
Ketika keluarga saya masih miskin dahulu ibu kami (almarhumah) yang harus pontang-panting mencari cara agar anak-anaknya bisa makan di rumah. Untunglah kami sering ditolong oleh orang-orang tertentu baik sanak keluarga atau teman-teman dari orang tua kami.
Ayah kami memang sering tidak ada di rumah karena beliau terpaksa harus ke luar kota untuk mencari tambahan nafkah bagi keluarganya. Beliau memang PNS di Dinas P&K (namanya dulu) Jawa Timur tapi lebih sering ke luar kota untuk mencari nafkah tambahan bagi 11 orang anaknya. Beliau adalah PNS yang tidak punya jabatan dan hanya hidup dari gaji yang kecil. Karena tidak cukup untuk membiayai kehidupan keluarganya yang besar akhirnya beliau berinisiatif untuk berwirausaha ke mana-mana. Tentu saja dengan desersi meninggalkan tugasnya sebagai pegawai P&K. Hal ini jelas menjengkelkan atasan beliau. Mau dipecat punya anak sebelas, kalau tidak dipecat kok ya kebangetan kelakuannya sebagai bawahan. Urusan rumah tangga akhirnya ditangani sepenuhnya oleh ibu kami. Untunglah kami adalah anak-anak yang soleh belaka di rumah.
Suatu ketika rumah kami kehabisan beras untuk dimasak. (Bayangkan kalau setiap hari ibu saya harus menyediakan makan bagi belasan orang setiap hari! Kalau punya anak sebelas dan harus makan tiga kali sehari kan berarti 33 piring sehari. Bayangkan kalau setahun
, lima tahun
, sepuluh tahun
.! Bisa modar disuruh mikir makan kami sehari-hari saja. Untungnya kami tidak makan tiga kali sehari dan porsinya juga tidak sepiring seorang. Seadanya saja dimakan beramai-ramai.) Suatu ketika (yang sering terjadi) di rumah beras habis, uang tidak punya, dan tidak ada lagi barang-barang yang bisa dilego pada tukang loak yang lewat depan rumah (Ia menganggap kami sebagai pemasok utama bagi bisnis loakannya). Biasanya ada saja keluarga atau teman orang tua kami yang bisa diutangi. Tapi hari itu semua sudah buntu dan ibu kami berangkat ke kantor ayah kami di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur untuk ngutang ke koperasi kantor. Sebetulnya ibu saya agak ragu-ragu untuk ke kantor ayah kami. Beliau malu datang ke kantor ayah saya karena beliau selalu disindir oleh teman-teman kantor ayah saya karena ayah saya yang sering desersi tersebut. Lagipula beliau sadar bahwa beras jatah bulan ini sudah diambil bulan lalu. Tak ada lagi jatah beras yang bisa diambil. Tapi karena di rumah benar-benar sudah tidak ada lagi yang bisa dimasak dan juga sudah tidak ada lagi yang bisa dijual untuk membeli beras maka ibu saya mengertakkan giginya dan membulatkan tekadnya untuk menghadapi apa saja demi memberi makan ke sebelas anaknya tersebut. Bayangan sebelas orang anaknya yang kelaparan lebih mengerikan bagi beliau. Kalau harus malu ya biarlah malu. Bukankah malu itu sudah jadi sarapan paginya orang miskin? Jadi apalagi yang dikuatirkan? Que sera sera, whatever will be will be
Ketika sampai di kantor koperasi dan menyampaikan maksud beliau untuk mengambil jatah beras, ternyata benar
permintaan ibu saya ditolak oleh pimpinan koperasi saat itu.
Apa ? Jatah beras ?!. kata pak pimpinan tersebut,Tidak ada.
Jatah beras Pak Hasyim bulan ini kan sudah diambil bulan lalu…?! Tidak ada lagi jatah beras Pak Hasyim di sini.
Setelah itu ditambahinya lagi,
Pak Hasyim itu gimana sih? Kerja tidak pernah masuk tapi ngutang terus. Pokoknya gak bisa.
Glodak ! Krompyang krompyang Pyar ! (hati ibu saya jatuh berkeping-keping)
Meski sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan psikologis seperti ini ternyata pertahanan ibu saya jebol juga. Ambrol pertahanannya. Penolakan dan kecaman pak pimpinan koperasi ini menghunjam telak dan Ibu saya setengah mati harus menahan tanggul air matanya yang hendak ambrol mengalami kejadian ini. (Berhati-hatilah! Orang kepepet itu sangat sensitif perasaannya)
Untungnya saat itu datang seorang malaikat penolong yang bertindak bak Robin Hood. Malaikat penolong itu bernama Om Azis (almarhum, semoga Allah mengampuni semua dosa-dosanya dan memberinya tempat terbaik di sorgaNya)> Beliau termasuk sanak famili kami yang kebetulan juga bekerja di sana. Beliau sedang berada di kantor koperasi dan melihat kejadian tersebut. Dengan sigap beliau berkata,
Jangan kuatir! Ambil saja jatah beras saya, Bu Hasyim. Jatah beras saya masih ada.
