Ebony And Ivory Live Together In Perfect Harmony
Side By Side On My Piano Keyboard, Oh Lord, Why Don’t We?
We All Know That People Are The Same Where Ever We Go
There Is Good And Bad In Ev’ryone,
We Learn To Live, We Learn To Give
Each Other What We Need To Survive Together Alive.
Masih ingat lagu ini? Ya, judulnya “Ebony and Ivory” (Black and White, kata Yufi anak saya), Jika Anda masih pelajar mungkin tidak mengenal lagu ini tapi lagu yang dinyanyikan oleh Paul McCartney ini sesungguhnya sangat populer dan pasti akan dinyanyikan bersama-sama jika dilantunkan oleh seorang penyanyi karena lagu dan liriknya mudah diikuti. ‘People are the same wherever you go’, sebetulnya manusia itu sama saja kemana pun kita pergi, begitu katanya. Mau yang berkulit hitam, putih, kuning, merah, hijau (Hulk, contohnya) sebetulnya manusia itu sama saja. Begitu mendengar lagu indah yang mereka dengar maka secara spontan mereka akan ikut mendendangkannya. (Saya ada teman yang spontan tanpa sadar bergerak jempol kakinya kalau dengar lagu ndangdut, apalagi kalau lagunya Meggy Z. Namanya Achmad ‘Nanang’ Rizali. Tapi ia pasti akan menyangkal kalau ditanya soal ini. Ia hanya mengaku sebagai ‘big fan of Bang Haji’. Ia pernah berharap ada keajaiban dimana Bang Haji bisa jadi presiden dan lagu ‘Begadang’ menjadi ‘national anthem’. Sungguh therlalu..harapannya tersebut).
Begitulah…
Begitu mendengar lagu ini didendangkan oleh Dr. Ario Djatmiko, dokter bedah yang kalau malam bisa ganti profesi jadi penyanyi ini, diringi oleh band ‘The Doctors’ otomatis kami semua ikut mendendangkannya. Yes, people are the same. Podo seneng nyanyi karo njoget. Apalagi kalau dengar lagu ‘Si Gembala Sapi’ ketika dinyanyikan oleh Tante Lieke (Swear…! Anak saya pasti akan tanya ‘What song is that, Daddy…?!). Sontak para tamu kami dari Sacramento turun menggoyangkan tubuhnya diikuti oleh para hostnya. Tak ada yang ingat berapa usia masing-masing tadi malam. Perkoro boyok sambatan mengko bengi yo opo jare. Yang penting malam ini hepi dan enjoi
Kami dapat tamu dari Friendship Force Sacramento, California selama seminggu ini. Ada 14 orang ambassador yang datang. Dari ke empat belas orang tersebut hanya 3 yang couples sedangkan sisanya datang sebagai singles. Saya sendiri mendapat seorang tamu. Namanya Cheewa James. Saya yakin dari namanyaAnda akan menduga ia seorang pria kekar berkumis seperti Charles Bronson (Ah! Anak saya bahkan tidak tahu siapa pria gagah ini). Saya sendiri mengira ia seorang pria hanya karena menduga dari namanya. Tapi ternyata ia seorang wanita dinamis dan ceria yang berusia jauh lebih tua daripada saya. Nama uniknya tersebut diperolehnya karena ia berasal dari keturunan suku Modoc ‘native Indian’. Saya juga baru tahu nama suku ini karena yang saya tahu adalah suku-suku Indian popular seperti Apache, Cherooke, Sioux, Comanche, Mohawk, dan Chinook. Nama-nama suku Indian ini pun saya kenal karena dulu sempat lama bergaul dengan Old Shtterhand dan Winnetou, salah satu kepala suku Apache. Mereka adalah karakter dalam buku-buku karya Karl May yang saya baca sejak SD.
Sekarang saya berkenalan langsung dengan seorang keturunan American Indian (untuk membedakannya dengan orang India) yang meski kulitnya bule (karena ternyata ibunya keturunan Jerman) ternyata sangat bangga dengan asalnya yang suku Modoc tersebut.
