“…pada akhirnya tugas manusia dalam kehidupan adalah memecahkan masalah.” (Muchlas Samani)
Guru mendapat saingan baru. Namanya Mbah Gugel. Sekarang semua pertanyaan yang dulunya ditanyakan pada guru sudah diambil alih oleh Google. Google adalah sosok berilmu yang serba tahu dan mampu memberikan jawaban dengan jauh lebih cepat dan tepat dibandingkan guru (meski untuk itu siswa juga harus tahu bagaimana memilih dan memilih informasi yang diberikan oleh Google). Kalau semua informasi yang dulunya menjadi tugas guru untuk menyediakannya dan kini sudah ‘dihandle’ oleh Google lalu apa dong tugas guru yang signifikan? Yang jelas pola pembelajaran kuno dari guru yang bertumpu sekedar pada penyampaian atau pemberian informasi sudah tidak relevan lagi di Abad 21 ini. Tugas itu sudah diambil alih oleh internet yang bisa memberikan informasi-informasi yang bukan hanya luas dan mendalam tapi juga dalam berbagai format yang jauh lebih variatif dan menarik. Kita perlu paradigma baru dalam merancang pendidikan di era cyber ini.
“Semua “Dihandle” Google, Tugas Sekolah Apa?” adalah buku ke delapan yang saya baca pada tahun ini. Buku ini adalah kumpulan tulisan dari Prof. Muchlas Samani, mantan Rektor Unesa dan juga pejabat Kemendikbud. Saya memperoleh buku terbitan Universitas Negeri Surabaya University Press setebal 326 hal ini dari istrinya, Dwiyani, yang kebetulan teman saya waktu SMP dulu (sekarang sudah Doktor di bidang bahasa). Tapi sebetulnya saya sudah tahu keberadaan buku ini karena saya diberitahu oleh Prof Budi Darma yang mengirim SMS pada saya dengan mengatakan “Mas SD, saya baru saja menerima buku baru Prof.Muchlas Samani, “Semua ‘Dihandle’ Google”. Buku ini bagus sekali. BD”. Saya tidak tahu mengapa beliau menginformasikan ttg buku Mas Muchlas ini pada saya. Tapi saya merasa sangat tersanjung karena merasa jadi orang penting oleh perhatian beliau. Kerendahan hati, perhatian dan penghargaan Prof. Budi Darma pada orang lain ini juga membuat Prof Muchlas terkesan dan dituliskannya pada buku ini dalam kolom “Pribadi Inspiratif”.
Buku ini berisi kumpulan tulisan Prof Muchlas Samani dengan berbagai tema di bidang pendidikan dengan segala kompleksitasnya. Buku ini dibagi menjadi 6 tema besar yaitu :
- Tantangan (Pendidikan) Ke Depan
- Kebijakan Pendidikan
- Pendidikan Tinggi
- Guru dan Pembelajaran
- Kecakapan Hidup
- Pribadi Inspiratif
Tema-tema ini kemudian dibagi menjadi berbagai topik yang diulas dengan sangat menarik.Muchlas Samani adalah seorang profesor yang sangat menguasai bidang kependidikan. Pemahamannya meluas dan dalam sekaligus. Analisisnya tajam dan uraiannya sangat runtut dan mudah dipahami. He’s a real master in his field. Meski demikian beliau sangat berhati-hati dalam menilai sesuatu. Dalam berpendapat beliau tidak akan menghakimi dengan tajam tapi akan menguraikan permasalahan satu demi satu dengan runtut dan selanjutnya menyerahkan pada kita pembacanya utk menilainya. Salah satu topik yang dibahasnya adalah tentang pentingnya penguasaan bahasa Inggris bagi anak-anak kita dan kontroversi dibubarkannya program RSBI. Beliau meski tampak mendukung perlunya penguasaan bahasa Inggris mulai sejak di sekolah menengah tapi tidak membela program ini secara tegas. Beliau hanya menyayangkan bubarnya program RSBI ini dengan memaparkan beberapa fakta dan pandangan tentang pentingnya penguasaan bahasa Inggris ini sejak siswa berada di sekolah. Inilah ciri ilmuwan yang ilmunya benar-benar merasuk dan bukan sekedar menempel sebentar di kening lalu menghilang ketika kena air.
Semua topik yang dibahas adalah topik-topik yang bukan hanya aktual tetapi juga penting dan mendasar. Saya yang merasa sudah ‘senior’ dalam dunia pendidikan (maksudnya sudah pensiun) saja terhenyak dan terkagum-kagum membaca tulisan beliau ini. Pandangan dan analisis beliau sangat tajam, fresh, dan original seolah belum pernah disampaikan oleh orang lain sebelum ini. Saya sampai ‘nggumun’ kok saya tidak sampai berpikir ke sana ya? Sambil membaca saya sibuk menandai kalimat-kalimat dan istilah-istilah menarik yang disampaikannya. Jurus tangan kosong dan tendangan berantai yang diperagakan oleh beliau begitu indahnya sehingga seorang pendekar pedang pun akan terkagum-kagum melihatnya.
