Saya tiba pada Bab 3 tentang China.
Bicara tentang dunia global maka China adalah faktor yang sangat penting. China adalah raksasa dalam segala ukuran. Satu dari lima penduduk dunia adalah warga China. China adalah penyumbang emisi karbon terbesar dunia. China adalah pengimpor terbesar di dunia untuk nikel, tembaga, batubara, alumunium, baja, dan bijih besi. Bahkan ada kisah ketika China membutuhkan besi dan baja dalam jumlah besar dari seluruh dunia maka penutup gorong-gorong got di hampir semua kota besar dunia tiba-tiba banyak yang hilang karena dicuri untuk dicor ulang dan dikapalkan ke China. Sedemikian kencangnya daya sedot China pada semua sumber daya untuk membangun. Ekonomi global kini benar-benar bergantung pada China. Bahkan ada yang berkata: Kalau China habis, maka habis pula planet bumi.
Ketika saya berkunjung ke Beijing, Shanghai, dan Hongkong pada tahun 2006 saya melongo melihat betapa China samasekali tidak seperti yang saya perkirakan. China jauh lebih modern daripada yang saya bayangkan. China tumbuh dengan kecepatan yang luar biasa sehingga ketika saya berada di atas sebuah jalan tol yang bertingkat tiga saya melihat sekeliling dengan ternganga. Yang nampak hanyalah hutan pencakar langit, kemana pun saya mengarahkan pandangan saya. Jakarta yang bagi orang Balikpapan seperti saya adalah kota metropolis is nothing compared to Beijing, apalagi dengan Shanghai dan Hongkong. Ada tiga juta mobil yang menyesaki jalanan kota Beijing dengan pertambahan seribu mobil SETIAP HARI….! Tapi tak ada motor yang berkeliaran di jalan-jalan kota. Bandingkan dengan Jakarta yang telah dikuasai oleh motor sampai di segala sudut.
Padahal sebelum itu saya belajar tentang China melalui berbagai rumor yang mengatakan bahwa China adalah negara komunis sosialis miskin yang tertinggal. Bayangan saya adalah China tauke yang berkeliaran kemana-mana dengan baju kokonya yang populer tersebut. Tapi itu mungkin sebelum Deng Xiaoping memimpin pertumbuhan ekonomi China dengan ungkapan populernya: “Tidak perduli kucing hitam atau kucing putih, yang penting bisa menangkap tikus.”. Lupakan soal ideologi komunis, yang penting ekonomi tumbuh. Dan akhirnya China berubah menjadi negara kapitalis yang dipimpin oleh birokratnya. Sistem ini melahirkan begitu banyak pengusaha yang merangkap sebagai pejabat sehingga disebut sebagai “Partai Kapiltalis Birokratis China” dalam Harvard Business Review.
Perkembangan ekonomi ini tentu saja membawa dampak buruk juga selain pertumbuhan ekonomi yang ajaib tersebut. Dengan menjadi emitor karbon terbesar dunia maka China juga menjadi negara dengan tingkat pencemaran terbesar pula. Bangsa China bisa mati karena pencemarannya sendiri. Berikut ini perubahan lingkungan yang terjadi di China.
- Hujan asam turun di sepertiga kawasan China.
- Separo air di tujuh sungai terbesar telah tidak dapat digunakan.
- Seperempat warga tidak punya akses ke air minum yang bersih. Temperatur rata-rata China naik secara signifikan sepuluh tahun terakhir ini.
- Gletser di kawasan barat daya berkurang 21% sejak 1950.
- Semua sungai besar China telah menyusut dalam lebih dari lima dasawarsa.
- Pasokan air di kawasan barat China akan berkurang sampai 20 miliar meter kubik dari tahun 2010 hingga 2030.
- Lima dari sepuluh kota paling tercemar di dunia ada di China.
- Dan daftar ini semakin bertambah dan bertambah….
Dulu China menganggap bahwa isu pemanasan bumi adalah semacam ‘konspirasi’ yang diciptakan Barat untuk memperlambat perkembangan China dan mereka mengacuhkannya. Kini mereka menghadapi dampaknya sendiri dan mau tidak mau mereka harus berubah jika tidak ingin mati tercemar ulahnya sendiri. China yang merah harus berubah hijau. Harus. Jika tidak maka seluruh dunia akan terkena dampaknya, dan bukan hanya Cina saja. Jika China tidak melakukannya maka dunia akan memboikotnya.
Tentu saja China sadar akan hal ini.
Tapi mereka tidak bisa begitu saja menghentikan pertumbuhannya karena itu juga sama artinya dengan membunuh pertumbuhan mereka sendiri. Mereka tetap butuh kucing untuk menangkap tikus. Tapi kini mereka kini harus memilih kucing hijau untuk menangkap tikus.
