Berkat bantuan Pak Imran, Pak Wildan, dan Pak Tabrani, keinginan saya utk melakukan Safari Literasi di Prop. Aceh akhirnya dapat terwujud. Membudayakan literasi membaca dan menulis pada propinsi yg mendasarkan hukumnya pada syariat Islam menurut saya adalah sebuah keharusan. Bukankah Islam adalah agama yg mensyaratkan pemahaman ilmu pengetahuan bagi penganutnya? Tuhan mensyaratkan kemampuan literasi bagi mereka yg ingin memiliki ilmu pengetahuan (allama bil qalam). Dan itulah sebabnya Tuhan menurunkan perintah membaca teks (allama bil qalam) sebagai syarat utk mengajari manusia dari tidak berpengetahuan menjadi berilmu (allamal insana ma lam ya’lam) dengan 5 ayat pertama yg kita kenal dengan Ayat Iqra tersebut.
DKI JAKARTA : SMKN 28 Jaksel dan Pertamina Foundation
Sebelum berangkat ke Aceh saya masih sempat melakukan presentasi literasi di SMKN 28 Jaksel DKI berkat koneksi Pak Bagiono. Alhamdulillah presentasi saya di hadapan para guru SMKN 28 Jaksel cukup membuat mereka terkesan (shg terpana dan tidak tahu harus bertanya apa ketika presentasi saya selesai). 🙂 Saya berharap ada inisiatif yg muncul utk mendorong sekolah tersebut utk menjalankan program literasi ini (though I doubt it. This kind of school needs more push to move).
Esoknya pada Jum’at (24/10/14) setelah Maghrib saya berpresentasi lagi di Jakarta. Kali ini di Pertamina Foundation yg terletak di Pertamina Learning Center, Simprug. Pesertanya tidak banyak tapi rata-rata para aktivis pendidikan. Acara di PF ini adalah acara rutin yg diselenggarakan oleh IGI bekerjasama dg PF. Sebuah acara yg patut mendapatkan apresiasi. Tempatnya sangat nyaman dan ada konsumsinya segala. Mungkin IGI dan PF perlu mengundang langsung sekolah-sekolah di sekitar utk hadir via surat undangan resmi dan tidak sekedar undangan terbuka via internet. Lha wong guru-guru dan kasek kita itu belum sampai pada tahap punya inisiatif utk hal-hal seperti ini (meski pun guru setingkat ibukota lho!)
Setelah presentasi saya dibombardir dengan tanggapan, komentar, sharing, dan pertanyaan. Seandainya tidak dihentikan acaranya bisa molor sampai jam 10 malam. Semua mengapresiasi gerakan literasi sekolah ini dan paham betapa pentingnya literasi bagi kemajuan bangsa. Tapi yg paling menyenangkan adalah komentar Puti setelah acara usai yg berkata, “Sekarang saya tahu perbedaan pendekatan yg dilakukan oleh Pak Satria dan Pak Moko dalam menggerakkan literasi. Dan saya sepakat dengan Pak Satria bahwa kita memang harus bergerak massif.”. It’s STM, Puti. Sistematis, Terstruktur, dan Massif. 🙂
BANDA ACEH dan SABANG
Sabtu pagi (25/10/14) saya dan istri terbang ke Banda Aceh dan disambut oleh senyum Pak Imran, Ketua IGI Propinsi Aceh, di bandara Sultan Iskandar Muda. Langsung kami diajak makan siang bersama Dr. Djufri, Dekan FKIP Unsyiah dan Dr. Wildan, PD 3-nya beserta istri masing-masing di RM Cut Mun. Saya merasa sangat terhormat diterima oleh mereka. Sungguh luar biasa perhatian mereka pada kami (yang dhaif ini). 🙂
Kami makan lahap dan saya menghabiskan dua ekor udang besar sambil ‘dipleroki’ istri. “Ingat kolesterol!” bisiknya. “Kolesterol…?! Siapa pula itu…?!” jawab saya dalam hati sambil tetap menyantap udang goreng yg ‘unquestionably’ maknyus itu. Sungguh tak tega saya melihat tiga ekor udang besar berwarna oranye nampang di depan saya tanpa saya tegur dan sapa.
