Selasa, 9 Juli 2013
Marhaban ya Ramadhan…!
Saya mulai puasa hari ini. Meski pun pemerintah menetapkan bahwa puasa baru dimulai besok karena tim pemantau hilal belum melihat hilal dimana pun. Pemerintah Mesir dan Saudi Arabia juga menetapkan tanggal yang sama dengan pemerintah Indonesia, yaitu 10 Juli 2013. Perbedaan awal puasa ini hampir sudah menjadi rutinitas dan kami selalu ikut dengan jadwal dari Muhammadiyah yang menetapkan puasa berdasarkan perhitungan astronomi. Saya merasa lebih mantap mengikuti awal bulan dengan perhitungan astronomi seperti juga saya mengikuti perhitungan jadwal sholat yang mengikuti perhitungan astronomi (yang juga diikuti oleh semua umat Islam di mana pun mereka berada). Tapi kalau ditanya mengapa saya puasa lebih awal maka saya biasanya menjawab setengah bergurau (dan setengah serius), :” Yah…karena dosa saya cukup banyak sehingga mungkin menambah sehari puasa lebih awal akan mengurangi dosa-dosa saya lebih banyak pula.”
Karena saya mulai berpuasa hari ini maka tadi malam saya sudah mulai bertarawih (sendiri) karena masjid di dekat rumah belum menyelenggarakan tarawih. Saya bangun pukul tiga dan melakukan sholat malam sendiri. Ika tidak ikut karena ia sedang berhalangan.
Pukul setengah empat ia bangun dan menyediakan sahur bagi kami yang berpuasa. Ternyata hanya Tara dan saya yang bangun untuk sahur. Yufi entah kemana. Ia pergi dari rumah tanpa memberitahu siapa pun. HP-nya tidak aktif dan begitu juga HP Yubi. Biasanya ia ikut Yubi menginap di apartemen di mana Yubi tinggal selama ini. Sahur pertamakali ini hanya berlauk rendang dan goreng kentang dan hati. Tidak ada sayur karena ternyata di rumah tidak ada sayur. Kami baru pulang dari Korea dan transit di Bali kemarin malam dan kami tidak sempat untuk berbelanja samasekali karena malam sudah larut dan kami sangat lelah setelah lebih dari seminggu bepergian ke Korea.
Saya mengambil nasi dengan porsi biasanya, yaitu setengah dari porsi yang biasa dihidangkan di warung, dan sepotong kecil rendang. Kami memang sudah mulai mengurangi asupan karbohidrat beberapa waktu yang lalu dan menambah menu sayuran dan buah-buahan sebagai gantinya. Dengan demikian kami berharap bisa mengurangi berat badan dan bisa hidup lebih sehat.
Ketika semua makanan di piring telah habis saya masih merasa lapar. Saya ingat pesan Rasulullah untuk berhenti sebelum kenyang. Tapi saya masih lapar. Tadi malam saya tidak sempat makan malam di lounge bandara Ngurah Rai dan saya akan puasa seharian. Jadi saya menambah sesendok lagi nasi dan rendang untuk mengganjal perut seharian penuh nanti.
Dan saya siap untuk berpuasa…
Rabu, 10 Juli 2013
Marhaban ya Ramadhan…!
Saya selalu gembira menyambut bulan Ramadhan karena Ramadhan adalah bulan yang spesial untuk saya.
Apa yang hendak saya lakukan pada bulan yang telah saya tunggu-tunggu ini…?!
Ramadhan adalah bulan ketika saya mulai lagi melakukan janji dan sekaligus komitmen pada diri sendiri untuk menjadi sbb :
- Menahan emosi dan reaksi spontan. Saya berjanji untuk lebih sabar dan tidak segera bereaksi atas segala hal yang melintas dalam kehidupan saya. Saya harus betul-betul berupaya untuk tidak mudah marah dan memilih reaksi yang lebih tepat dan terukur atas hal yang menimpa diri saya.
- Berupaya untuk bersikap jauh lebih positif dalam melihat segala hal. Saya harus berjanji untuk mengurangi sikap dan cara pandang negatif atas segala hal.
- Berupaya untuk lebih menghargai pendapat orang lain betapa pun keliru dan bodohnya pendapat tersebut.
- Berupaya untuk lebih peduli dan lebih bermanfaat pada orang lain dan lingkungan sekitar.
- Menghindari perbuatan maksiat yang timbul dari pandangan, pendengaran, dan pikiran
- Lebih mendekatkan diri pada Tuhan Sang Pencipta
Tentu saja ini sebuah perubahan yang cukup radikal bagi saya. Ini perubahan dari sikap individual ke sikap sosial dan spiritual. Tapi saya cukup yakin bahwa saya bisa mencapai target yang saya tetapkan ini karena saya akan berlatih selama sebulan penuh. Ramadhan ini adalah kawah Candradimuka bagi saya untuk berlatih mencapai pribadi seperti yang telah saya tetapkan di atas.
