirkan, dan lakukan apa yang terbaik bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang memang mutu pendidikannya rendah atau sangat rendah. Percayalah, Indonesia tidak akan tenggelam meski pun tidak ada UN (bahkan mungkin akan menguntungkan dan bermanfaat bagi daerah-daerah tertentu). Siapa tahu justru atmosfir pendidikan di daerah tersebut menjadi lebih bergairah dan menyenangkan jika UN dihapuskan ketimbang ada UN. Saya yakin kita bisa mencari bentuk yang lebih baik daripada sekedar ide IIUN dan UN CBT tersebut.
Mari kita coba…!
Surabaya, 20 Mei 2016
Satria Dharma
Dewan Pembina Ikatan Guru Indonesia (IGI)
NB: Saya tidak pernah meminta agar tulisan saya disebarluaskan selama ini. Tapi kali ini saya berharap Anda mau menyebarluaskannya ke komunitas Anda agar suaranya lebih nyaring. Terima kasih atas kesediaan Anda.
SURAT TERBUKA ANDRI KRISTIAN
SURAT TERBUKA untuk
1. Kepada yang terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia, bapak Joko Widodo
2. Kepada yang terhormat bapak Menteri Pendidikan & Kebudayaan / Pendidikan Dasar & Menengah, bapak Anies Baswedan.SUNGGUH MIRIS, HASIL UJIAN NASIONAL 2015-2016 tingkat SMA sudah keluar dan diumumkan hasilnya, dimana Indeks Integritas Ujian Nasional atau Indeks Kejujuran di Kabupaten Nduga adalah yang terendah.
9-12 Mei 2016 adalah Jadwal Ujian Nasional di tingkat Nasional SMP, termasuk Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, terjadi di SMP NEGERI Mbua ternyata hanya diadakan selama 2 hari yaitu 9-10 Mei 2016, Siswa hanya disuruh tulis nama, tulis nomor peserta, tulis tanggal lahir sampai tanda tangan tanpa menghitamkan kolom lembar Jawaban Ujian Nasional, setelah itu dirobek, lalu langsung dikumpulkan dan lembar jawaban diganti yang baru berupa copyan, lembar jawaban yang asli pun sudah ada tanda tulisan pensil berupa kode pada halaman depannya/halaman depan lembar soalnya. Bagaimana Pemimpin-pemimpin berintegritas bisa lahir kalau model pendidikannya seperti ini? Dimana nilai moral dilupakan tidak dijunjung….. Dimana tugas Pengawas Ujian Nasional PEMDA NDUGA kalau begitu? Apa fungsinya? Padahal pengawas Ujian Nasional dari PEMDA NDUGA juga datang, bayangkan…..ngeri sekali.
“Kerja sama terorganisasi yang telah dilakukan sejumlah pihak saat Ujian Nasional yang lalu (tingkat SMA)….” demikian kata bapak Anies Baswedan benar-benar saya respon secara positif, karena memang itulah yang terjadi, bahkan mungkin sejak puluhan tahun lalu di Papua. Siapa yang bertanggung jawab kalau begitu kalau terus menerus dibiarkan?
Salah satu kabupaten di Provinsi Papua meraih nilai indeks integritas ujian nasional (IIUN) terenda di Indonesia. Data dari paporan hasil ujian nasional menyebutkan Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, meraih nilai terendah pada hasil IIUN se-Indonesia, yakni sekitar 18,40 dengan rata-rata nasional 63,26.
Pada pelaksanaan ujian nasional (UN) tingkat SMA sederajat tersebut, urutan kedua terendah ditempati Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku, dengan mendapatkan nilai 19,60. Di posisi ketiga terendah adalah Kabupaten Yalimo, Provinsi Papua, dengan nilai 19,97.
Pada pelaksanaan UN tahun ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mulai memberlakukan kebijakan dengan menerapkan indeks integritas ujian nasional (IIUN). Indeks ini diterapkan untuk melihat tingkat kejujuran sejumlah sekolah pada pelaksanaan UN.
Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, ada dua komponen yang dilihat saat menetapkan IIUN pada sekolah yaitu, kerjasama antarsiswa saat pelaksanaan UN dan kerjasama terorganisasi yang dilakukan sejumlah pihak saat UN beberapa waktu lalu. hasil IIUN berguna untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan segi akademis, tetapi juga karakter, terutama kejujuran.
