Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan ketika dimintai pendapatnya tentang perkembangan pendidikan Indonesia pernah berkata. “Jangan terlalu ribut soal kurikulum dan sistemnya. Itu semua bukan apa-apa, justru pelaku-pelakunya itulah yang lebih penting diperhatikan,” Sebagai mantan Mentri Pendidikan beliau tentu sadar betul bahwa kualitas gurulah yang justru menjadi permasalahan pokok pendidikan dimana pun. Baik itu di Indonesia, di Jepang, Finlandia, di AS, di manapun di dunia ini kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas gurunya, bukan oleh besarnya dana pendidikan dan juga bukan oleh hebatnya fasilitas. Jika guru berkualitas baik maka baik pula kualitas pendidikannya.
Contohnya adalah Finlandia, negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia, yang dengan serius menjaga kualitas gurunya.
Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingainnya ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula.
Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka dengan mudah menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Tak ada permasalahan dengan kurikulum apa pun yang mereka inginkan. Dengan koki yang hebat bahan makanan seadanya bisa menjadi masakan yang enak dan menarik sedangkan orang yang tidak bisa memasak hanya akan merusak bahan makanan yang sebaik apa pun.
Celakanya, meski kita tahu benar fakta dan kenyataan tersebut tapi sampai saat ini belum ada usaha terobosan dari Depdiknas untuk mengubah input kualitas mahasiswa yang akan menjadi guru kelak dan sekaligus mengubah sistem pendidikan dan pelatihan guru yang ada di LPTK-LPTK yang ada. Belum ada upaya terobosan untuk menarik siswa-siswa lulusan terbaik untuk masuk ke lembaga pendidikan tenaga keguruan dan belum ada upaya brilian untuk mengubah LPTK yang ada menjadi lembaga yang benar-benar mumpuni untuk mencetak guru-guru terbaik. Bahkan memanfaatkan perguruan tinggi terbaik di Indonesia agar dapat menjadi pemasok tenaga guru saja tidak. Padahal mencetak guru-guru berkualitas prima adalah tantangan dunia pendidikan sepanjang masa tapi pemerintah belum serius melakukan usaha menuju kesana. Sebetulnya semua mentri pendidikan sadar belaka mengenai hal ini tapi tetap tak ada satu pun upaya untuk menjadikan LPTK sebagai lembaga bergengsi dimana hanya best brains yang bisa masuk ke sana dan hanya dosen-dosen terbaik dengan fasilitas terbaik pula yang akan mendidik mereka agar mampu menjadi best teachers.
Finlandia jelas telah melakukan ini dan mereka telah memetik hasilnya.
Malaysia juga telah melakukan hal yang sama dengan program five-year degree programme tailor-made for top sijil Pelajaran Malaysia dimana pemerintah Malaysia menjanjikan para lulusan sekolah menengah terbaik untuk memperoleh pendidikan di luar negeri jika mereka ingin menjadi guru Matematika dan Sains kelak. Dengan program ini mereka akan menjaring 500 lulusan terbaik untuk dikirim ke Australia dan Inggris dalam lima tahun ini. Sebelum dikirim ke luar negeri mereka akan digembleng dulu dalam program Foundation selama setahun di perti lokal terpilih di seluruh negeri dan diikuti dengan program preparatory selama dua tahun di univ. terkemuka sebelum mereka diberangkatkan ke luar negeri selama dua tahun untuk menyelesaikan master mereka. Dirjen Pendidikan Malaysia Tan Sri Abdul Rafie menyatakan bahwa angkatan pertama dari program ini menunjukkan hasil yang sangat baik. Mereka dipilih dari siswa-siswa yang memiliki nilai ujian dengan 7 dan 8 angka A. We want only the best brains in the profession, demikian katanya.
Ini artinya bahwa negara-negara lain sangat serius memperhatikan kualitas pendidikannya dan tidak sekedar berretorika.
Saat ini sangat banyak program beasiswa ditawarkan oleh berbagai lembaga dan industri tapi tak satu pun yang mencoba menawarkan beasiswa bagi lulusan terbaik untuk menjadi guru. Dunia pendidikan belum dianggap penting sehingga dianggap belum perlu mendapat tenaga kerja dari siswa-siswa terbaik.