Selesai makan kami langsung ke pelabuhan Ulhee Lhee utk naik ferry cepat ke Sabang, Pulau Weh. Kami menginap semalam dan paginya (Minggu, 26/10) kami berkeliling sampai ke “Kilometer 0 Indonesia” yg ternyata sangat ramai pagi itu. Rupanya Sabang sudah mencapai tempat rekreasi populer di Aceh. Bersama kami ada rombongan-rombongan besar dari Jakarta, Malaysia, dan negara asing lainnya. Kami beruntung mendapat carteran becak bermotor dg sopir bernama ‘John’ Hanif yg sangat mengenal semua lokasi wisata dan jalan-jalan di Pulau Weh. Untunglah saya tidak jadi sewa motor sendiri seperti rencana semula. Bisa kesasar-sasar kami kalau tidak tahu jalan. Dengan Hanif kami bisa menikmati semua lokasi wisata dg efisien dan asyik. Pulau Weh benar-benar indah dan masih alami. Rasanya jadi pingin ke sana lagi bersama anak-anak suatu saat nanti. Seandainya saya Mentri Pariwisata maka Pulau Weh akan saya jadikan sebagai pulau tujuan wisata kedua setelah Bali.
Setelah check-out dr hotel Montana di mana kami menginap, kami langsung ke pelabuhan Balohan utk menyeberang kembali ke Ulhee Lhee. Pelabuhan penuh sesak karena hari itu penumpang berlebih dan semua ingin kembali sore itu. Untunglah kami dibantu oleh Hanif sehingga bisa dapat karcis VIP dan bisa pulang ke Banda Aceh sore itu juga. Soalnya kami harus segera ke Pidie utk presentasi literasi esok pagi.
Untuk keperluan Safari Literasi ini Pak Imran ‘cuti’ seminggu utk menemani saya keliling. Beliau juga ‘mewakafkan’ mobil Kijang Kapsulnya utk kami pakai berkeliling selama seminggu ini. Meski katanya jaraknya hanya 2 jam dari Banda, ternyata kami baru sampai di hotel Grand Blang Asan Sigli pada jam 8 meski kami berangkat jam 5 sore.
KOTA SIGLI, KAB. PIDIE
Hari pertama Safari Literasi saya di Aceh adalah di Sigli di Kab. Pidie. Acara diselenggarakan di ruang pertemuan SMKN 2 Sigli. Acaranya dalam bentuk seminar di mana saya sebagai pembicara tunggal dengan topik “Membangun Sekolah Literasi”. Pesertanya adalah para kepala sekolah SD/SMP/SMA/SMK ke Kab. Pidie. Pejabat yg hadir pada acara ini adalah Sekda dan Kadisdik Kab. Pidie. Kadisdik Pidie bahkan mengikuti acara sampai terakhir dan sangat terkesan dengan materi yg saya sampaikan. Para kasek juga mengikuti dengan penuh perhatian dan bahkan ada yg mengaku menangis karena merasa terharu seolah baru disadarkan akan pentingnya literasi membaca dan menulis bagi bangsa. Kami seolah baru disadarkan betapa pentingnya membaca dan menulis bagi siswa dan anak-anak kami, begitu ucap mereka. Untung saya tidak melihatnya sendiri ketika sdg menangis terharu itu. Jika ya maka saya bisa ikut menangis juga dan acara seminar bisa berubah jadi pengakuan dosa dan tangisan massal. Hehehe…!
Selepas makan siang ditraktir oleh Kadisdik Pidie kami lalu berangkat ke Idi, Aceh Timur utk presentasi disana esoknya. Kami menempuh perjalanan panjang dan kali ini saya ikut nyetir. “Kalau saya yg nyetir kita belum sampai, Pak” kata Pak Imran. Beliau memang nyetir pelan-pelan sedangkan saya memang selalu cenderung ngebut. Untungnya jalanan di sepanjang Aceh rata-rata lebar dan mulus sehingga kecepatan di bawah 100 km/jam terasa santai saja. Itu pun Pak Imran sudah sering mengingatkan saya utk nyetir santai saja. Perjalanan yg katanya hanya 5 jam ternyata membutuhkan waktu lebih 7 jam karena kami mampir sholat dan ngopi bersama Pak Jafar, Ketua Kobar GB, di Bireun. Sungguh asyik mendengarkan kisah Pak Jafar menggerakkan organisasi guru di Bireun.
