Ujian Nasional kita sungguh luar biasa daya rusaknya…!Sudah sepuluh tahun lamanya ia tidak henti-hentinya dicurangi dan membuat semua daerah di seluruh Indonesia berlaku tidak jujur agar bisa memperoleh nilai dan lulus. Hal ini sungguh membuat para tokoh nasional gemas, berang, dan akhirnya bersatu mengambil sikap. Sadar bahwa menuntut Ujian Nasional dihentikan adalah hampir tidak mungkin karena seolah UN ini dilindungi oleh sebuah kekuatan gaib yang sangat kuat yang melingkupinya, maka para tokoh nasional ini kemudian menggalang kekuatan dan membuat sebuah petisi. Nama petisinya adalah “M. Nuh, hapuskan UN sebagai syarat kelulusan!” Sedikit unik untuk nama sebuah petisi. Tapi tidak penting benar nama petisinya yang penting adalah apa tuntutannya dan siapa yang menandatanganinya. Peluncuran petisi menuntut Reposisi Ujian Nasional ini dilaksanakan pada hari Minggu, 25 November 2012.
“ Sudah saatnya kita menggugat bersama-sama tentang posisi Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan yang tak membawa manfaat apapun pada pembelajaran..”
Demikian salah satu kalimat dalam petisi tersebut. Petisi lengkapnya bisa dibaca di https://www.change.org/p/m-nuh-hapuskan-un-sebagai-syarat-kelulusan Mereka menganggap bahwa karena Ujian Nasional dijadikan sebagai syarat kelulusan maka akhirnya semua daerah berbondong-bondong mencurangi UN tersebut selama 10 tahun berlangsung. Tak ada siswa yang tidak ingin lulus. Tak ada sekolah yang ingin siswanya tidak lulus. Tak ada kepala daerah yang bersedia jika sekolahnya tidak lulus. Kalau tidak bisa lulus dengan jujur maka terpaksalah diambil jalan tidak jujur agar bisa lulus. Mengenaskan memang tapi itulah faktanya.
Jadi harus ada sebuah petisi untuk … minimal menghapuskan fungsi UN sebagai syarat kelulusan.
“Sudah saatnya kita menuntut, M. Nuh, hapuskan UN sebagai syarat kelulusan! Jadikan UN sebagai pemetaan kualitas pendidikan yang mencandra spektrum kemampuan anak yang lebih luas, kembalikan kewenangan menuntukan kelulusan kepada guru dan sekolah sesuai amanat UU Sisdiknas 20/2003, serta berfokuslah pada peningkatan standar layanan pendidikan! Karena itulah tugas pemerintah yang sesungguhnya.”
Demikian tuntutan mereka dengan gagah.
Siapa sajakah yang ikut menandatangani petisi ini? Beberapa tokoh nasional top yang bukan hanya bergerak di bidang pendidikan ikut serta menandatangani petisi yang diedarkan dari satu tokoh ke tokoh lain. Simak beberapa namanya :
Prof. H.A.R. Tilaar, Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro, Prof. Adnan Buyung Nasution, Prof. Winarno Surakhmad, Prof. Iwan Pranoto, Prof. Sarlito Wirawan Sarwono, Prof. Bambang Sutjiatmo, Prof. Ahmad Erani Yustika, Prof. Mudjisutrisno, Prof. B.S. Mardiatmadja, Prof. Sam Abede Pareno, Prof. Luthfiyah Nurlaela, Prof. Tommy F. Awuy, Prof. Hendra Gunawan, Prof. Saparinah Sadli, Prof. Mely Tan Giok Lan, , Todung Mulya Lubis, Goenawan Mohammad, Imam B. Prasodjo, Teten Masduki, KH Zawawi Imron, Anies Baswedan, dan puluhan tokoh lainnya yang tidak perlu saya tuliskan semua. (Sssttt…! Saya juga ikut tandatangan supaya bisa ngalap ngetop dari para tokoh nasional ini).
Apakah Mentri M. Nuh kemudian melakukan reposisi UN ini? Tidak. Meski dikritik, digoyang, dimaki-maki, Ujian Nasional berlangsung dengan pola yang sama pada tahun 2013 dan 2014. Seperti yang saya katakan, Ujian Nasional ini seolah memiliki kekuatan gaib yang mampu melindunginya bahkan dari usulan puluhan tokoh nasional sekali pun. Mentri M. Nuh bergeming dan bahkan mengeluarkan kebijakan Kurikulum 2013 di akhir kepemimpinannya. Kurikulum 2013 juga tak kurang-kurang dikritik, dihujat, diserang dll sehingga serangan ke UN menjadi lebih kendor.
Petisi berakhir dengan mengenaskan…?!
