Sejak beberapa bulan yang lalu tiba-tiba saya merasakan sakit pada lutut saya. Setiap kali duduk dengan posisi menekuk kaki seperti pada saat sholat dalam posisi duduk di antara dua sujud saya merasakan nyeri pada lutut kiri saya. Akibatnya saya berupaya untuk bertumpu lebih banyak pada kaki kanan.
Belakangan ini frekuensi nyerinya semakin tinggi sehingga terpaksa saya absen sholat tarawih di masjid. Sebenarnya kalau mau dirunut ke belakang sakitnya lutut saya ini sudah berlangsung cukup lama. Ia bermula ketika saya merasakan kesemutan dan ngilu jika saya duduk dalam posisi bersila agak lama. Saya tidak tahan duduk bersila lama-lama kalau mengikuti ceramah. Jadi kalau mengikuti ceramah, di masjid atau di mana saja, saya tidak bisa duduk tenang bersila seperti jamaknya para hadirin yang soleh-soleh itu. Saya sering ‘eker’ sendiri sedikit-sedikit harus ganti posisi duduk karena tidak tahan dengan kaki yang kesemutan. Bagi yang usil mungkin akan mengira saya gelisah mendengarkan ancaman siksa neraka yang disampaikan oleh penceramahnya. Mereka tidak tahu bahwa saya sedang merasakan ‘siksa neraka’ di lutut saya.
Tentu saja saya berupaya untuk mencaritahu apa sebenarnya yang terjadi pada lutut saya tersebut. There must be something wrong. Beberapa teman bilang bahwa itu karena ‘Faktor U’, maksudnya faktor usia. Karena saya sudah oversek cukup tinggi (seket limo menuju seket nem) maka sudah semestinyalah kalau beberapa onderdil tubuh saya mengalami keausan. Tapi saya tidak bisa menerima begitu saja omongan teman seperti itu. Lha banyak orang yang lebih tua daripada saya ternyata tidak mengalami dekadensi fungsi lutut seperti yang saya alami kok! Gak trimo aku kena ‘Faktor U’ tersebut. Lha wong kemarin rasanya usia saya baru dua puluhan lha kok tahu-tahu sekarang sudah oversek…!
Untuk membuktikan bahwa sakit lutut saya bukan ‘faktor U’ penyebabnya maka saya check-up dan periksa darah. Alhamdulillah ternyata hasil yang ditunjukkan laborat adalah saya tidak mengalami penyakit ‘Faktor U’. Kolesterol, SGOT, SGPT, Uric acid, Trigeliserid, gula darah, dll biasa-biasa saja. Maksudnya kalau pun ada yang di atas normal maka itu hanya sedikit dan masih dalam batas normal. Hanya SGPC yang agak tinggi. Dan itu karena saya memang suka makan SGPC (sego pecel).
Yang menyenangkan dari hasil cek darah tersebut adalah ternyata saya masih memiliki darah keturunan pendekar sakti Barda Mandrawata, Si Buta dari Gua Hantu, dan Panji Tengkorak, yang sebenarnya berwajah tampan dibalik topeng tengkoraknya itu. Begitu yang saya dengar. Bahkan saya juga dengar selentingan bahwa sebenarnya saya masih keturunan Syeh Yusuf yang legendaris dan misterius itu. Tapi tentu saja selentingan yang gak jelas ini saya simpan untuk diri saya sendiri dan tidak perlu saya gembar-gemborkan. Cukuplah diri saya sendiri yang mengetahuinya dan tidak perlu saya sebar luaskan. Saya tidak mau disebut riya’.
Seorang teman yang ikut MLM Amway begitu mengetahui sakit saya ini langsung menganjurkan agar saya mengonsumsi suplemen produk Amway yang katanya sip markusip dan jos markojos khasiatnya. Daripada saya mendengarkan kisahnya yang panjang lebar tentang betapa hebatnya kandungan yang ada dalam produk tersebut dan kesaksian ratusan orang yang telah merasakan khasiatnya, akhirnya saya setuju saja untuk menebus sebotol suplemen Cap Amway embuh apa nama produknya sebenarnya.