Kami tiba di Wisma 88 Idi, Aceh Timur, pada pukul 8 malam dan langsung masuk kamar utk tidur.
IDI, ACEH TIMUR
Safari Literasi saya pada hari kedua, Selasa, 28/10/14 adalah di gedung pertemuan di Idi, Aceh Timur yg kapasitasnya sekitar 300-an orang. Penyelenggara Seminar Literasi di Idi ini adalah pengurus IGI Aceh Timur yg diketuai oleh seorang guru muda yg sangat enerjik dan percaya diri bernama Nurdin S.Pd MA. Ia menjabat sebagai Korwas Dikmenum di Kab Aceh Timur dan sangat disukai oleh teman-teman guru. Sebelum ini ia telah mengadakan kegiatan seminar sekaligus pelantikan para pengurus IGI Aceh Timur yg dihadiri oleh Sekjen IGI, Mas Ihsan. Seminarnya dianggap sukses dan para guru terkesan dg IGI. Jadi ini adalah acara IGI Aceh Timur yg kedua. Semula yg hadir diperkirakan tidak banyak karena pada pagi itu ada acara peringatan Sumpah Pemuda di kantor Pemkab. Kadisdik yg diharapkan ikut membuka acara ternyata ditahan oleh Bupati sampai acara selesai. Sambutannya diwakilkan pada Pak Agus Salim, Kabid Dikdasmen, yg mengikuti acara sampai selesai.
Meski panitia mengira peserta tidak akan terlalu banyak ternyata peserta terus berdatangan dan mendaftar langsung di tempat. Hal ini membuat panitia jadi kelabakan menyiapkan konsumsi utk makan siang yg sdh dijanjikan. Maklumlah karena peserta membayar 100 ribu utk mengikuti seminar ini. Banyak yg tertarik utk mengikuti seminar ini justru karena ingin tahu apa itu literasi. Soalnya ketika panitia ditanya apa itu ‘Sekolah Literasi’ dijawab agar ikut seminar saja supaya tahu. 🙂
Peserta akhirnya membludak dan diperkirakan melebihi kapasitas ruangan. Meski demikian mereka seolah terpaku mengikuti pemaparan materi yg saya berikan dan terus bertanya sampai saya sendiri yg harus menghentikannya. Waktu di jam tangan saya sdh menunjukkan pukul 13:20 dan kami semua belum sholat (saya lupa bahwa waktu sholat di Aceh terpaut sekitar 1 jam lebih lambat dibandingkan di Surabaya).
Setelah acara selesai dilanjut dg foto bersama. Maka jadilah saya selebriti yg jadi rebutan utk foto bersama dengan mereka. Aaah…! Ternyata begini rasanya jadi selebriti itu (Raffi…oh Raffi…!). Senyum harus selalu terpasang dan sikap harus selalu menarik. Tidak apalah yang penting mereka tergugah dan terlecut utk mulai menanamkan budaya literasi membaca dan menulis setelah ini. Hampir semua merasa seperti baru dibangunkan dan disadarkan oleh pemahaman betapa pentingnya budaya literasi membaca dan menulis itu.
Setelah makan siang di warung dengan menu masakan lokal yg sungguh enak kami pun segera berangkat menuju lokasi Safari Literasi kami berikutnya, yaitu di kota Kuala Simpang, Kab. Aceh Tamiang. Katanya sih cuma dua jam jaraknya. Tapi kalau yg nyetir Pak Imran kayaknya bakal lebih dari dua jam deh! 🙂
Kami tiba di Kuala Simpang sekitar pukul 5 sore dan langsung masuk ke Hotel Grand Arya. Kamarnya lebih besar dan lebih nyaman daripada di dua tempat kami sebelumnya. Saya yakin bisa beristirahat dengan nyaman utk presentasi besok.
See you again tomorrow…
Kuala Simpang, Aceh Tamiang, 28 Okt 2014.
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com