Kedatangan tamu asing adalah agenda rutin yang kami lakukan sejak ikut Friendship Force Surabaya.
Banyak yang bertanya apa Friendship Force itu. Oleh Sirikit, salah seorang anggota FF Surabaya biasanya dijawab singkat “Semacam AFS atau pertukaran pelajar tapi yang ini warga dunia.” Friendship Force adalah sebuah program pertukaran kebudayaan antar bangsa dengan mengadakan inbound dan outbound dari satu club ke club lain dari negara-negara anggota di seluruh dunia. Dalam program ini Ambassador, atauanggota FF di salah satu Club yang dikirim ke Club lain, tinggal di rumah host atau keluarga yang menampungnya selama 3-7 hari untuk mempelajari kebudayaan dan kehidupan sehari-hari di tempat tersebut. hingga terjalin persahabatan individu, antar bangsa bahkan ikut mewujudkan perdamaian dunia.
Sejarah Friendship Force International
Friendship Force adalah organisasi non profit yang berkantor pusat di Atlanta. Sejak berdiri pada 1 Maret 1977 oleh Wayne Smith dan disponsori oleh Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter, Friendship Force terus eksis. Kini lebih dari 65 negara bergabung didalamnya, Jerman, Belgia, Perancis, Belanda, New Zealand, United Kingdom, Australia, Hongkong, Vancouver, Macau, SanFransisco, USA, termasuk Indonesia. Adapun visinya adalah untuk membangun dan memupuk persahabatan dunia melalui pertukaran warga dan budaya, dengan saling mengunjungi warga di negara lain yang tergabung dalam Friendship Force. Karena itulah budaya antar negara bisa saling dikenalkan dengan sangat efektif. Dengan saling kenal ini maka diharapkan tujuan kemerdekaan Indonesia yang ingin ikut mewujudkan perdamaian dunia bisa tercapai.Misinya adalah untuk meningkatkan kesepahaman global tanpa melihat perbedaan Bukankah pada hakikatnya ‘People are the same wherever you go’, sebetulnya manusia itu sama saja kemana pun kita pergi?
Saya tertarik dengan organisasi ini karena ini sesuai sekali dengan ayat Tuhan dengan terjemah sbb:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki & seorang perempuan & menjadikan kamu berbangsa-bangsa & bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yg paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yg paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS 49:13)
Jadi sebenarnya Tuhan itu menyuruh kita untuk saling mengenal antara suku dan bangsa di dunia ini karena sebenarnya mereka adalah saudara-saudara kita sendiri. Kita ini tidak bersaudara dengan Phitecantropus Erectus, apalagi dengan penguasa Planet of the Apes. Jadi sebenarnya saya dan Cheewa itu bersaudara karena berasal dari keturunan kakek dan nenek yang sama, Adam dan Hawa, yang entah termasuk berkulit apa waktu lahir. Dengan mengikuti Friendship Force sebenarnya saya hendak mengamalkan ayat Tuhan tersebut yaitu agar saya mengenal saudara-saudara saya yang lain yang datang dari berbagai bangsa dan suku. Sebelum ini kami telah menerima saudara yang berasal dari negara Brazil. (Sila baca di https://satriadharma.com2013/10/03/ketiban-sampur-friendship-force-ribeirao-preto-brazil/dan https://satriadharma.com2013/10/06/dasar-katrok/ Sekarang kami menerima saudara dari suku Modoc. Dan insya Allah kami akan menerima seorang saudara lagi dari UK (United Kingdom), Greater Manchester – South Wales pada tanggal 6 – 11 Oktober 2014nanti.
Apa enaknya mendapat tamu orang asing? Kalau ketamuan bagi kami sendiri adalah sebuah kesenangan. Kami selalu senang menerima tamu dari keluarga atau pun teman-teman. Apalagi di usia pangsiunan seperti saya ini hobinya ya kumpul-kumpul teman. Ketamuan orang asing adalah sebuah kesenangan tersendiri. Dengan menerima tamu asing kami benar-benar bisa menghayati ayat Tuhan tersebut, yaitu untuk mengenal bagaimana kebiasaan, tatacara hidup, adat-istiadat, dan budaya saudara-saudara kita sesama warga dunia. Berdasarkan apa yang saya alami ternyata orang apa pun, tinggal di mana pun, beragama (atau tidak beragama) apa pun, kalau senang hatinya ya tersenyum dan tertawa. Makanya ada pepatah yang mengatakan “Peace begins with a smile..” dan kalau tidak salah yang mengatakan itu adalah Mother Teresa.