Bagaimana cara China untuk menjadi hijau sambil tetap mempertahankan tingkat pertumbuhan? Ini bisa digambarkan seperti dalam film Speed yang dibintangi oleh Keanu Reeves dan Sandra Bullock. Bis harus tetap melaju dalam kecepatan lebih dari 80 km per jam dan mereka harus bisa mematikan bom yang terpasang di bom tersebut. Ekonomi China harus tetap tumbuh dengan kecepatan 8% pertahun atau ia akan meledak, kata Nayan Chanda, editor Yale Global Online.
Bayangkan…
Untuk masalah perumahan saja, dalam dua puluh tahun mendatang China harus membangun rumah dan kantor baru bagi lebih dari 300 juta orang yang melakukan urbanisasi dan 250 juta lagi bagi yang ingin tetap tinggal di pedesaan. Bayangkan berapa besar sumber daya yang harus mereka sediakan untuk satu masalah, yaitu masalah perumahan saja. Tidak mungkin bagi China untuk memperlambat ekonominya meski dengan alasan kerusakan lingkungan.
China harus menjadi hijau (sambil tetap mempertahankan pertumbuhan ekonominya) .
China harus bisa menyeimbangkan pertumbuhan ekonominya dengan kebutuhan energi dan pelestarian lingkungan. (Hei…! Bukankah ini masalah kita juga…?!)
Bagaimana China akan melakukan itu semua. China melakukan konsep yang disebut ‘Ekonomi Daur Ulang’, yaitu upaya untuk menggunakan kembali apa pun. Mereka harus mengembangkan ‘Kota hemat Energi’ dan menetapkan standar-standar lingkungan yang sama seperti yang diberlakukan di negara-negara maju. Target China adalah meningkatkan energi terbarukan – khususnya angin, air, dan biomassa – menjadi 16% total produksi energi pada tahun 2020. China juga menetapkan standar jarak tempuh bahan bakar kelas dunia untuk mobil-mobilnya. Pembangkit listrik wajib menggunakan bahan bakar paling bersih dahulu – gas alam, tenaga surya, atau angin, jika tersedia. Jadi bukan asal bikin saja seperti sebelumnya. Rencana Lima Tahun kesebelas China adalah sasaran pengurangan intensitas energi sebesar 20% di bawah angka tahun 2005 pada tahun 2010. Hal ini saja akan meniadakan emisi karbon dioksida kira-kira 1,5 milyar ton.
Berikut ini praktek yang telah dilakukan China.
– Untuk mengurangi pemakaian listrik, China mengganti 50 juta lampu pijar biasa dengan lampu hemat energi yang disubsidi besar-besaran. Dengan ini China akan menghemat 60 miliar kilowatt-jam daya /tahun, atau setara dengan 22 juta ton batubara setiap tahun dan sama dengan mengurangi emisi karbon dioksida sebanyak 60 juta ton.
– Pemerintah merencanakan untuk menutup pembangkit-pembangkit listrik kecil yang tidak efisien, dengan total sekitar 50 gigawatt pada tahun 2010.
– Melarang sepeda motor beroperasi di Beijing kecuali menggunakan tenaga listrik. Mereka mengganti mesin motor mereka dengan yang menggunakan baterei. Dengan demikian tidak ada polusi yang mereka keluarkan. Saat ini ada 40 juta skuter dan sepeda listrik di China.
– Pada bulan Juni 2007 Dewan Negara China memerintahkan agar semua jawatan pemerintah, organisasi, perusahaan, dan pihak swasta yang menempati gedung-gedung pemerintah harus memasang termostat pada AC mereka tidak lebih rendah dari 26 derajat Celcius. (Bisakah kita meniru mereka?)
– Pemerintah China berupaya untuk mengganti mesin-mesin bus dari motor bakar yang rakus bensin ke teknologi hibrida yang superefisien. New York bahkan belum sampai pada upaya ini.
– Industri energi angin Chna mengalami pertumbuhan dramatis; kapasitas angin terpasang tumbuh hampir 100% antara 2005 dan 2007. China meraih target perkembangan angin yang direncanakan pada tahun 2010 pada tahun 2007 sebesar 5.000 megawatt.
Semua hal yang dilakukan oleh China adalah mencengangkan karena sulit untuk ditiru oleh negara-negara lain. Tak ada data terbaru karena buku ini ditulis pada tahun 2008. Tapi jika China berhasil menerapkan kebijakan hanya satu anak untuk satu keluarga yang berhasil menyelamatkannya dari bencana ledakan penduduk, maka kita boleh berharap bahwa China juga akan mampu memenangkan lomba antar negara raksasa ini. Lomba ini bukan lagi lomba mendaratkan manusia di bulan seperti sebelumnya tapi lomba untuk menyelamatkan manusia di bumi.
Pertanyaannya adalah : Apakah Indonesia akan ikut menjadi peserta lomba penyelamatan manusia di bumi dengan konsep hijau ini atau memilih bunuh diri perlahan-lahan dengan mempertahankan cara hidupnya yang sekarang?
Balikpapan, 28 Maret 2012
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com