KENAPA Kabupaten Nduga di Papua integritasnya yang paling rendah? Karena Ujian Nasional yang mengerjakan adalah para gurunya bahkan para pengawas yang dikirim PEMDA pun sama sekali tidak melaksanakan tugasnya, seolah-olah ada mandat dari ketua Panitia UN , bahkan amplop pengembalian lembar jawaban tersebut tidak disegel ketika dikembalikan ke Panitia Ujian Nasional, sehingga besar kemungkinan Panitia Ujian Nasional setempat juga mengerjakan Ujian Nasional.
Saya Andri Kristian sudah 4 tahun mengabdi di Mbua sebagai guru relawan mengetahui hal ini. Jadi apa yang dikatakan bapak Anies Baswedan sangat benar, kejahatan yang terorganisir dan ada MAFIA PENDIDIKAN di PAPUA. Ini perlu ditanggapi oleh banyak pihak. QUO VADIS PENDIDIKAN? QUO VADIS GENERASI PAPUA PEDALAMAN khususnya pegunungan tengah. Tanggapan dari guru-guru senior bahkan semua pemerhati pendidikan yang pernah bekerja di Papua Pedalaman sangat ditunggu juga para siswa Papua. Terima kasih.
KAWAL PENDIDIKAN dan UJIAN NASIONAL
Kira-kira apa yang bisa bapak Presiden & bapak Menteri Pendidikan Dasar & Menengah dalam menghadapi kasus di Pegunungan Tengah Papua mengenai pendidikan, khususnya masalah yang terjadi di Distrik Mbua, kabupaten Nduga? Mohon kita cari solusinya bersama-sama.
Pendidikan yang jujur melahirkan pemimpin yang jujur berintegritas.
Pendidikan yang kacau dan penuh manipulasi biasanya menghasilkan pemimpin korup secara moral, materil maupun spirituil.Nduga membutuhkan perhatian banyak pihak.
Kalau bapak Presiden Republik Indonesia memang sangat mengasihi Papua mohon bertindak tegas dalam hal ini. Demikian pula dengan bapak Menteri Pendidikan Dasar & Menengah, harus Serius – Tegas – Berani menghadapi hal ini, karena masalah pendidikan di Pegunungan Tengah Papua bagaikan mengurai benang kusut, kalau dibiarkan maka bapak Presiden dan bapak Menteri Pendidikan Dasar & Menengah tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di Papua khususnya wilayah pegunungan tengah, karena hal ini sudah terjadi berlarut-larut bahkan puluhan tahun tetapi tidak pernah ada tanggapan dan perubahan setiap pergantian Presiden atau Pemimpin, mari, Jangan Tutup Mata, buka hati dan telinga, Selidiki.
Puluhan tahun kecurangan Ujian Nasional terjadi sampai sekarang dan tidak ada yang berani berbicara, untuk perubahan memang diperlukan pengorbanan, saya siap dibenci oleh banyak kalangan dan berbagai pihak karena membuka masalah kekacauan pendidikan Nasional di Papua Pedalaman, ataukah pendidikan nasional tidak cocok diterapkan di Papua? atau perlu pelatihan guru-guru lokal setiap libur sekolah? ataukah perlu meneliti lingusitik setiap bahasa di Papua dan membuatkan pelajaran dalam bahasa daerah Papua? Ini menjadi tugas berat dan perhatian serius, bagi para guru yang akan dan mau mengajar di Papua, bagi pengamat Pendidikan, bagi praktisi pendidikan, bagi relawan pengajar bahkan secara khusus bagi Menteri Pendidikan Dasar & Menengah, bapak Anies Baswedan beserta jajaran staffnya serta bagi Kementerian Pendidikan Nasional itu sendiri, mari kita bersinergi dan berkolaborasi dengan seluruh lembaga/Yayasan yang memiliki kepedulian atas Papua Pedalaman Pegunungan Tengah, demi kemajuan bersama bangsa ini.
Mohon tanggapan dari berbagai pihak, Kementerian dan Dinas yang terkait dan juga bapak Presiden Republik Indonesia, mau dibawa kemana pendidikan nasional di Papua khususnya daerah Pegunungan Tengah. Mohon keseriusan dari semua pihak. Terima kasih.
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com