Sampai pagi ini saya masih membaca bukunya Thomas Friedman “HOT,FLAT, and CROWDED”. Buku ini begitu menarik sehingga membuat saya tidak ingin segera menamatkannya. Saya seolah ditarik ke dalam sebuah petualangan global yang berupa fakta-fakta tentang bumi yang kita tinggali ini yang sebelum ini saya ketahui hanya kulit-kulitnya dan kemudian diminta untuk bertualang sendiri ke dalamnya.
Tapi sebenarnya buku ini memang bukan seperti novel yang meski menarik membuat kita terus membacanya sampai habis. Buku ini membuat saya harus berhenti setiap dua atau tiga halaman untuk sekedar menarik nafas panjang untuk mencerna gempuran fakta yang disuguhkan oleh Friedman. Faktanya saya memang harus berhenti setiap dua atau tiga halaman karena pemaparan yang disampaikannya benar-benar membuat saya sesak nafas dan tidak mampu untuk meneruskannya. Pada beberapa halaman saya juga harus berhenti untuk mencerna dan BENAR-BENAR MEMAHAMI PESAN yang disampaikan oleh Friedman dalam bukunya yang dianggap sebagai karya terbaiknya. Buku ini “Berani, tajam, memandang jauh ke depan dan kaya akan fakta-fakta mengejutkan tentang dunia yang saat ini kita huni”. Apa yang ditulisnya benar-benar mengejutkan saya dan membuat saya harus menarik nafas dan menenangkan pikiran di setiap dua atau tiga halaman yang ditulisnya. It’s a shocking book!
Meski buku ini ditulis dengan pesan dan kritik pedas kepada Amerika Serikat, negaranya sendiri, yang dianggapnya tidak cukup berupaya untuk mengambil kepemimpinan dalam revolusi hijau untuk memperbarui masa depan global manusia, saya justru merasa bahwa Friedman sedang berbicara dan menohok keras kepada Indonesia, Dan itu yang membuat saya harus sering-sering menahan nafas dan tidak mampu meneruskan membaca. Saya harus sering-sering menenangkan diri sebelum melanjutkan membaca lagi.
Pagi ini saya sampai pada Bab 13 dengan judul “Sejuta Nuh, Sejuta Bahtera” dan saya benar-benar menemukan satu bab khusus yang berbicara tentang Indonesia. Friedman memang selalu menyinggung Indonesia dalam setiap bukunya tapi dalam buku ini ia berbicara satu bab khusus tentang Indonesia. Di bab ini ia bicara tentang seorang ‘Nuh dengan bahteranya’, Dr Jatna Supriatna, guru besar bioantropolgi UI dengan lembaganya Conservation International Indonesia.
Friedman memulia ceritanya pada bab ini dengan menceritakan perjalanannya ke Bali pada Desember 2007 untuk mengikuti konferensi perubahan iklim dunia di Bali. Ia berangkat dari Abu Dhabi dan melihat sekitar dua ratus perempuan muda Indonesia, yang katanya tak seorang pun yang memiliki tinggi lebih dari 1,5 meter, sedang berbondong-bondong naik ke pesawat. Ia bertanya pada seorang pengusaha India yang duduk disebelahnya,”Apa yang sedang dikerjakan oleh semua perempuan ini?” dan dijawab bahwa mereka semua adalahpembantu rumah tangga. Mereka akhirnya ngobrol tentang perbandingan antara Indonesia dan India.
“Ekspor Indonesia adalah pekerja kasar, bukan pekerja berotak.” Kata pengusaha India tersebut.
(Coba bayangkan..! Bagaimana saya tidak tertonjok dengan kebenaran fakta menyakitkan ini? Ini adalah fakta yang sangat menyakitkan hati saya sebagai bangsa Indonesia dan ini membuat saya tidak mampu meneruskan bacaan saya pagi ini. Saya harus menenangkan diri dan ego saya sebagai bangsa Indonesia dengan fakta yang ditulis secara jujur oleh pengusahaa India tersebut.)
Setelah tiba di Jakarta Friedman kemudian menyadari bahwa pembantu rumah tangga ini memiliki banyak kesamaan dengan pohon-pohon di Indonesia – bahwa ekspor tenaga kerja kasar dan ekspor kayu gelondongan pada dasarnya merupakan perwujudan berbeda untuk masalah yang sama.