Jadi begitulah… Selama seminggu mulai dari tanggal 28/4 s/d 3/5 saudara-saudara dari Sacramento, Amerika, tinggal dan hidup bersama kami. Kami ajak mereka berkeliling kota Surabaya untuk mengenal kota dan penduduknya. Kami ajak mereka ke Bromo untuk menikmati indahnya panorama Jawa Timur dan Indonesia pada umumnya. Kami ajak mereka makan soto, gado,gado, rawon, tempe, tahu bacem dan bahkan Cheewa saya ajak untuk nyicipi ….durian! The smell might be a little bit notorious but the taste?” It’sreally tasty”, kata Cheewa, saudara baru saya yang berdarah Indian Modoc ini. Ah, Cheewa memang pintar memuji. Segala sesuatu dipujinya. Tak ada barang, pakaian, penampilan, makanan, atau apa pun yang kami berikan yang tidak habis dipujinya. Saya rasa ini satu hal penting yang saya pelajari darinya. Tapi ia sangat suka pada Tara, anak bungsu kami. Tara sendiri sangat senang punya tamu yang native speaker karena dengan demikian ia punya kesempatan untuk berpraktek bahasa Inggris. And Tara is really natural in English. Saya sampai heran melihatnya. Kok bisa ya dia memahami omongannya ‘bule deles’ seperti Cheewa yang kalau bicara kayak setengah berkumur itu? Cheewa sendiri senang pada Tara karena menurutnya, “Tara has such a personality that when she wants something she wouldn’t wait. She would go for it.” Tara memang bukan anak yang pendiam seperti ke dua kakaknya. Ia bisa menyambut tamu baru seperti seorang teman yang sudah lama tidak bertemu. Cheeewa bahkan mengundang Tara untuk datang dan tinggal di rumahnya di Sacramento suatu kali. Dan tentu saja itu tawaran itu dicatat dalam hati Tara. Tiba-tiba khayalnya sudah melambung jauh pergi ke Amerika. “We will miss her when she leaves us,” kata saya pada Cheewa. “Of course, you will.” Jawab Cheeewa tertawa.
Tadi malam kami diterima di rumah jabatan Ibu Risma, Walikota Surabaya, untuk Farewell Party. Walikota kami ini memang luar biasa. Beliau benar-benar membuka diri untuk dunia. Ketika Cheewa sebagai Exchange Director memberi sambutan betapa ia dan kawan-kawannya sangat terkesan dengan segala kebaikan, ketulusan, sambutan yang luar biasa dari saudara-saudaranya dari Surabaya, suasana sudah mulai sentimental. “Surabaya dan Indonesia kini telah menjadi bagian dari hidup dan hati kami,” kata Cheewa menutup sambutannya. Dan saya melihat beberapa tamu bule kami meneteskan air matanya. Lho….! Kok ya sama saja toh. Kok mereka juga bisa nangis kalau berpisah dengan orang yang dicintai…?! Saya pikir bule itu sudah kebal terhadap segala hal yang berbau sentimental seperti ini. Ternyata mereka juga tidak bisa menahan haru ketika harus berpisah dengan saudara-saudara barunya dari Surabaya ini.
Selamat jalan saudara-saudara baru kami dari Sacramento Amerika. Kalian adalah saudara-saudara baru kami yang akan tetap berada dalam hati kami selamanya. Sekarang kami benar-benar yakin bahwa sebenarnya kita ini bersaudara dari kakek dan nenek moyang kita, Adam dan Hawa. Ternyata benar bahwa People Are The Same Where Ever We Go!
Surabaya, 3 Mei 2014