“Ud’uni astajib lakum”, Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan (permintaan)mu. (Al-Mukmin 60)
Saya tidak tahu apakah doa di Tanah Suci itu memang selalu cespleng atau bagaimana tapi saya punya pengalaman lain yang membuat saya terheran-heran. Peristiwanya terjadi ketika saya naik haji yang kedua kalinya pada tahun 2003.
Sebetulnya saya tidak ingin naik haji lagi setelah berhaji pada tahun 1992 karena kewajiban berhaji itu sebenarnya hanya sekali. Jadi kalau haji lagi itu sebenarnya hanya sunah saja karena Nabi sendiri tidak menganjurkan umat Islam untuk berhaji berulang kali. Daripada berhaji lagi atau umroh saya lebih senang ‘beribadah’ dengan bersyukur pergi ke negara-negara lain yang belum saya kunjungi. Mensyukuri bepergian dan menikmati perjalanan dengan mendatangi bumi Allah di berbagai negara bagi saya juga sebuah ibadah, ibadah yang menyenangkan. Tapi karena istri saya mau naik haji maka saya harus menemaninya. Jadi tujuan saya naik haji di tahun 2003 adalah untuk memenuhi kewajiban tapi bukan kewajiban berhaji tapi kewajiban menemani istri.
Pada tahun yang sama adik saya, Agung Sakti Pribadi, juga akan melaksanakan hajinya beserta istrinya. Meski pun kami berangkat dari kota yang sama, Balikpapan, tapi kami berangkat dengan kloter yang berbeda. Adik saya dan istrinya ikut rombongan haji Ponpes Hidayatullah sedangkan kami tidak ikut rombongan mana-mana alias rombongan ronin. Hampir semua jamaah haji selalu berangkat dengan rombongan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji masing-masing kecuali saya dan istri yang memang tidak terikat atau tidak masuk dalam kelompok pengajian mana pun. Tapi pada akhirnya kami dimasukkan dalam kelompoknya Pak Habib Sayyid dari Balikpapan agar tidak sendirian dan lontang lantung.
Karena kami berangkat dengan kloter yang berbeda dan KBIH yang berbeda pula maka tentu saja keberangkatan ke Tanah Suci dan pemondokan kami juga berbeda. Begitu berangkat maka saya putus komunikasi dengan adik saya. Saat itu belum ada HP jadi kami tidak bisa berhubungan satu sama lain.
Lalu bagaimana caranya agar bisa bertemu dengan adik saya di Tanah Suci? Alangkah nikmatnya rasanya bila bisa bertemu dengan saudara di sana. Tapi bagaimana caranya? Ada jutaan jamaah haji yang tumplek blek di Makkah dan Madinah. Masjidil Haram dan Masjid Nabawi padatnya bukan main, utamanya di waktu-waktu sholat. Sebagai jamaah haji kami semua sibuk beribadah seharian penuh dan terikat pada jadwal-jadwal yang sudah ditentukan. Di waktu senggang setelah sholat Subuh kami berbelanja, memasak, menyiapkan makan kami masing-masing, mencuci baju, dan beristirahat sejenak sebelum berangkat lagi ke masjid sampai selesai sholat Isya’. Selesai sholat Isya kami pulang ke pemondokan untuk istirahat agar bisa bangun pada pukul 3 pagi dan berangkat lagi ke masjid. Begitu rutinitas kami setiap hari. Begitu masuk ke Tanah Suci semua pikiran kami sepenuhnya tumpah pada urusan ibadah semata. Bahkan kami seolah lupa meninggalkan tiga anak kecil di Balikpapan yang ditunggui oleh adik istri saya yang kami minta khusus untuk tinggal di rumah kami selama kami menunaikan ibadah haji.
Jadi bagaimana caranya agar saya bisa bertemu dengan adik saya? Waktu itu saya tahu bahwa kami sama-sama sedang berada di Madinah jadi kami mungkin punya kesempatan untuk bertemu di Masjid Nabawi. Bukankah kami sholat lima waktu di masjid yang sama?