Saat ini di AS telah dirasakan kebutuhan untuk memperoleh best brains bagi profesi guru dan berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai institusi. Melalui program Rhodes Scholarships yang prestisius, the Woodrow Wilson National Fellowship Foundation di Princeton menelorkan program yang diharap akan dapat menarik siswa-siswa terbaik untuk mau menjadi guru yang pada akhirnya akan dapat mentransformasi pendidikan guru di AS.
Research shows that providing excellent teachers is the single most important way to improve student achievement, kata Arthur E. Levine, president yayasan tersebut. But the quality of our teaching force today is not as strong as it needs to be, and our teacher preparation programs are too weak. We hope this program will produce significant improvement in both and provide models that the rest of the country will follow.
Itu bukan satu-satunya upaya. Program lain seperti Teach for America dan The New York City Teaching Fellow, juga telah melakukan hal yang sama dengan cara merekrut berbagai kandidat dari berbagai profesi untuk dilatih menjadi guru-guru berkualitas dengan program fellowships dan pelatihan keguruan selama 200 jam.
Perguruan tinggi mana saja yang dilibatkan untuk mencetak guru-guru hebat ini? Woodrow Wilson program menawarkan 33 national Leonore Annenberg Teaching Fellowships pertahun, dengan beasiswa sebesar $30,000 per siswa/tahun untuk mengikuti graduate education programs di Stanford, University of Pennsylvania, University of Virginia dan University of Washington.
Melalui program integratif antara lembaga pencetak tenaga keguruan, sekolah tempat magang, dan tiga tahun program mentoring setelah lulus diharapkan akan memberi warna yang berbeda pada tenaga keguruan di AS nantinya. If they did all those things, we would have a radically different brand of teacher education, kata Dr. Levine.
Apa yang bisa kita lakukan? Kita tinggal meniru mereka agar kita juga bisa mencetak guru-guru hebat dan bukannya guru-guru yang tidak kompeten seperti sekarang. Dirjen Dikti semestinya harus proaktif untuk mengajak lembaga dan industri untuk turut berpikir dan bekerja untuk mencetak para guru hebat ini demi menyelamatkan bangsa melalui pendidikan yang berkualitas. Tunggu apa lagi…?!
Balikpapan, 27 Januari 2008
Satria Dharma
Direktur The Centre for the Betterment of Education (CBE)
Gambar diambil dari http://www.chatham-nj.org/coin/mas/first.htm
Salam mas Satria,
Dewasa memang apa yang di paparkan mas Satria lebih mendekati kebenaran, akan tetapi negara kita memang sembrono kalu boleh saya bilang , kenapa demikian? anggran yang 20% di APBN aj masih seret turunnya, turunnya juga banyak proses yang harus dilalui, sehingga banyak tikus pula yang menggerogoti, meski budaya brantas KKN mulai meng-GEMA, budaya KKN masih erat dan lekat di pelihara oleh yang menyuarakannya. weleh…weleh…..
Guru memang harus di perhatikan, Ada aksi pasti ada Reaksi, Alhamdulillah sekarang mulai di sadari hal itu oleh PEmerintah dengan adanya proses Sertifikasi guru (meski masih banyak proses yang tersendat2) dan GAji guru juga mulai di naikkan.
Akan tetapi, proses pendampingan yang berkesinambungan pada guru dan menjadikan Point of intrest pada Kerja PRofesi guru, menurut saya pribadi masih sangat efektif untuk mendapatkan Guru yang berkualitas. Sehingga dapat mencetak lulusan pendidikan Indonesia Yang Unggul dan kompetitif. Semoga..!
Bravo Pendidikan Indonesia…!!!
