
Melaksanakan ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang diwajibkan oleh Tuhan dan disebutkan dalam Alqur’an ( QS Ali Imran ayat 97 dan QS Al Baqarah ayat 196). Pada Al-Hajj ayat 27 Allah memerintahkan Nabi untuk menyeru kepada manusia (maksudnya umat Islam) agar mereka mengerjakan haji. Niscaya mereka (umat Islam) akan datang dari segenap penjuru yang jauh dengan BERJALAN KAKI, atau MENGENDARAI UNTA (yang kurus)
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.” (Al-Hajj 27)
Nabi Muhammad dan para sahabatnya sendiri melaksanakan haji dengan naik unta. Orang-orang pada zaman dulu juga melaksanakan haji dengan naik unta sesuai dengan ayat tersebut.
Tapi pada saat ini TIDAK SATU PUN umat Islam yang mengerjakan haji dengan naik unta sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Tuhan mau pun sesuai dengan sunnah Nabi sendiri.
Pertanyaannya :
– Mengapa umat Islam kini tidak lagi naik unta sebagaimana yang disampaikan oleh Tuhan dan sebagaimana yang disunnahkan oleh Nabi?
– Siapakah yang mengubah ketentuan tersebut? Apakah ada sahabat Nabi atau ulama besar tertentu yang mengubah ketentuan tersebut sehingga umat Islam tidak lagi menggunakan unta?
– Jika itu merupakan kesepakatan bersama antara umat Islam lalu sejak kapankah kesepakatan tersebut ditetapkan? Apa landasan hukum fiqih yang digunakan, siapa ulama yang menetapkan, dan di kitab apa hal tersebut bisa kita temukan?
Mungkin Anda pikir saya ‘lalar gawe’ alias iseng saja membicarakan hal ini. Tidak wahai akhi dan ukhti. Saya mau mengajak kalian berpikir. 🙏
Saya ingin menunjukkan sesuatu fenomena di mana sebuah hal yang tercantum dalam Alquran dan menjadi sunnah Rasul bisa tiba-tiba saja berubah di mana TAK SATU PUN lagi yang menjalankannya dan juga TAK SATU PUN orang mau pun kelompok yang mempersoalkannya, meski dari kelompok umat Islam yang paling orthodoks sekali pun. Kita SEMUA UMAT ISLAM TANPA KECUALI MENERIMA PERUBAHAN ini dengan rela dan menganggapnya sebagai sebuah kewajaran dan bahkan sebagai sebuah keharusan. 😎
Pertanyaannya : Lantas mengapa untuk hal-hal lain yang bahkan tidak disebutkan dalam Alquran, tidak diperintahkan secara spesifik oleh Tuhan, sudah sangat ketinggalan zaman, kita bisa mempertahankannya dengan keras dan bersikap picik?
Saya beri contoh yang sederhana saja, yaitu tentang mencuci najis karena dijilat anjing. Kita masih bersikeras bahwa najis tersebut harus dicuci tujuh kali dengan salah satunya menggunakan tanah. Mengapa? Karena begitulah kata Nabi. Mengapa harus tujuh kali dan pakai tanah? Mengapa Nabi tidak pakai sabun saja? Kan saat itu sabun belum ditemukan. Apakah kalau sekarang pakai sabun maka tidak sah? Ya kalau ada tanah mengapa pakai sabun? Kan Rasul dulu pakai tanah. Kita harus mengikuti apa pun yang disunahkan oleh Nabi. 😬
Lha kita sekarang kok naik haji pakai pesawat dan bis? Kok nggak pakai unta sebagai mana disebutkan dalam Alquran dan sunnah yang dilakukan Nabi? Kan unta masih ada. Lantas apa alasan kita menggantikan unta dengan pesawat dan bis? Ulama mana sih yang dulunya berani-beraninya mengubah ketentuan naik unta dengan naik bis itu? 🤔
Itu baru contoh yang sederhana. Silakan cari contoh lain yang lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari kita dan gunakan akal Anda untuk berpikir karena itulah gunanya kita diberi akal oleh Tuhan. Menurut Allamah Thabathabai, Allah Swt dalam al-Quran menyeru manusia sebanyak lebih dari tiga ratus kali untuk menggunakan dan memberdayakan anugerah akal pemberian Tuhan ini dengan beberapa ungkapan seperti, “afalâ ta’qilun”, “afalâ tatafakkarun”, “afalâ yatadabbarun”. Allah Swt mengajak umat Islam untuk berpikir dan menggunakan akalnya. 🙏
Surabaya, 13 Juni 2022
Satria Dharma