Saya dan istri berencana ke Madiun pagi ini via kereta Sarangan. Jam 6:30 kami telah tiba di stasiun Gubeng. Istri saya ke loket beli tiket dan saya mencari tempat duduk utk menunggu kereta. Stasiun sudah ramai dan tempat duduk tempat menunggu sudah penuh. Saya melihat ada satu bangku kosong di salah satu deretan kursi dan menuju ke sana. Posisi tempat duduk itu diapit penumpang lain. Kursi itu ditempati tas penumpang sebelahnya jadi saya minta ijin utk menempatinya. Dengan sopan si pemilik tas mengambil tasnya dan mempersilakan saya duduk. Ketika saya mau duduk saya melihat kaki penumpang sebelahnya menjulur menutupi ruang menuju bangku kosong tsb. Ia asyik menelpon dan tidak menarik kakinya ketika saya duduk menempati bangku kosong tsb. Saya terpaksa melangkahi kakinya. Kakinya masih menjulur ke samping menghalangi kaki saya ketika saya sudah duduk. Sikap demikian bagi saya adalah sikap tidak perduli dan tidak menghargai org lain. Dan saya paling jengkel dengan orang yg tidak peduli dengan hak-hak org lain. Tapi…sabar, Bro!, kata hati saya.
Begitu selesai telpon dengan sikap acuh tak acuh ia mengambil koran dan membentangkannya… sampai ke paha saya!
Hanthiiik…!
Orang ini kayaknya cari gara-gara dan mau menguji nyali saya. Grrrr….! Apakah dia tidak tahu siapa saya heh…?! Ganteng-ganteng begini saya pernah memegang sabuk hitam Karateka (tapi tidak sempat mencobanya di pinggang saya). Teksturnya sama kok dengan sabuk warna lain.
Hampir saja saya tepiskan korannya dan tendang kakinya utk menunjukkan sikap bhw saya terganggu dg sikap seenak udelnya itu. Saya lirik sekilas dan melihat meski pun rambutnya cepak dan jauh lebih muda drpd saya tapi ternyata tubuhnya tidak lebih besar daripada saya. Jadi kalau terjadi bentrok saya yakin masih bisa meladeninya. Meski sudah berumur tapi saya masih mengingat beberapa jurus silat yg pernah saya baca di buku-buku silatnya Kho Ping Ho dan SH Mintarja. Salah satunya adalah jurus “Monyet Memetik Bulan”. Meski tidak benar-benar tahu seperti apa jurusnya (lha wong cuma baca buku tanpa gambar) tapi saya yakin ini jurus hebat. Lha wong monyet kok bisa memetik bulan! Pastilah ia monyet sakti.
Sy juga tidak gentar dengan rambut cepaknya karena rambut cepak bukan merupakan keuntungan dalam sebuah perkelahian. Kalau rambut gundul mah lain lagi. Rambut gundul jelas lebih ‘isis’
Perkelahian…?!
Oh my God…!
Bukannya saya sedang berpuasa hari ini…?! Dan ini tentulah ujian bagi kesabaran saya. Untuk apa saya mengumbar amarah dan bersikap kasar pd orang ini? Kenal aja tidak…!
Olaopo sih…?! Lha wong atase pupune ditumpangi koran sediluk ae kok yo pingin ngamuk ngetokno jurus…! Wis tuwek kok yo sik pethakilan…!
Karena ‘diclathu’ sama hati kecil saya begitu maka emosi saya yg semula meluap-luap langsung mereda. Saya menarik napas dalam-dalam. Hufff…!
Innamal a’malu bin niyah…! Eh, innallaha maas shabirin. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yg sabar.
Sekilas saya melihat malaikat Nakir mengeluarkan pulpen dan notes kecil catatan baiknya. Alhamdulillah…! Saya sudah dapat catatan pahala sepagi ini.
Lega rasanya hati ini…! Ingin rasanya saya menambah pahala saya dengan menyediakan kaki saya agar diinjak sama ‘Mas Cepak’ dan setelah itu saya akan tersenyum saja. Kalau perlu ‘Mas Cepak’ saya beri uang tanda terima kasih sudah memberi saya ujian kesabaran (dan saya lulus…!!).
Tapi saya lihat malaikat Nakir buru-buru menambahkan sesuatu di catatannya. Sebelum notesnya ditutup saya juga buru-buru mengintip dan ternyata catatan tambahannya berbunyi :
“Ada Kecenderungan Lebay.”
Walah…! Kok gitu sih, Kir…?!
Stasiun Gubeng, 4 Juli 2014
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com