Setelah sholat Subuh sebelum kembali ke pemondokan tempat kami tinggal, kami biasanya mengupayakan untuk menelpon ke rumah dan Mama saya di Balikpapan. Ada banyak wartel yang memberikan pelayanan telpon interlokal antar negara di sekitar masjid dan pemondokan. Di telpon tersebut saya sampaikan keadaan kami dan informasi bahwa kami tinggal di pemondokan daerah ini dan kalau ke Masjid Nabawi masuknya dari pintu ini. Setiap selesai sholat Subuh saya janjian dengan istri untuk bertemu di dekat tempat wudhu ini dan istri saya pakai payung warna pink yang mudah dikenali. Siapa tahu adik saya menelpon juga ke Balikpapan dan info saya bisa dipakai untuk berupaya untuk mencari kami.
Tapi kami tetap tidak bisa bertemu. Ada jutaan orang yang tumplek blek di Masjid Nabawi setiap saat sholat dan tanpa ada janjian dengan waktu dan tempat yang spesifik akan mustahil bisa bertemu. Bayangkan bisa bertemu dengan satu diantara hampir sejuta orang yang tumplek blek di tempat yang sama.
Tapi hari itu tiba-tiba saya teringat bahwa saya bisa berdoa untuk meminta bertemu dengan adik saya. Jika saya meminta dengan sungguh-sungguh mungkin Tuhan akan mengabulkannya, entah bagaimana caranya. Saat itu waktunya sholat Lohor kalau tidak salah dan semua jamaah sedang duduk khidmat menunggu waktu sholat di salah satu bagian dari masjid yang sangat luas. Entah berapa ratus ribu jamaah yang memenuhi masijd saat itu. Jamaah sangat penuh tapi semuanya asyik dengan dzikirnya masing-masing. Saya pusatkan semua pikiran saya dan saya berdoa dalam hati, “Ya, Allah, pertemukanlah aku dengan adikku di rumahMu ini, ya Allah. Sesungguhnya Engkau selalu mendengar doa hambaMu yang memohon dengan sungguh-sungguh,” Saya berdzikir dan berdoa dengan khusyuk sampai merasa tenggelam dalam suasananya.
Ketika sedang khusyuk berdoa tersebut tiba-tiba saya mendengar suara batuk. Suara batuk itu adalah suara batuk adik saya yang khas sekali. Saya langsung kaget dan berhenti berdoa dan berdzikir. Tidak salah lagi…! Itu adalah suara batuk adik saya dan suaranya dekat sekali. Saya lalu mencari asal batuk tadi dengan menoleh ke kiri dan ke kanan. Ternyata adik saya berada di sebelah kanan saya dan hanya terpisah oleh satu orang saja dari saya…! Haah…! Sungguh ajaib…! Adik saya sendiri juga sangat kaget ketika saya sapa. Bagaimana mungkin kami yang saling mencari di antara ratusan ribu jamaah setiap kali sholat ternyata saat itu ditakdirkan duduk bersebelahan hanya terpisah oleh satu orang tanpa kami ketahui. Saya benar-benar takjub dengan peristiwa ini. Doa saya benar-benar langsung dijawab saat itu juga oleh Tuhan. Seandainya adik saya tidak batuk pada saat itu saya mungkin juga tidak menyadari keberadaanya. Adik saya sendiri juga anehnya tidak menyadari bahwa saya duduk di sebelah kirinya dibatasi oleh satu orang saja. Setelah saya tegur ia juga kaget sekali. Kami lalu berpelukan mensyukuri pertemuan tak terduga di rumah Allah ini.
Ya, Allah! Engkau sungguh mengabulkan permohonan umatMu yang meminta dengan sungguh-sungguh.
NB : Adik saya, Agung Sakti Pribadi, saat ini masih menikmati liburannya di Maroko selama sebulan penuh. Istri saya akan umrah lagi pada bulan ini bersama adiknya dan anak bungsu kami. Saya tidak tertarik untuk umrah lagi dan sudah merencanakan untuk tur ke Afrika di bulan Mei. Kalau tidak ke Afrika Selatan ya Afrika Timur sekalian ke Dubai. Istri saya tentu akan menemani saya juga nantinya.
Surabaya, 12 april 2017
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com