“Ya gak mahallah kalau dibandingkan dengan khasiatnya. Apa artinya punya kekayaan kalau kita sakit-sakitan, iya nggak?” demikian kata teman saya itu meneguhkan iman saya yang agak goyah mendengar harga produk tersebut. Saya tentu tidak berani membantahnya walau pun di mulut ini rasanya sudah mau keluar kata-kata, “Apa gunanya sakit-sakitan kalau tidak punya kekayaan, iya toh…?!”
Habis sebotol tidak ada perubahan. Padahal saya sungguh khusyuk meminum obat sakti tersebut. Sakit di lutut saya ini timbul tenggelam. Kalau tidak dipakai duduk dalam posisi kaki ditekuk ya tenggelam tapi kalau saya sholat agak lama dalam posisi tersebut ya timbul lagi….
“Faktor U…! Faktor U…!” kata teman saya yang pertama. Masih ngeyel juga dia. Sirik bener sih sama saya. Lha wong rasanya baru kemarin usia saya masih tigapuluhan… Akhirnya saya beli berbagai macam obat yang direkomendasikan pada saya. Seorang penjaja obat di mal yang semlohai berhasil merayu saya untuk membeli obatnya. (Aneh! Rasanya saya kok ya mudah sekali dirayu untuk beli apa-apa kalau yang menjual itu semlohai ya? Kayaknya saya perlu periksa ke dokter juga untuk hal ini).
Gak mempan juga suplemennya. Padahal ia rajin mengirim SMS untuk menawari suplemen lain. Seorang teman menganjurkan ‘Viagra’ yang tentu saja saya tolak. Mungkin ia salah dengar. Saya bilang nyeri otot di bagian lutut dan mungkin yang ia dengar biang otot di bagian bawah perut. Karepmu wis..!
Karena punya mantan siswa yang sudah jadi dokter yang bisa saya hubungi setiap saat maka saya tanya apa kira-kira obat yang canggih untuk penyakit saya tersebut. Via BB ia kemudian memberi saya resep yang cukup manjur. Tapi ya begitu… Obat habis, nyeri sendi datang lagi.
Ketika saya sampaikan pada seorang teman yang jadi dokternya Persebaya, Dr. Herysis, saya lalu dianjurkan untuk berobat saja ke dokter spesialis orthopedy. Tentu saja dr.Herysis ini tahu apa yang saya alami lha wong dia dokter dan kerjanya ngurusi para pemain bola yang kalau bertanding tentu lebih banyak menggunakan kakinya ketimbang jari tangannya. Tapi dia malah menganjurkan saya untuk periksa ke dokter spesialis orthopedi yang setelah saya cek di internet adalah spesialisasi ilmu kedokteran yang berkonsentrasi pada diagnosa, penanganan dan pencegahan dari penyakit, gangguan dan kondisi dari sistem kerangka serta otot, sendi, dan ligamen terkait. Ortopedi ini menangani sekitar 182 penyakit dan kondisi medis. Waks…!
Jadi saya pun kemudian meluncur ke RS Premier (dulunya HCoS) dan mendaftar ke dokter spesialis ortopedi. Dokter yang jaga saat itu adalah Prof. Dr. I Putu Sukarna, FICS, Sp. OT. yang sudah tua dan hanya datang ke RS Premier antara jam 10 s/d jam 11. Saya kebetulan dapat giliran nomor 2 sehingga tidak menunggu lama.
“Apa keluhannya…?” tanya Pak Dokter seperti biasa. Hampir saja saya tergoda untuk menyampaikan keluhan betapa mahalnya biaya untuk menjadi anggota legislatif saat ini. Apalagi kalau mau coba-coba nyalon jadi walikota. (keluh) Tapi saya tentu tidak ingin membuat Prof. Dr. I Putu Sukarna, FICS, Sp. OT yang sudah kena ‘Faktor U’ ini menganggap saya salah kamar dan menendang saya ke ruang sakit jiwa.
Setelah mendengarkan keluhan saya tiba-tiba saya melihat mata tuanya yang sudah mulai redup itu bersinar ‘cling’! dan saya diminta untuk masuk berbaring di meja periksa. Celana panjang saya diminta untuk digulung sampai di atas paha. Beliau memeriksa otot paha saya dan mengatakan “Lembek…!”. Hampir saja saya tersinggung mendengar hal tersebut. Emangnya dipikir saya ini atlit sepakbola apa yang otot pahanya mesti keras…?!
