
Tiba-tiba saja saya ikut Upacara Hari Pendidikan Nasional 2015 di kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Senayan pada 2 Mei 2015 kemarin. Saya kebetulan ada acara di Jakarta dan diundang untuk hadir pada upacara tersebut oleh Mendikbud Anies Baswedan. Dan ini juga adalah kali pertama Mendikbud Anies Baswedan menjadi Pembina Upacara. Bagaimana ceritanya…?!
Pada tanggal 1 – 3 Mei 2015 kemarin saya mengikuti acara Reuni XIX IKPTM (Ikatan Kekeluargaan Pengerahan Tenaga mahasiswa) di Jakarta. Ini acara rutin 2 tahun sekali dari organisasi ayah saya yang dulunya pernah terlibat dalam organisasi PTM (Pengerahan Tenaga Mahasiswa) yang dipimpin oleh Pak Koesnadi Harjasumantri, mantan Rektor UGM. Apa itu PTM (Pengerahan Tenaga Mahasiswa)? PTM adalah program pengiriman mahasiswa untuk mengajar di berbagai SMA di seluruh Indonesia. Begini ceritanya…
Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 ternyata memakan banyak korban baik jiwa, materiil dan non materiil. Hal ini karena pemerintah Belanda tetap ingin kembali menjajah Indonesia sehingga terjadi pertempuran di berbagai daerah antara pasukan Belanda dan rakyat Indonesia. Setelah perjuangan Republik Indonesia berakhir di tahun 1949 dan pemerintah RI kembali berkuasa, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP&K) dalam upayanya “Mencerdaskan Bangsa” menyadari beban yang berat untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan “Pemerataan” pendidikan di seluruh Indonesia. Tingkat Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) sudah ada sejak jaman pemerintahan Belanda, namun hanya berada di Ibukota Propinsi, seperti di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Makasar, Menado dan Padang. Menteri PP&K saat itu.Ki Mangoensarkoro dibantu Sekretaris Jendralnya, Mr. Hadi berhasil membangun Sekolah Menengah Atas (SMA) dibantu masyarakat setempat secara gotong royong hampir di seluruh kabupaten di Indonesia. Namun muncul masalah, yaitu belum tersedianya tenaga pengajarnya, terutama di luar Jawa. Meskipun pemerintah sudah membuka sekolah keguruan (Perguruan Tinggi Pendidikan Guru) tetapi jumlah lulusannya belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan guru di seluruh Indonesia. Lantas muncullah gagasan untuk mengerahkan tenaga mahasiswa. Dari sini dibuatlah proyek PTM (Pengerahan Tenaga Mahasiswa), yang intinya memberi kesempatan para mahasiswa minimum C1 (Lulus Propadius) untuk menjadi pengajar di SLTA di luar Jawa dengan masa tugas minimum 2 tahun dengan kompensasi setelah mengajar diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan diberi tugas belajar melanjutkan studi sampai selesai.
Untuk memenuhi kebutuhan guru inilah, pada tahun 1951 UGM (Universitas Gajah Mada) mulai menerjunkan mahasiswanya. Mereka diberi tugas untuk mengajar dan mendirikan sekolah lanjutan tingkat atas (SMA) di sejumlah kota di luar pulau Jawa. Kegiatan ini lebih dikenal dengan sebutan PTM. Sampai tahun 1962, tercatat sekitar 1218 mahasiswa UGM dikirim ke berbagai daerah untuk mengajar.
Dari PTM, pendidikan daerah menjadi berkembang dengan dirintisnya sekolah lanjutan yang sebelumnya belum ada di daerah tersebut. Pada tahun 1960, melalui PTM pemerintah menjadi terbantu dan dapat membuka 135 sekolah lanjutan tingkat atas (SMA) di luar Jawa. Selain itu, 25 sekolah di luar Jawa yang sebelumnya sempat akan ditutup, bangkit kembali dengan kehadiran para mahasiswa tersebut. PTM UGM juga menginspirasi mahasiswa dari universitas lain untuk melakukan hal serupa, menjadi pengajar di daerah. Sampai berakhirnya program ini pada tahun 1964, sebanyak 225 mahasiswa dari kampus lain turut berpartisipasi mengembangkan pendidikan di sana. (Sila baca http://ikptm.org/home/?page_id=6)
Para mahasiswa ini kemudian kembali ke kampus masing-masing dan menyelesaikan studinya. Tapi ada juga yang tidak kembali ke kampus dan mengajar sampai akhir hayatnya di tempat di mana mereka ditempatkan. Nah, ayah saya termasuk salah seorang mahasiswa yang mendaftar menjadi anggota PTM dan ditempatkan mengajar di Sulawesi Selatan. Ayah saya termasuk yang kembali ke kampusnya di Fakultas Ekonomi Unair tapi tidak pernah menyelesaikan gelar Sarjana Ekonominya dan hanya berhenti di Sarjana Mudanya saja.
