(Tanggapan atas buku “Muslim Kok Nyebelin (Part I)”
BUKU YANG SANGAT BERANI… 🤔
Ketika pertama melihatnya di toko, saya menilai buku ini sangat berani… buku ini bermain pada hal-hal yang berkaitan dengan akidah, hal yg tidak main2 menurut saya, ibaratnya nggak bisa dipakai guyon, saya membaca dengan sangat pelan-pelan, beberapa kali saya dibuat googling untuk mencari referensi, btw saya tidak selalu mengamini sumber-sumber yang dipakai acuan di buku ini, meski demikian saya sering dibuat tak kuasa untuk menolak pendapat si penulis.
Sesungguhnya saya sering memikirkan kegelisahan seperti yang dia gelisahkan, salah satunya dengan prinsip ‘sami’na wa atho’na’ dan saya termasuk memegang teguh prinsip itu, selama itu merupakan firman Tuhan dan contoh dari Nabi saya akan berusaha taati meskipun hal yang paling tidak masuk akal sekalipun. Namun demikian ternyata Sami’na wa atho’na juga ada diterapkan untuk ustad dan kiai2nya, ini yang susah saya lakukan. Kadang kiai membuat statement sendiri dan saya kesulitan untuk mentaatinya, seperti larangan membeli Colamerk ini, air mineral brand itu, shampoo ini, sabun itu, dan makanan ini itu yang beliau minta untuk tidak dibeli dengan alasan yang sangat sulit untuk saya cerna, bahkan cenderung menyederhanakan alasan.
Salah satu hal yang masih kesulitan saya cerna dari buku ini adalah pernyataan bahwa Adam bukan manusia pertama, seakan buku ini berusaha mengambil titik tengah antara teori evolusi manusia dengan keberadaam Adam selaku manusia pertama. Meski pemaparannya masuk akal, saya menangkap bahwa penulis hendak menyatakan bahwa Adam bukan manusia pertama namun dia adalah manusia rasional pertama yang mendapat mandat untuk menyampaikan pencerahan. Saya masih sulit untuk menerima itu,. Mungkin memang saya masih harus banyak belajar dan mencari. Sampai sekarang saya masih meyakini Adam adalah manusia pertama, meski jika ditanya bagaimana asal mulanya saya juga belum bisa menjawab.
Mulanya saya sempat berfikir mungkin si penulis berfikir sekuler, salah satunya saat berusaha membedakan hukum agama dan hukum negara. Ya, dia menjelaskan bahwa masalah agama akan sulit dituntaskan di negara Indonesia karena aturan agama di negara ini terbatas, seperti kasus Lia Eden, sedangkan hukum agama tidak mungkin diberlakukan di NKRI. Namun pikiran itu terbantahkan ketika penulis memaparkan pemerintahan di Madinah dimana hukum agama dipakai sebagai hukum negara, maka aturan agama adalah rujukan dari segala peraturan, berarti jelas maksudnya bukan?
Buku ini juga membuka gambaran yang sudah lama saya fikirkan, mengapa Islam begitu membenci Israel dan Barat. Benar kita mengecam pemerintahnya yang begitu kejam menyerang Palestina, tapi bukan berarti semua orang Israel kita musuhi. Ibarat kita Palang Merah, jika negara ini berperang menghadapi negara lain, dan tentara negara lain terluka parah maka Palang Merah tetap harus bekerja mengevakuasinya darimanapun asal Palang Merahnya termasuk Indonesia, karena Palang Merah lebih mementingkan misi kemanusiaannya. Begitu juga pandangan terhadap Barat. Bahwa ternyata Islam tumbuh subur di Barat juga memaksa saya untuk mencari referensi di Internet, dan saya setuju bahwa Islam tidak boleh menutup diri pada bangsa manapun, karena disana justru ada banyak pintu untuk membesarkan Islam. Jika kita yakin Islam adalah agama yang baik dan kita meyakini kesempurnaan ada di agama ini, lantas kenapa harus menutup diri? Kenapa kita tidak buka pintu seluas-luasnya.Saya juga sempat berfikir mungkin si penulis over toleran dan menjunjung pluralisme, tapi ternyata tidak, dia pun sempat khawatir kepada anaknya ketika memakai kaos bergambar dan bertuliskan Osiris yg ternyata notabene dia sendiri yang belikan.