Salah satu hal yang mendapat perhatiannya adalah tentang adanya Tim Sukses UN. Menurut beliau, di satu sisi tim ini bertujuan baik, yaitu agar siswa lulus dengan nilai bagus. Namun di sisi lain kadang keinginan tersebut membuat Tim Sukses UN ini melakukan tindakan yang kurang baik dan merugikan siswa, yaitu dengan jalan membantu siswa menjawab soal-soal UN itu sendiri. Jika nanti guru membantu siswa dalam menjawab soal UN bukankah itu berarti hasil UN tersebut mengandung barang haram?, demikian tanyanya.
Dengan hasil UN yang haram tersebut lalu dicantumkan dalam ijasah dan ijasah tersebut digunaan untuk mencari pekerjaan, dan pekerjaan tersebut mendapatkan penghasilan maka penghasilan tersebut juga mengandung barang haram. Jika si siswa ini nantinya meninggal dan di akhirat ditanya mengapa makanan yang dimakan mengandung barang haram akan dijawab karena pekerjaannya diperoleh dari ijasah yang mengandung barang haram. Di akhirat si anak tentu tidak bisa mengelak ketika akan dimasukkan ke neraka. Setengah frustrasi si anak akan berkata,”Baik saya menerima putusan masuk neraka, tetapi Tim Sukses UN yang mengajari dan membantu saya untuk curang mohon juga dimasukkan neraka!”
Dengan metafora dan sindiran semacam ini Muchlas Samani tidak secara langsung menghakimi atau menghujat para guru yang menjadi Tim Sukses UN tapi mengajak mereka untuk mempertimbangkan konsekuensi dari perbuatan mereka. Tim Sukses UN bisa masuk surga tapi juga bisa masuk neraka dengan apa yang dilakukannya pada siswanya. Pilihan ada pada mereka.
Muchlas Samani adalah salah satu orang yang membidani program Bidik Misi, program beasiswa khusus bagi anak kurang mampu tetapi cerdas, yang kini telah berhasil meluluskan sarjana. Ternyata program ini sangat berhasil karena 8 dari 11 lulusan Bidik Misi di UNESA lulus ‘Cum Laude’ (sisanya semua ber-IPK di atas 3,3). Dengan keberhasilan mereka di bidang pendidikan ini diharapkan mereka akan menjadi lokomotif penarik gerbong keluarganya dari kemiskinan. Padahal program ini sangat ‘murah’. Bea siswa yang diberikan untuk empat tahun kuliah dan biaya hidup sampai seorang anak miskin tapi cerdas menjadi sarjana hanyalah Rp. 48 juta.
Salah satu hal yang menjadi keprihatinan Muchlas Samani adalah membludaknya jumlah LPTK baik yang negeri mau pun yang swasta. Pada tahun 2013 saja jumlah LPTK yang ada sebanyak 429 buah, 46 LPTK Negeri dan 383 LPTK Swasta. Jadi ada kenaikan 100 lebih LPTK dalam tiga tahun, atau setiap 10 hari muncul sebuah LPTK baru. Dengan jumlah mahasiswa sekitar 1,44 juta maka akan ada 300 ribu lulusan sarjana kependidikan setiap tahunnya. Padahal kebutuhan akan guru baru hanya sekitar 40 ribu guru setiap tahun. Benar-benar ‘over supply’. Bagaimana pemerintah menyikapi hal ini?
Jika Anda seorang guru, dosen, pengelola pendidikan, atau mahasiswa jurusan pendidikan, saya anjurkan utk membeli dan membaca buku ini. Saya jamin seratus persen Anda akan merasa sangat beruntung bisa membaca buku Muchlas Samani yang sangat holistik dan komprehensif ini. This book will inspire and awe you at the same time. Saya bahkan berpikir bahwa buku Prof. Muchlas Samani ini cocok menjadi buku bacaan wajib bagi para mahasiswa S2 kependidikan. Jangan jadi master pendidikan jika belum membaca buku hebat ini.
Muchlas Samani sendiri adalah seorang guru besar yang mantan rektor UNESA. Sebelum itu beliau menjadi Direktur Ketenagaan Ditjen Dikti Kemdikbud dan juga pernah menjadi konsultan Asian Development Bank dan juga World Bank. Saat ini beliau menjadi konsultan USAID disamping tetap mengajar di UNESA baik untuk program S1, S2, dan S3. Bukunya sebelum ini “Mohon Maaf, Masih Compang Camping” yang berisikan tulisan semacam laporan pertanggungjawabannya selama menjadi rektor Unesa juga sama menariknya. Beliau juga seorang teman yang sangat ramah, menyenangkan, dan disukai oleh semua orang. Beliau termasuk seseorang yang memiliki senyum yang terpahat di wajahnya. He always looks smiling dan senyumnya itu bisa melumerkan mentega yang beku. Saya beruntung dan bangga bisa mengenal beliau secara pribadi.
Surabaya, 28 Februari 2017
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com