
Kalau mau kaya ada dua cara yang bisa saya anjurkan. Pertama, kita tidak boleh membelanjakan penghasilan kita lebih besar daripada yang kita peroleh. Berapa pun penghasilan kita. Spend less than what we earn. Jangan pernah tergoda untuk berbelanja lebih besar ketimbang penghasilan yang kita peroleh. Kredit atau ngutang untuk hal-hal yang tidak produktif, apalagi hanya untuk gaya hidup, adalah haram. Jangan sampai kita hidup dengan pola gali lobang tutup lobang. Itu musibah namanya. Itu justru resep jitu untuk hidup miskin. Cepat keluar jika tidak ingin jatuh miskin.
Tapi gaya hidup spend less than what you earn itu hanya basic saja. Itu hanya akan membuat kita tidak hidup miskin saja. Untuk bisa kaya kita masih butuh sikap hidup yang lebih progresif, yaitu increase your income… . Tingkatkan penghasilanmu terus menerus…. Lha kalau penghasilanmu hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan dasar ya bagaimana bisa kaya? 😁
Tapi bagaimana cara kita bisa meningkatkan penghasilan? Insya Allah selalu ada cara dan sebenarnya ada banyak cara. Bergantung yang mana yang kita bisa. Main valas dan saham jelas bukan bidang saya. Pokoknya jangan hanya puas dengan apa yang ada. Bersyukur mah harus tapi cepat puas ya jangan. Saya dulu punya prinsip harus bisa menaikkan gaji saya dua kali lipat dari yang sekarang. Sebagai guru saya dulu menambah penghasilan dengan memberi kursus bahasa Inggris ke sana kemari, mengajar di bimbingan belajar, dan akhirnya buka bimbingan belajar sendiri, buka sekolah sendiri dll. Yang terakhir adalah saya punya perusahaan sendiri yang tidak perlu saya tongkrongi. Sekarang saya punya passive income.
Dalam sebuah interviu kerja di tahun 1990 saya ditanya, “Berapa gaji yang Anda minta?” Saat itu saya sedang menghadapi wawancara untuk masuk kerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah internasional.
“ Enam ratus ribu!” jawab saya mantap. ‘Gak mau kurang dari itu.’ tambah saya dalam hati. Percuma saya keluar dari PNS dan meninggalkan lembaga bimbingan belajar saya kalau dapat gaji kurang dari itu. Saya melamar ke sekolah ini karena ingin memperoleh gaji sebesar itu. Penghasilan saya sebelumnya adalah setengah dari angka tersebut. Dan saya ingin sekali dapat penghasilan dua kali lipat dari sebelumnya. Mendapatkan gaji dua kali lipat dari penghasilan sebelumnya seolah menjadi target saya saat itu.
Pertama kali bekerja sebagai guru di kecamatan Caruban , Kabupaten Madiun, pada akhir 70-an saya mendapat gaji sebesar 15 ribu rupiah. Biaya kost dan makan untuk bujangan macam saya waktu itu adalah 10 ribu rupiah. Sisanya yang 5 ribu rupiah saya pakai untuk kebutuhan lain dan simpan sebagian. Gaji tersebut boleh dikata hanya tersisa beberapa ratus rupiah sebelum masa gajian berikutnya tiba. Jadi saya berpikir alangkah enaknya jika gaji saya dua kali lipat dari saat itu.
Tak lama kemudian saya pindah ke Surabaya lalu gaji saya naik dan naik sehingga mencapai 30 ribu rupiah. Dua kali lipat dari gaji awal saya. Tapi ternyata gaji tersebut belum mengubah apa pun. Saya belum bisa kaya. Gaji tersebut hanya tersisa sedikit lebih banyak saja sebagai tabungan saya di akhir bulan.
Jadi saya berpikir “Saya harus punya penghasilan dua kali lipat ini. Baru hidup itu nyaman.”
Gaji saya kemudian merambat naik dan mencapai dua kali lipat dari 30 ribu tersebut. Saya kembali menetapkan target penghasilan dua kali lipat. Pendapatan saya naik dan naik berlipat lipat. Setelah 60 ribu kemudian 120 ribu…… 150 ribu….. 300 ribu… . dan terus. Karena saya numpang tinggal di rumah orang tua maka saya selalu bisa menyisihkan sebagian gaji saya. Dengan tabungan itu maka saya bisa beli sepeda motor, beli TV besar untuk di rumah (first TV in our house), beli meja makan, beli sofa, dll untuk mengisi perabotan rumah kami yang dibutuhkan. Jadi saya tidak sekedar numpang makan dan tidur di rumah orang tua. Saya ikut bertanggung jawab mengisi perabotan rumah. Saya tidak menggunakan kelebihan uang saya hanya untuk bersenang-senang untuk diri sendiri.