Para mahasiswa yang telah selesai dalam pengabdiannya (ex-PTM) menghimpun diri dalam organisasi yang disebut Ikatan Keluarga Pengerahan Tenaga Mahasiswa (IKPTM). IKPTM terbagi menjadi 6 komisariat, yaitu : Komisariat Jakarta, Komisariat Bandung, Komisariat Yogyakarta, Komisariat Semarang, Komisariat Surabaya, Komisariat Malang. IKPTM secara rutin mengadakan reuni setiap dua tahun sekali dan kami, para anak-anak dari mantan anggota PTM, juga ikut dalam organisasi tersebut. Kebetulan kemarin itu reuninya di adakan di Hotel Gren Alia Prapatan Jakarta bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional
Lantas apa hubungan antara Anies Baswedan dan IKPTM? Ternyata Anies Baswedan dulu merupakan mahasiswa dari Prof Soemantri Hardjakusuma dan ia sering mendengarkan kisah-kisah heroik tentang pengalaman para mahasiswa yang terjua ke berbagai daerah terpencil di seluruh Indonesia dan Pak Koesnadi. Kisah-kisah tentang PTM ini rupanya sangat berkesan bagi Anies Baswedan sehingga ketika mendapat kesempatan ia lalu mendirikan gerakan yang ia sebut sebagai Indonesia Mengajar. Kisah tentang inspirasi ini bisa dibaca di http://indonesiamengajar.org/kabar-terbaru/pengerahan-tenaga-mahasiswa
Panitia Komisariat Jakarta yang menjadi tuan rumah Reuni XIX IKPTM ini kemudian berinisiatif untuk mengundang Anies Baswedan untuk hadir membuka acara reuni ini. Dan ternyata Anies Baswedan bukan hanya datang untuk membuka acara tapi ia juga menceritakan panjang lebar betapa ia sangat terinspirasi oleh perjuangan para mantan mahasiswa yang terlibat dalam organisasi PTM ini. Menurutnya, hampir semua sarjana yang menjadi pejabat di seluruh Indonesia boleh dikata adalah hasil didikan dari PTM ini. Bukan hanya itu, ia juga kemudian mengundang kami semua para peserta reuni untuk ikut dalam upacara Hardiknas 2015 di Kantor Kemdikbud di Senayan. Dan berangkatlah kami mengikuti upacara Hardiknas yang juga merupakan upacara Hardiknas pertama yang dipimpin oleh Anies Baswedan. Di upacara ini Anies Baswedan kembali menyampaikan penghargaannya pada PTM dan bahkan mengajak ketua IKPTM, Dr. Bawadiman, untuk menyampaikan kisah tentang PTM ini pada hadirin yang hadir pada upacara ini. Liputan tentang upacara ini bisa dilihat di http://dikmen.kemdikbud.go.id/html/index.php?id=berita&kode=428, http://news.okezone.com/read/2015/05/02/65/1143476/apresiasi-mendikbud-untuk-penggerak-pendidikan, http://www.beritaekspres.com/2015/05/02/upacara-peringatan-hardiknas-2015-hadirkan-tokoh-pengerahan-tenaga-mahasiswa-tahun-1950-an/
Saya sendiri sudah tahu cerita tentang inspirasi Indonesia Mengajar yang diperoleh dari kisah PTM ini karena Anies Baswedan memang sering menyampaikan hal ini. (Sebelum beliau membangun Indonesia Mengajar saya bersama Mas Nanang dan Said Sudirman (sekarang Mentri ESDM) sebenarnya pernah mengajaknya untuk menjalankan Gerakan Indonesia Membaca (GIM). Kami tahu bahwa Anies Baswedan adalah seorang pemimpin yang sangat cakap dan media darling, artinya disukai oleh media. Jadi apa pun program yang dijalankannya akan didukung oleh media dan masyarakat. Tapi ia nampaknya lebih tertarik pada Indonesia Mengajar yang masih tetap berjalan hingga saat ini. Saya juga diundang pada pelepasan mahasiswa Indonesia Mengajar yang pertama dulu). Tapi para anggota IKPTM cukup terperangah ketika mengetahui bahwa Indonesia Mengajarnya Anies Baswedan itu dapat inspirasi dari PTM. Mereka merasa sangat terhormat bisa didatangi oleh Mendikbud pada acara reuni kangen-kangenan dan bahkan diundang untuk ikut upacara Hardiknas di kantor Kemdikbud di Senayan. Tapi oleh Anies Baswedan lantas dibalik. “Justru saya yang merasa mendapat kehormatan bisa diundang pada acara IKPTM dan bertemu dengan Bapak-bapak. Anda adalah para pelaku sejarah pendidikan republik Indonesia pada masa awal kemerdekaan yang sangat saya banggakan. Ini sungguh kehormatan bagi saya.” demikian ujarnya.
Jadi begitulah…
Kami akhirnya ikut upacara Hardiknas 2015 di Senayan dan setelahnya ikut beramah tamah di Ruang Prestasi. Saya sendiri akhirnya bisa bertemu dengan beberapa teman pejabat Kemdikbud seperti Mas Jazidi, Dirjen Dikmen, Pak Mahsun, Kabadan Bahasa, Hamid Muhammad, Dirjen Dikdas, Pak Pranata, Mas Muhadjir, Bu Yeyen, dll. Sayang sekali saya tidak bisa bertemu dengan Mas Nanang dan Kreshna yang entah tidak nampak pada acara tersebut.
Sepulang dari acara tersebut saya masih terheran-heran dengan kejutan-kejutan yang saya lalui. Tahun lalu saya juga secara tidak terduga juga ikut Upacara Hari Pendidikan Nasional 2014 di Balai Kota Surabaya karena diundang untuk ikut mencanangkan Surabaya sebagai Kota Literasi. Sakjane aku iki wis pensiun atau belum sih kok malah ikut acara-acara formal kenegaraan seperti ini…?! *:) happy
Kemarin Mas Anies Baswedan sendiri juga heran bertemu dengan saya di acara IKPTM. Ia bahkan langsung tanya kenapa saya bisa ada di acara IKPTM. Ketika saya jawab bahwa ayah saya anggota PTM ia kemudian berucap, “Oooo…!” *:) happy
Kira-kira tahun depan saya akan ikut upacara di mana lagi ya…?! Hehehe…!
Surabaya, 3 Mei 2015
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com