Bak beruang kutub yang memerlukan saat untuk melakukan hibernasi maka Ramadhan adalah bulan di mana saya melakukan proses penyucian tubuh, jiwa dan pikiran. Ramadhan is a purification moment. Pada bulan Ramadhan ini saya berupaya untuk mengurangi aktifitas yang bersifat eksternal dan lebih banyak melakukan aktifitas yang lebih ke dalam diri. Bulan Ramadhan adalah bulan di mana saya tenggelam pada diri, yaitu pikiran dan jiwa saya untuk lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
Pada bulan Ramadhan ini saya berupaya untuk mengurangi kegiatan-kegiatan rutin seperti berdiskusi di milis, jalan-jalan atau travelling, ngobrol dengan teman-teman, dan semacamnya. Pada bulan Ramadhan ini saya mencoba untuk lebih banyak beribadah yang lebih personal sifatnya seperti mengaji, sholat malam, membaca buku-buku agama, mendengarkan ceramah, dll. Saya berupaya untuk mengurangi sikap dan tindakan yang bersifat refleks, spontan dan impulsif dan belajar kembali untuk merespon dengan cara lebih menerima dan mencerna segala sesuatunya lebih dahulu sebelum memutuskan reaksi yang saya ambil.
Bulan Ramadhan ini adalah bulan perenungan akan segala hal yang kulakukan pada 11 bulan sebelumnya dan bulan perenungan untuk menghadapi 11 bulan ke depan setelah Ramadhan selesai nanti. Bulan Ramadhan adalah bulan pengumpulan kembali energi-energi murni baik bagi tubuh, jiwa, mau pun pikiran untuk menghadapi hidup yang penuh dinamika 11 bulan nanti. Saya sangat membutuhkan Ramadhan untuk mengembalikan kembali energi dalam menghadapi hidup selanjutnya. Saya tidak bisa membayangkan betapa lelahnya jiwa dan pikiran saya jika tidak mendapatkan berkah dari bulan Ramadhan yang sangat spesial ini. Ramadhan benar-benar sebuah berkah bagi umat Islam yang tidak diberikan pada umat lain. Alangkah beruntungnya umat Islam yang mampu memanfaatkan bulan yang penuh berkah ini…!
Subuh ini saya mendengarkan ceramah yang menarik dari seorang da’i di masjid Al-Maghfirah di kompleks saya. Penjelasannya sangat menarik tentang kewajiban berpuasa. Tapi saya tergoda untuk mendebatnya ketika ia mengecam pluralisme dan memberi kesan bahwa Firaun menggunakan sistem demokrasi, sehingga terkesan bahwa demokrasi adalah sistem Firaun. Untung saja bahwa ia tidak secara vulgar menentang apa itu pluralisme dan demokrasi karena saya pasti akan menantangnya untuk berdebat setelah ceramahnya. Saya bisa menunjukkan bahwa bahkan Nabi Sulaiman, seorang nabi yang Raja Diraja, meminta pendapat bawahannya sebelum membuat keputusan. Nabi Muhammad selalu meminta pendapat para sahabat sebelum memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak. Bahkan Allah pernah memuji pendapat Umar soal tawanan perang yang berbeda dengan pendapat Rasul dan sahabat lain. Dan itu tentu juga contoh tentang demokrasi seperti contoh yang ia beri tentang Firaun yang meminta pendapat parlemennya. Tapi setelah saya pikir-pikir akhirnya saya batalkan untuk mengajaknya berdebat dan sebaliknya saya beri penghargaan atas khotbahnya dengan menyalaminya dan mengatakan bahwa khotbahnya mencerahkan.
Dari sini saya kemudian berpikir bahwa sebenarnya agama adalah soal penafsiran. Dan tidak ada satu pun penafsiran kita yang mutlak benar. Yang ada adalah penafsiran yang kita sepakati ‘benar’ atau ‘salah’. Jadi intinya adalah soal kesepakatan.
Seandainya hanya ada satu penafsiran tentang Al-Qur’an dan Hadist maka tentu tidak akan ada perbedaan pendapat dan mazhab. Dan tidak akan ada perpecahan dalam umat Islam di dunia ini. Faktanya umat Islam terpecah-pecah dalam berbagai golongan dan mazhab dan masing-masing mengklaim bahwa golongan dan mazhabnyalah yang benar. Sayang sekali bahwa hal ini kemudian diikuti oleh pendapat bahwa kalau pendapat saya benar maka pendapat yang lain pasti salah.
Lebih parah lagi adalah pendapat bahwa jika pendapat saya benar dan pendapat yang lain salah maka yang salah itu sesat dan harus diperangi dan dimusnahkan. Di sini manusia, dengan menggunakan nama Tuhan (yang ia pahami), lantas bersikap dan bertindak bak Tuhan yang bisa ‘berkuasa atas segala sesuatu’ dengan berupaya melenyapkan dan memusnahkan apa-apa yang dianggapnya sesat. Padahal Tuhan saja tidak melenyapkan iblis dan syaitan.
Di sinilah yang saya rasa bahwa kita memang harus selalu berupaya untuk berendah hati dan tidak mutlak-mutlakan. Kita mungkin benar tapi orang lain juga mungkin benar. Apa yang bisa kita lakukan hanyalah menunjukkan argumen yang kita gunakan untuk mendukung pendapat kita dan mencoba untuk memahami argumen yang dibawakan orang lain yang berbeda pendapat dengan kita.
Sungguh luar biasa Ramadhan ini…!
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com