Alhamdulillah…! Salah seorang penandatangan petisi berhasil menjadi Mentri Pendidikan, yaitu Anies Baswedan. Begitu beliau naik menjadi Mentri Pendidikan dan Kebudayaan maka agenda Reposisi Ujian Nasional bergulir lagi. Pada 24 Feb 2015 para penandatangan petisi yang berjumlah 19.202 orang pendukung dan dikomandani oleh Bukik Setiawan ini akhirnya bisa bernapas lega. Mereka akhirnya meraih kemenangan. Ujian Nasional dinyatakan bukan lagi sebagai syarat kelulusan dan kelulusan siswa telah dikembalikan pada pemangku wewenang sebenarnya, satuan pendidikan (sekolah dan guru). Kebijakan UN tahun2015 tidak lagi berfungsi sebagai penentu kelulusan siswa. Sekolah diberikan kewenangan menilai secara komprehensif seluruh komponen pada siswa untuk menyatakan tamat atau tidaknya peserta didik dari jenjang pendidikan tertentu. Demikian salah satu isi dalam jumpa pers yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, di kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat (23/1/2015). (http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/3742 & http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/3836)
Selain itu perubahan yang akan terjadi pada UN tahun 2015 ini adalah Pertama, UN tidak untuk kelulusan. Kedua, UN dapat ditempuh lebih dari sekali. Ketiga, UN wajib diambil minimal satu kali oleh setiap peserta didik mulai tahun 2016.
And they lived happily ever after…?!
Happy ending kah, guys…?!
Ternyata tidak…!
Ujian Nasional 2015 tetap dicurangi dan juga tetap bocor…!
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan mengakui ada 30 buah paket soal ujian nasional yang bocor di dunia maya. http://nasional.tempo.co/read/news/2015/04/15/079658010/Anies-Soal-Ujian-Nasional-Bocor-di-Internet
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan kasus naskah ujian nasional yang bocor di dunia maya menjadi salah satu tantangan bagi Provinsi Yogyakarta. Sebab, daerah yang dikepalai oleh seorang Sultan itu adalah salah satu daerah yang menggunakan soal yang diunggah melalui Google Drive itu. http://nasional.tempo.co/read/news/2015/04/18/079658628/Menteri-Anies-Soal-UN-Bocor-Tantangan-Bagi-DIY
Apa artinya…?!
Artinya perkiraan para tokoh nasional tersebut meleset semua. Ternyata meski pun UN telah dibuntungi fungsinya sebagai syarat kelulusan tapi ternyata hal tersebut tidak membuatnya jadi lebih jujur dan tidak dicurangi. “Aku masih seperti yang dulu…” seperti lirik lagunya Dian Pisesha. Semua daerah MASIH BERLAKU CURANG dalam menghadapi Ujian Nasional 2015 ini. Hal ini bisa dilihat pada Indeks Integritas Ujian Nasional yang skornya masih berada di bawah 70. Yogyakarta, yang meski pun merupakan salah satu daerah yang menggunakan soal bocoran, tetap meraih nilai IIUN tertinggi (82.37) .
VIVA.co.id – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali merilis Indeks Integritas Ujian Nasional tingkat Kabupaten/Kota se-Indonesia. Secara umum, indeks integritas nasional tercatat masih cukup rendah atau masih berada di bawah angka 70. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/627168-indeks-integritas-ujian-nasional-masih-di-bawah-70
Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memaparkan hasil ujian nasional (UN) tingkat SMA/MA dan SMK tahun ini lebih banyak mempunyai indeks integritas yang rendah. Hal ini berarti masih banyak daerah yang tidak jujur dalam menjalankan proses ujian nasional.
“Jumlahnya jauh lebih banyak yang berintegritas rendah. Misalnya SMA atau Madrasah bidang IPA ini. Meskipun angkanya tinggi tapi integritasnya rendah,” kata Anies saat menjelaskan hasil pengukuran Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) di Kompleks Gedung Kemendikbud, Jakarta, Senin (18/5). http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150518225243-20-54054/masih-banyak-daerah-curang-kerjakan-un-sma/
Jika Yogyakarta saja yang jelas-jelas dinyatakan oleh Mendikbud sebagai daerah yang menggunakan soal bocoran meraih nilai IIUN tertingggi maka jelas sekali itu berarti bahwa SEMUA DAERAH JUGA MENGGUNAKAN BOCORAN SOAL ATAU MENCURANGI UN 2015. Tak ada daerah yang lebih ‘jujur dan berintegritas’ dibandingkan Yogyakarta yang nyata-nyata juga bocor naskah ujiannya.
Jadi apa kesimpulannya…?!
Ternyata kita semua SALAH BESAR dan terlalu memandang rendah daya rusak UN. Kita terlalu naïf menilai bahwa tanpa fungsi kelulusannya maka UN tentulah akan membuat semua daerah akan berlaku jujur belaka dalam mengerjakan soal UN.
Kita ini sungguh naif…!
UN Si Setan Besar ini memiliki daya goda yang sungguh luar biasa besarnya untuk merusak integritas atau kejujuran bangsa. Dengan atau tanpa fungsi sebagai syarat kelulusan, Ujian Nasional masihlah tetap memiliki kemampuan besar menggoda syahwat bangsa kita untuk berprilaku curang dan tidak jujur.
Padahal kapak peperangan telah terlanjur kita kubur, guys….
Surabaya, 21 Mei 2015
Satria Dharma
Salam