Karena rendahnya pendidikan mereka maka mereka mendapatkan pendapatan yang rendah pula sehingga mereka selalu tergoda untuk menebang sebuah pohon di hutan di mana mereka tinggal dan menjualnya kepada tengkulak dengan harga sangat murah. Akibatnya saat ini Indonesia kehilangan hutan tropis mereka yang begitu berharga seukuran negara Maryland SETIAP TAHUN! Menurut Conservation International hutan seluas tiga ratus lapangan sepakbola ditebangi SETIAP JAM di Indonesia..!
(Dan saya harus berhenti lagi membaca untuk karena nafas saya sesak membaca fakta ini. Saya tiba-tiba teringat pada program Sekolah Sobat Bumi yang sedang dikerjakan oleh sahabat saya Ahmad ‘Nanang’ Rizali di Pertamina Foundation. Kapan kira-kira program tersebut dapat mulai menghentikan atau mengurangi penebangan hutan yang begitu massif ini? Bisakah program pendidikan tersebut efektif mencegah atau mengurangi penebangan hutan secara membabi-buta dan massif ini?).
Walau pun hanya meliputi 1,3 % dari seluruh permukaan daratan bumi, hutan Indonesia mencapai 10% hutan dunia dan merupakan rumah bagi 20% species flora dan fauna dunia, 17% spesies burung dunia dan lebih dari 25% spesies ikan dunia. Sepuluh hektar saja daratan di Pulau Borneo atau Kalimantan milik Indonesia memiliki lebih banyak spesies pohon berbeda daripada yang ditemukan di seluruh Amerika Utara. Sepuluh hektar saja…! Entah Friedman melebih-lebihkan data dan fakta tapi jika ini benar maka arti hutan Kalimantan bagi dunia adalah benar-benar LUAR BIASA…! (Dan kita benar-benar menyia-nyiakannya dan tidak mengerti betapa berharganya itu semua)
Tahukah Anda bahwa ternyata Thomas Friedman punya banyak teman dan menemui banyak orang di Indonesia dan menganggap Indonesia sebagai salah satu negara yang paling disukainya di dunia karena orang-orangnya sangat menyenangkan dan pemandangannya sangat indah? Meski demikian ia mengritik bahwa Indonesia TIDAK PERNAH menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama karena negara Indonesia SELALU MERASA memiliki sumber daya alam yang begitu berlimpah dan tak akan pernah habis. Negeri ini lebih banyak menggunakan uangnya untuk subsidi bahan bakar kendaraan dan bahan bakar rumah tangga bagi warganya (30% anggaran nasional) dibanding untuk pendidikan (6% anggaran nasional). Bukan sesuatu yang bagus, katanya dengan sopan. Tahukah Anda kapan ia menulis buku ini? Tahun 2008! Mungkin Friedman tidak tahu bahwa sekarang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional adalah seorang Nuh yang memiliki bahtera dengan anggaran terbesar di antara semua kementrian. Entah apa yang akan ditulisnya pada bab “Sejuta Nuh, Sejuta Bahtera”ini jika ia melihat apa yang dilakukan oleh Nuh dengan Bahtera Kemendiknasnya saat ini.
(Saya lebih tercenung mengingat bahwa saat ini kita masih juga belum sepakat bahwa subsidi bahan bakar MEMANG SUDAH SEHARUSNYA DIHENTIKAN ATAU DIKURANGI. Kita masih juga ingin membiarkan masyarakat terlena dan dininabobokkan oleh subsidi bahan bakar yang tidak masuk akal di jaman bahan bakar begitu mahal di dunia seperti saat ini. Dan ini sudah ditulis oleh Friedman pada 2008, empat tahun yang lalu..!)
Pada halaman 433 Friedman menulis “Maka jika Anda pergi ke Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir dan melihat pesawat penuh dengan perempuan muda yang DIKIRIM KE LUAR NEGERI UNTUK MENJADI PEMBANTU RUMAH TANGGA, Anda juga memastikan bahwa kayu-kayu gelondongan dari hutan-hutannya pun akan dieskpor sampai habis”.
Dan saya tidak bisa meneruskan membacanya pagi ini. Saya terlalu sesak nafas membaca gugatan ini. Saya langsung teringat pemandangan ‘mengerikan’ ratusan wanita muda Indonesia berpakaian seragam jubah hitam-hitam digiring berbaris seperti bebek menunggu giliran untuk masuk ke pesawat di kirim jadi pembantu di negara-negara Timur Tengah yang mungkin menganggap mereka sebagai budak belian.
Saya tidak tahan untuk meneruskan membacanya. Besok saja lagi saya teruskan.
Balikpapan, 25 Maret 2012
Salam
Satria Dharma
http://satriadharma.com/