Tulisannya menarik, patut dipakai sebagai bahan referensi, meski saya belum semua mengamini isi buku ini, namun usaha penulis untuk berusaha menulis senetral mungkin patut diapresiasi, good job mas Satria.
Untoro
Aug 04, 2014
Tanggapan berikutnya…
BACA BUKU INI HARUS HATI-HATI…
Saya memutuskan membeli buku ini setelah membaca sinopsisnya yang cukup menggelitik saya. Isinya mengajak orang yang mengaku muslim untuk mempertanyakan kembali keislamannya. Apakah benar-benar memilih Islam atau kita berislam karena orang tua kita juga Islam atau sekadar ikut-ikutan? Banyak di antara kita yang menjalankan syariat Islam sekadar “sami’na wa atho’na” tanpa tahu maksudnya. Padahal, banyak ayat dan hadits mengajak agar kita menggunakan akal, supaya dapat merenung dan mengamalkannya. Kenapa tidak cukup dengan “sami’na wa atho’na” saja? Penulis berargumen bahwa Malaikat saja pernah mempertanyakan “kebijakan” Tuhan ketika hendak menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, apalagi kita yang hanya manusia biasa. Selama ini kita selalu menganggap bahwa apa yang disampaikan Tuhan adalah sesuatu yang final, tetapi pada kenyataannya Malaikat pun pernah “protes”. Intinya, penulis mengajak kita memahami Islam melalui pendekatan rasional. Dan saya suka dengan cara berpikir seperti itu. Membaca buku ini harus hati-hati, diperlukan pikiran yang terbuka, sebab buku ini membahas beberapa masalah yang cukup “sensitif” yang dihadapi umat muslim. Ada juga beberapa opini penulis yang masih bersifat asumsi, walaupun selalu mengacu pada Quran dan Hadits, tetap saja ada beberapa opini yang menurut saya masih bersifat diskusi-able. Salah satunya adalah pendapat penulis bahwa Nabi Adam bukanlah manusia pertama yang diciptakan. Yang membuat buku ini menarik, penulis selalu memberikan argumen berdasarkan logika dan rasional kepada setiap masalah umat. Saya juga mengapresiasi usaha penulis setiap kali membahas suatu masalah, beliau selalu berusaha menampilkan secara komprehensif dalil-dalil pendukungnya, baik dari Quran, Hadits, maupun pendapat-pendapat ulama selain pendapat rasional beliau.Kesimpulan, buku ini termasuk buku bacaan ringan. Hampir seluruhnya berisi pemikiran pribadi penulis terhadap masalah-masalah yang sering kita temui yang melibatkan umat muslim. Kadang ada beberapa pendapat yang sedikit “menyentil” kita sebagai umat muslim. Saya menyarankan untuk menghargai pendapat penulis dan tidak terlalu menyalahkan penulis jika seandainya ada pendapat-pendapat beliau yang mungkin bertentangan dengan apa yang sudah kita pahami, dan tetap bersikap open-minded ketika membacanya.
Haris Wicaksono
Aug 04, 2014
Buku Muslim Kok Nyebelin Part 1 sudah habis dan tidak dicetak ulang. Kini buku Muslim Kok Nyebelin Part 2 telah terbit. Buku ini berisi 47 artikel dan setebal 325 hlm. Buku MKN Part 2 ini bisa dipesan pada Mas Iqbal Dawami di nomor +628112742582 atau Anda bisa klik LANGSUNG di https://bit.ly/2Sf1qbM
BUY BACK GUARANTEE. Jika Anda setelah membeli dan membaca buku ini ternyata kecewa dengan isinya maka Anda berhak mengembalikan buku ini dan saya akan bersedia mengembalikan uang Anda utuh tanpa pertanyaan. 🙏😊
Balikpapan, 2 Nopember 2020
Satria Dharma