Salam
Santos-Unesa 2005
*mohon bimbingannya, baru belajar menulis..>>
Terimakasih, infonya tentang pendidikan yang berkualitas. Setuju sekali pendapat Pa Satria. Memang seharusnya seperti itu. Mungkin pemerintah kebingunan dari mana mulainya..? untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ternyata program sertifikasi guru yang diambil. Padahal program tersebut ga yakin akan berhasil menaikan kualitas, persoalannya karena kinerja para guru yang kurang baik. Diberi berapapun tunjangan, kalau tidak ada komitmen dari guru yang bersangkutan untuk meningkatkan komptensinya, sampai kapanpun dunia pendidikan kita akan terpuruk. Semoga tidak…
Wassalam
Tien K.
salam mas satria..
bagaimanapun gambaran pendidikan di negara kita memang mengecewakan. tidak tahu pihak mana yang bersalah dan sebaiknya kita tidak saling menyalahkan. mungkin yang harus kita perbaiki adalah bagaimana agar siswa-siswa berprestasi lebih memilih fakultas pendidikan seperti di finlandia.. bagaimana caranya ?? menimbulkan kesadaran anak-anak bangsa tentang arti penting dunia pendidikan? jauh lebih penting dari pada sekedar nongkrong di jalan n hura2. akan adakah siswa pintar yang lebih rela memilih fakultas pendidikan dari pada kedokteran ?
Pak, q setuju dg pemikiran Bp.
saya umur 23 th, bru 2 th ni saja mengajar di SD, dgn status guru Wiyata Bhakti dan honor seadanya. Bagai buah simalakama pendidikan di Indonesia, maju tak mau, mundur pun selalu…
Dgn SDM yang ada, di SD sekitar 80% adalah guru2 “senior”. Mereka kebanyakan lulusan SPG, dan D2. Kadang pemerintah terlalu muluk2 ttg sistem pendidikan kita, tp para guru ya tetap bgtu2 saja dalam KBM, tidak ada peningkatan kualitas sama sekali.. Setuju nda pak???
Apalagi “guru baru” seperti saya yang ingin menjadi “baru guru” …. honor tiap bulan hanya 200 rb (tahun 1 :100rb, th ke 2: 200rb)
Sungguh penghargaan yang menempatkan guru pada nilai yang terendah… SAya ingin maju…saya ingin membuat tapi…Dengan income 200rb…
Tunggulah KeHancuran Negara Ini!!!!
Jangan menyerah, Mas Jatmiko. Saya juga mulai mengajar dengan gaji cuma 17 rb/bln. hanya cukup untuk makan sehari-hari dan tidak bisa nyambi kemana-mana. Tapi hidup itu menyediakan banyak sekali kejutan. 🙂
Jadi jangan menyerah. Doa saya untuk Anda.
Salam
Satria
Ketemu lagi mas…
Bleh nda q minta info ttg beasiswa utk guru..
Cos Q lg nylesein S1 PGSD ma S1 Teknik Komputer…
matur Numuwn …
Wah senang bisa berkenalan dg bapak via internet..terus terang baru hari ini saya buka web bapak..dan setelah buka dan baca-baca tulisan bapak (termasuk profil) saya jadi berkesimpulan bahwa bapak seorang yg sangat peduli thd pendidikan kita…Saya berharap dan berdoa semoga Allah SWT memberi bapak kesehatan dan umur panjang shg bapak bisa berbuat banyak untuk memperbaiki dunia pendidikan kita..amin
Mungkin segini dulu perkenalannya..oya saya juga punya proyek pendidikan yg kami beri nama Sekolah Alam Nurul Islam di Yogyakarta..mungkin bapak bisa lihat di web sekolah alam nurul islam…Insya Allah kami pengen banyak belajar ke bapak..
Salam kenal juga Bung Zidni! Saya juga berharap suatu ketika kita bisa bertemu dan melakukan sesuatu demi pendidikan bersama. Amin!
Salam
Satria
Tahun 1987an ada program pendidikan D3 untuk guru FMIPA di UI dan ITB. Kalau dibandingkan dengan mahasiswa IKIP mungkin inputnya lebih baik, karena ada kebanggaan menjadi mahasiswa UI/ITB. Saya sempat kuliah di program ini tapi tidak selesai seblum pindah ke fakultas sastra tahun berikutnya. Teman-teman yang menyelsaikan program ini wajib mengajar ke daerah selama 4 tahun. Saat ini rata-rata mereka telah menyelsaikan S1 bahkan S2 dan menjadi guru-guru terbaik di SMA_SMAn negeri/ swasta. Salah satu teman saya, Venentia Matella, adalah salah satu guru kimia yang pinter ilmu dan teaching methodnya di SMA Santa Ursula Lap. Banteng. Kalau saya bandingkan dia dengan guru kimia lain yang saya kenal,teman-teman saya mantann program khusus ini terlihat lebih berkualitas dan lebih berdedikasi. Kenapa ya? Sekarang program ini sudah almarhum, digantikan dengan program komersil kimia terapan D3, bukan untuk mememnuhi kebetuhun guru tapi pabrik kimia.
eneral – Uppss
Dua Remaja Terancam 38 Tahun Penjara Karena Ubah Hasil Ujian
Submitted by : Admin Date : June 22, 2008
CALIFORNIA – Dua remaja California terancam hukuman 38 tahun penjara karena berhasil mencuri username dan password komputer sekolah untuk mengubah hasil ujian milik mereka.