Bengawan Solo tidak jadi banjir dan siang itu ibu saya pulang naik becak dari Gentengkali membawa sekarung beras dengan hati lega. Kami bisa makan lagi beberapa hari dengan sekarung beras tersebut. Tentu saja ibu saya sangat berterimakasih atas pinjaman beras jatah tersebut.
Ketika kehidupan ekonomi kami membaik dan kami mengenang kembali masa-masa sulit, ibu kami seringkali menceritakan kejadian itu. Dan saya tidak pernah bosan mendengar cerita tersebut. Ada satu hal yang sangat berkesan bagi saya dari kejadian tersebut yaitu bahwa seseorang bisa menjadi malaikat atau dewa penolong bagi orang lain dan itu akan dikenang selama hidup oleh yang ditolong. Keluarga saya jelas telah ditolong oleh Om Robin Azis Hood dan kami tentu saja sangat berterima kasih telah ditolong pada saat yang kritis seperti itu. Om Azis bukan hanya meminjami beras sekarung tapi juga menyelamatkan muka ibu saya. Beliau telah menjadi malaikat penolong keluarga kami pada saat-saat kritis tersebut dan kami akan mengenangnya sebagai kebaikan yang harus kami balas dengan satu dan lain cara.
Jadi dalam satu kejadian kritis bagi seseorang (yang kita tidak pernah tahu seperti apa dan bagaimana) kita bisa menjadi salah satu tokoh di antara konflik tersebut, the Hero or the Villain, menjadi Pahlawan atau menjadi Penjahatnya. Dalam hal ini dengan terpaksa kami menjadikan pak pimpinan koperasi saat itu sebagai penjahatnya. Ibu saya sangat sakit hati pada pak pimpinan koperasi saat itu (tapi lama kelamaan kemudian mampu melupakannya). Bagaimana pun yang salah memang ayah kami. Ia hanya melaksanakan tugas. Tapi sungguh tidak asyik cerita ini jika yang ada hanya pahlawan tanpa ada penjahatnya kan…?!.
Melaksanakan tugas ternyata bisa membuat kita menjadi penjahatnya. Melaksanakan tugas bisa berarti kita harus meletakkan nurani kita dan tidak perduli pada situasi yang dialami orang lain. Alangkah sedihnya jika suatu kali kita harus mengatakan bahwa kita hanya melaksanakan tugas yang berarti tidak perduli pada apa pun akibatnya pada orang lain. (Tapi ini memang sebaiknya dibahas tersendiri).
Karena kebanyakan mendengar dan mengalami kisah nyata seperti ini saya kemudian menjadi terobsesi untuk menjadi Om Robin ‘Azis’ Hood, Sang Pahlawan yang selalu sigap untuk membantu rakyat kecil yang tertindas (Kami memang masih kecil waktu itu dan perut kami selalu tertindas oleh rasa lapar. Jadi jangan salahkan skenarionya). Saya kemudian selalu berusaha untuk mencari kesempatan menjadi sosok pahlawan seperti Om Robin Azis Hood, si pembela rakyat kecil yang kelaparan. Saya ingin membalas kebaikan beliau (yang tidak mungkin bisa saya balas langsung karena beliau sudah almarhum) dengan cara mencari rakyat kecil tertindas lain yang bisa saya tolong. Mungkin tidak bisa sedramatis kisah ibu saya tapi saya berharap minimal ada beberapa keluarga yang bisa saya tolong dengan cara membagikan beras jatah PNS saya. Saya memang pernah menjadi PNS selama 12 tahun dan ada saat ketika saya mendapat jatah beras setiap bulannya. Saya tidak pernah membawa beras jatah saya pulang ke rumah. Beras jatah tersebut saya kirim pergi ke rumah keluarga lain yang lebih membutuhkannya. Robin Hood tidak boleh mati karena masih banyak rakyat kecil yang tertindas dan butuh pertolongannya. Meski demikian, sampai saat ini saya merasa belum bisa membalas kebaikan Om Azis ini.
Jadi sampai saat ini, bertahun-tahun ketika saya tidak lagi mendapat jatah beras dari kantor, kami masih berupaya untuk membalas jasa dan kebaikan Om Robin Azis Hood tersebut dengan membagikan beras dan ubo rampenya ke minimal 10 orang tetangga kami yang membutuhkan setiap bulan. Saya masih berharap suatu saat saya mungkin beruntung bisa menolong satu keluarga yang sangat membutuhkan pertolongan seperti Om Azis menolong ibu saya saat itu. Robin Hood is stil roaming around. Ia mungkin tidak lagi membawa-bawa panah untuk merampok orang-orang kaya yang memeras rakyat kecil. Tapi ia masih membagi-bagikan beras bagi yang membutuhkannya.
Balikpapan, 26 Januari 2012
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com
Suatu perbuatan yg patut kita tiru untuk saling menolong. Saya salut…
Subhanalloh…
Sat.. curhatmu bener-bener menguatkan yang lemah, menginspirasi yang kuat buat berbuat lebih… dan lebih. Tks teman…