Beliau lalu mengambil sebuah bantal kecil yang agak keras dan meletakkan dibawah lutut saya dan meminta saya untuk melakukan peregangan. Saya diminta untuk menekan bantal tersebut ke bawah dengan keras dengan ujung jari kaki menekuk ke dalam sehingga otot paha tertarik. Beliau meminta saya melakukan itu 30 puluh kali dan mengatakan bahwa itu obat dari sakit nyeri lutut saya. Jika saya melakukan terapi ini dalam seminggu beliau menjamin nyeri otot di balik lutut saya akan hilang. Tapi kalau saya berhenti melakukan latihan ini maka nyeri tersebut bisa kembali lagi. Jadi saya diminta untuk rutin melakukan latihan peregangan otot paha ini dua kali sehari, pagi dan sore.
“Hanya itu…?! “tanya saya heran. “Ya, hanya itu,” jawab beliau dengan agak acuh tapi percaya diri.
“Tapi saya akan memberi sedikit obat, vitaminlah!” sambungnya.
Proses saya ditanyai, diperiksa, dan diberi resep mungkin tidak lebih dari 10 menit. Dan saya pun diberi Neurobion, Oste Forte kapsul, Arcoxia 90 mg tablet, dan setelah itu mesti membayar di kasir setengah jeti lebih. Saya kembali bersyukur menjadi orang kaya yang mampu membayar setengah juta lebih tanpa berkedip. Saya doakan yang membaca kisah saya ini suatu saat juga bisa minimal sekaya saya dan kalau bisa ya lebih kaya daripada saya. Enak toh…! Diantem piro ae karo rumah sakit nggegek ae. Tapi sebaiknya sampeyan semua saya doakan tidak perlu sakit apa pun supaya uang yang semestinya masuk ke rumah sakit itu bisa disedekahkan.
Meski agak tidak percaya akhirnya saya pun berlatih meregang otot paha tersebut pagi dan sore.
Guess what…?! It works….!
Prof. Dr. I Putu Sukarna, FICS, Sp. OT ini memang benar-benar ahli dan terapinya manjur markujur. Gak keliru UNAIR memberinya gelar dokter spesialis dan gelar profesor. Meski baru dua hari ini saya melakukan latihan tapi hasilnya sudah saya rasakan. Nyeri otot di lutut saya sudah berkurang dan saya sudah bisa tarawih lagi tadi malam di Al-Magfirah.
Message of the story :
Sungguh berbeda apa yang bisa dilakukan oleh seorang awam (teman saya yang menganjurkan saya untuk beli produk Amwaynya), orang yang tahu (Dokter Susanti, mantan siswa saya, dan dokter Herysis), dengan yang ahli (Prof. Sukarna). Di tangan orang yang ahli apa yang nampaknya sulit dan membutuhkan waktu dan biaya yang besar dengan mudah bisa ditangani dengan tepat dan manjur. Jadi kita memang butuh banyak sekali ahli dalam berbagai bidang.
Tapi sekarang ini banyak orang awam yang ngaku ahli. Jadi waspadalah…!
Jangan juga ambil sembarang ahli karena setiap keahlian itu ada spesialisasinya. Bayangkan apa yang terjadi jika saya kalau keliru pergi ke Mak Erot ….!
Surabaya, 20 Juli 2013
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com
hahaha,ceritanya lucu pak,tapi mantap untuk di cermati,…
saya baca dari awal ceritanya mas satria, panjang tapi gak terasa..sakit lutut tapi sempat juga ngunjungi dunia kanuragan sibuta dari goa hantu dan panji tengkorak…hahaha, seger banget…tq
Pak, saya punya 2 bude yang juga mempunyai keluhan yang sama pada Lutut. Tapi, mungkin belahan lutut yang bermasalah beda dengan Pak Satria. Semoga sehat selalu Pak 🙂
btw, untung saya baca tulisan ini… (saya kutip ya Pak)
“Saya doakan yang membaca kisah saya ini suatu saat juga bisa minimal sekaya saya dan kalau bisa ya lebih kaya daripada saya. Enak toh…! ”
amiiiiin 😀