Omar Khan dan Tanvir Singh, yang saat ini masih berusia 18 tahun, menghadapi tuntutan berlapis karena membobol kantor guru sekolah Rancho Santa Margarita. Mereka membobol komputer administrasi di sekolah tersebut dan mengubah nilai hasil ujian mereka dari D dan C menjadi A.
Dilansir melalui PC World, Kamis (19/6/2008), Khan telah ditangkap dua hari setelah kejadian tersebut sedangkan Singh diharapkan dapat menyerahkan diri saat sidang berlangsung.
Pasal berlapis yang dikenai pengadilan atas tindakan kejahatan yang dilakukan keduanya cukup banyak. Pertama mereka memasuki kantor tanpa ijin, mencuri username dan password komputer sekolah, mencuri lembar ujian sebelum dilaksanakan, dan mengubah nilai ujian mereka serta 12 orang siswa lainnya.
Tidak hanya itu, Khan juga terjerat hukuman karena menyusupi komputer sekolah dengan spyware sehingga mereka dapat mengakses pusat database sekolah secara jarak jauh sewaktu-waktu.
Jika terbukti bersalah, Khan akan dijatuhi hukuman 38 tahun penjara sedangkan Singh hanya mendapatkan sanksi 3 tahun penjara saja karena hanya terlibat aksi membobol sekolah dan mencuri lembar ujian bahasa Inggris.
Sumber : okezone
Salam kenal dariku.Semoga nasib guru akan semakin baik, karena terkadang jasa guru hanya dipandang sebelah mata
TERIAK 5 September, 2008
Posted by Arifin in Hikmah, Pendidikan.
trackback
Ini cerita tentang salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan. Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa ? Kebisaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak.
Inilah yang mereka lalukan, jadi tujuannya supaya pohon itu mati. Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga ke atas pohon itu.
Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari. Dan, apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya akan mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga akan mulai rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan mudah ditumbangkan.
Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini sungguhlah aneh. Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup tertentu seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya.
Akibatnya, dalam waktu panjang, makhluk hidup itu akan mati. Nah, sekarang, apakah yang bisa kita pelajari dari kebiasaan penduduk primitif di kepulauan Solomon ini ? O, sangat berharga sekali! Yang jelas, ingatlah baik-baik bahwa setiap kali Anda berteriak kepada mahkluk hidup tertentu maka berarti Anda sedang mematikan rohnya.
Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda?
– Ayo cepat..!
– Dasar lelet..!
– Bego banget sih..! Begitu aja nggak bisa dikerjain..?
– Jangan main-main disini..!
– Berisik.. !
Atau, mungkin Anda pun berteriak balik kepada pasangan hidup Anda karena Anda merasa sakit hati?
– Saya nyesal kawin dengan orang seperti kamu, tau nggak..!
– Bego banget sih jadi bini nggak bisa apa-apa.. !
– Aduuuuh, perempuan kampungan banget sih..!?
– Dasar laki gak punya nyali, ngapain lu jadi suami, nggak becus..!
Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya :
– Stupid,
– soal mudah begitu aja nggak bisa..!.
– Kapan kamu mulai akan jadi pinter..?
Atau seorang atasan berteriak pada bawahannya saat merasa kesal:
– Eh tau nggak..? Karyawan kayak kamu tuh kalo pergi aku kagak bakal nyesel..!
Ada banyak yang bisa gantiin kamu..!
– Sial..! Kerja gini nggak becus..? Ngapain gue gaji elu..?