Apakah dengan penghasilan yang naik terus saya lalu merasa puas dan bilang sama Tuhan, “Stop…! Stop…! Jangan tambahi penghasilan saya lagi. Ini sudah kebanyakan. Tolong berikan pada pengantri di belakang saya.” Ya tidak dong. 😁 Saya tetap ingin agar penghasilan saya bertambah. Masih banyak yang saya inginkan di dunia ini. Jadi ketika ada lowongan kerja yang menawarkan gaji yang jauh lebih besar ya saya melamar.
Ketika saya melamar pekerjaan baru dan ditanya berapa gaji yang saya inginkan maka saya mantap menjawab “ Enam ratus ribu!”. Saya ingin sebuah capaian baru. Sebuah rasa sukses baru karena memperoleh gaji dua kali lipat dari sebelumnya. Gaji yang saya harapkan memang saya dapatkan. Pada tahun 1990 gaji pertama saya dari mengajar di Bontang International School adalah 600 ribu plus makan mewah tiga kali sehari, akomodasi kamar lengkap dengan AC, kulkas, kamar mandi dalam dan bonus 1.5 kali gaji pada waktu cuti. Jadi sebenarnya kalau dihitung-hitung semua dengan fasilitas yang saya peroleh maka gaji saya sebenarnya hampir dua kali lipat dari angka tersebut. Dengan fasilitas demikian lengkap saya bisa menabung lumayan besar dan bahkan saya bisa naik haji pada tahun 1992. Hanya dua tahun setelah bekerja di BIS. Belum kaya tapi sudah ada tanda-tanda bisa kaya. Jadi saya sudah berani cari istri. 😎
Tapi ternyata saya kemudian sadar bahwa gaji guru internasional lainnya bahkan jauh di atas saya dan apa yang saya peroleh ternyata dibawah ‘standar’penghasilan teman-teman lain yang bekerja di PT Badak NGL Co. Di atas langit ada langit dan yang saya lihat ternyata cuma plafon kamar. Saya harus bisa dapat penghasilan lebih tinggi lagi. Kalau perlu ya keluar dari tempat kerja lama untuk cari pekerjaan baru.
Pada tahun 1996 saya keluar dari Bontang International School dan mulai merintis lembaga pendidikan saya sendiri. Saya mulai menjadi wiraswasta. Jadi bos bagi diri sendiri sebelum usia 40 tahun. Gaji dan fasilitas saya merosot tajam tapi prospek dan kemungkinan untuk lebih kaya lebih terbuka. Begitu juga dengan kemungkinan gagal. 😁 No turning back… Kalau saya gagal kemungkinannya ya nyungsep. Akan sangat sulit bagi saya di usia tersebut untuk dapat kerja di perusahaan yang sebagus PT Badak NGL Co lagi.
Pada akhirnya gaji (atau penghasilan) saya terus naik dan naik. 1 juta….. 2 juta…. 4 juta…. 8 juta…. 16 juta….terus naik dan naik. Alhamdulillah…! Tentu saja saya bersyukur bahwa penghasilan saya naik terus, bukan hanya dari gaji tapi dari penghasilan lain-lain.
“Harta yang berlebih itu cobaan, Sodara-sodara!” Kata para mubalig. “Kalau kita tidak berhati-hati maka kita akan tergelincir oleh cobaan harta.”
“Miskin itu juga cobaan yang jauh lebih besar, wahai para ustad”, kata saya menimpali, tapi hanya dalam hati. “Jadi ketimbang dicoba dengan kemiskinan, ane pilih kaya aja deh! Kalau ane jadi orang miskin mah kayaknya lebih mudah tergelincir.” 😂
Pada usia 55 tahun saya memutuskan untuk pensiun. Kisah perburuan peningkatan penghasilan saya cukuplah sampai di sini. Saya sudah tidak pernah lagi berusaha untuk bertambah kaya. Bukannya takut tergelincir seperti yang disampaikan oleh pak ustad. Meski tidak kaya-kaya amat tapi di titik ini saya sungguh sudah merasa lebih dari cukup. Untuk apa lagi ngoyo di usia tua. Ngoyo itu di usia sebelum 50. 😁
Ini bukan berarti saya akan menolak jika penghasilan saya bertambah lho ya…. Tidak. 😁 Saya hanya berhenti bekerja untuk mencari uang. Saya sudah tidak ingin lagi bekerja atau berinvestasi untuk meningkatkan penghasilan yang ada. Toh passive income saya sudah lebih dari cukup untuk dipakai pensiun.
Sebagai seorang pensiunan dengan passive income saya mau bilang bahwa kita boleh berhenti bekerja untuk cari uang tapi uang bisa tetap kita undang untuk datang masuk ke rekening kita. Masuklah wahai uang besar….! You are most welcome. 🙏😁
Surabaya, 24 November 2022
Satria Dharma