Ingatlah..! Setiap kali Anda berteriak pada seseorang karena merasa jengkel, marah, terhina, terluka ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk kepulauan Solomon ini. Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai mematikan roh pada orang yang kita teriaki. Kita juga mematikan roh yang mempertautkan hubungan kita. Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena emosi-emosi kita, perlahan-lahan pada akhirnya akan membunuh roh yang telah melekatkan hubungan kita.
Jadi, ketika masih ada kesempatan untuk berbicara baik-baik, cobalah untuk mendiskusikan mengenai apa yang Anda harapkan. Coba kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Teriakan, hanya kita berikan tatkala kita bicara dengan orang yang jauh jaraknya, bukan ?
Nah, tahukah Anda mengapa orang yang marah dan emosional, mengunakan teriakan-teriakan padahal jarak mereka hanya beberapa belas centimeter.
Mudah menjelaskannya. Pada realitanya, meskipun secara fisik mereka dekat tapi sebenarnya hati mereka begitu jauh. Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak!
Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha melukai serta mematikan roh orang yang dimarahi kerena perasaan-perasaan dendam, benci atau kemarahan yang dimiliki. Kita berteriak karena kita ingin melukai, kita ingin membalas.
Jadi mulai sekarang ingatlah selalu. Jika kita tetap ingin roh pada orang yang kita sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati, janganlah menggunakan teriakan-teriakan. Tapi, sebaliknya apabila Anda ingin segera membunuh roh orang lain ataupun roh hubungan Anda, selalulah berteriak. Hanya ada 2 kemungkinan balasan yang Anda akan terima. Anda akan semakin dijauhi. Ataupun Anda akan mendapatkan teriakan balik, sebagai balasannya
Saatnya sekarang, kita coba ciptakan kehidupan yang damai, tanpa harus berteriak-teriak untuk mencapai tujuan kita.
Mereka yang bekerja hanya dengan otak tanpa menggunakan hati nurani mereka, maka ia akan mendapat teman-teman kerja yang mati hatinya.
Ketemu lagi Pak Satria…
ne mau cerita dikit pak. Pekerjaan sbg guru, tampaknya bukan menjadi hal yang prinsipil bagi beberapa teman2 saya. Guru adalah “di gugu dan di tiru. Di daerah saya Cilacap, banyak teman2 saya yang memalsukan masa Wiyata Bhakti mereka untuk mendapat “kesra” ataupun tunjangan yang lain. Pada akhirnya kami yang apa adanya hanya bisa melihat teman2 menikmati kecurangan mereka. Aaaaah kenapa ya Pak, orang yang jujur malah ndak mujur…
Itu kenyataan pak..
Minta pendapt Bapak nggih, Matur Nuwun.
Mas Jatmiko,
Jangan ikut-ikutan mereka yang tergiur dengan uang yang tidak seberapa tapi telah menghancurkan krdibilitas mereka seumur hidup. Sungguh tidak sepadan Mas! Kalau Sampeyan umat beragama tentunya tahu bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan balasannya sendiri. Perbuatan tersebut akan mendapatkan balasan kelak di akhirat. Jangan anggap enteng, Mas!
Selamat berjuang dan bersabar dalam perjuangan.
Salam
Satria
Aslmkm Pak Satria…. Setelah membaca web anda, sy mengatakan bahwa anda memang salah satu seorang satria pendidikan ok.., Sy usia 27th. lulusan S1 Pertanian & baru mengajar di SDIT selama 1 smester. Disini sy baru sadar ttg pentingnya guru dlm pembangunan suatu negara/bangsa.komitmen yg tinggi tlah sy tanam dlm diri utk memperjuangkan pendidikan. akan ttp melihat real yg ada yaitu pendidikan mahal, upah guru minim & dukungan pemerintah msh setengah2 sy jd berfikir panjang, mungkin di negeri ini 100 thn kedepan barulah pendidikan kita bs maju dan bersaing. melihat profil anda sy tergugah utk mendalami & belajar dr anda ttg membangun sistem pendidikan yg kuat. sy ingin kenal dgn anda lbh dkt jika itu memungkinkan, Trims.. Wasslmkm…
Mas Satria, apa sih artinya ‘guru yang berpengalaman”? Apakah ‘pengalaman’ diukur dari jumlah jam mengajra dan rentang tahun mengajar? Saya menemukan banyak guru-guru yang begitu bangga karena sudah mengajar selama lebih dari sepuluh tahun dan memandang rendah guru-guru junior yang baru lulus kemaren sore.Padahal kalau saya amati, guru-guru muda ini lebih pintar, lebih greget, lebih mau belajar hal-hal baru misalnya IT, lebih canggih pendekatannya pada siswa/i. Tetapi sekolah menggaji mereka jauh lebih rendah, belum bisa disertifikasi karena dianggap jam terbangnya belum kelihatan. Padahal guru-guru muda ini nyaris isi kepalanya dipenuhi oleh bagaimana membuat materi pengajaran saya besok lebih menarik buat murid-murid, tadi metode penyampaian materi saya sudah tepat sasaran belum ya, dimana saya bisa dapet materi pengajajaran yang lebih menarik? Teman saya seorang guru junior pernah menabrak motor karena ketika menyetir pikirannya sibuk merangkai-rangkai lirik dan nada lagu untuk mengajarkan conditional type 1,2, and 3.
Kalau saya berkumpul dengan guru-guru senior, omongannya biasanya, “Sudah cek ke BRI, sudah cari belum?” Itulah insentif akreditasi. Topiknya nggak jauh-jauh dari situ. Tetapi kalau ngumpul dengan yang muda-muda, tema perbincangannya seputar penemuan situs yang paling asyik buat cari bahan ngajar. Kok beda ya?
Saya usul, kalau menilai kinerja guru jangan dihitung dari berapa lamanya, tetapi seberapa produktifnya. Sebelum jadi guru saya kerja di swasta. Di sana kita dihargai bukan karena seniroitas tapi karena output kerja. Kapan sekolah kita bisa begitu?
Saya pesimis kenaikan gaji guru akan meningkatkan kinerja mereka. Dan saya juga pesimis guru-guru muda yang idealis lama-lama kehilangan etos kerja karena berada dalam lingkungan yang tidak memahami komitmen pekerjaan.
Saya sebenarnya ingin berhenti pesimis. Tapi setiap saya membaca isi di situs Bapak, tak terhindarkan pesimis saya kambuh lagi.
Dear Lilis,
Dunia boleh kiamat besok tapi kita jangan berhenti menanam hari ini. 🙂 Itu adalah ‘wisdom’ yang saya baca dan terapkan pada diri saya. Banyak guru yang berkualitas buruk tapi jangan sampai kita terpengaruh olehnya. Kita harus menjadi teladan bagi kebaikan di sekitar kita. Semakin besar tantangan di sekitar kita semakin keras pula upaya kita untuk memperbaikinya. You’re right bahwa lamanya mengajar seorang guru belum tentu membuatnya menjadi guru yang lebih baik ketimbang yang baru. Sama juga dengan menyatakan bahwa tuanya usia tidak berarti menunjukkan semakin bijaknya seseorang.
Kita mesti bersyukur bahwa ‘we’re not part of the problems’ tapi ‘part of the solutions’ meski hanya bagian yang sangat kecil dalam sistem.
Menurut saya, kamu perlu turut langsung dalam upaya mencetak guru berkualitas tersebut dengan terus berusaha untuk berbagi ilmu dengan orang-orang yang memiliki keperdulian yang sama dengan kita. Sudahkah kamu ikut KLUB GURU INDONESIA (KGI)? Itu forum yang kita bentuk untuk mengajak sebanyak mungkin guru Indonesia untuk menjadi guru yang berkualitas. Kami sangat membutuhkan guru-guru sepertimu untuk saling berbagi dan bertumbuh.
There’s no room for pessimism.
Doa saya untukmu, Lilis!
Salam
Satria
Saya sangat setuju apa yang menjadi pemikiran anda.
Dalam Dunia Pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat penting dalam Menuju Kehidupan yang lebih baik melalui Software dan Kreatifitas. Kini anda akan dituntun untuk mempelajari tentang kecanggihan teknologi komputer dimana Anda akan merasakan belajar secara Cepat & Mudah untuk menguasai materi tersebut. Siapa pun Anda Guru, Dosen, Mahasiswa, Siswa, Civil, Programmer,Desain, sekalipun Anak-anak. Anda Pasti Bisa.
Kunjungi website kami : http://www.bamboomedia.net
email : ayu@bamboomedia.net