
Ayat ke 6 dari surah Al-Kafirun ini sangat populer dan sangat sering digunakan dalam berbagai situasi oleh umat Islam. Sayangnya penggunaan ayat ini sering salah kaprah dan tidak tepat karena ketidakpahaman akan asbabun nuzul atau riwayat turunnya surah Al-Kafirun, yang juga disebut surah Al-Ibadah dan surah Ad-Din ini.
Surah ini turun di Mekkah sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Tema utamanya adalah tentang penolakan Nabi atas usul kaum musyrikin untuk MENYATUKAN AJARAN AGAMA dalam rangka mencari kompromi.
Jadi ceritanya adalah karena kesulitan untuk membendung dan melarang penyebaran agama Islam di Mekkah meski berbagai cara telah diupayakan, beberapa tokoh musyrikin seperti Al-Qalid bin Mughirah, Aswad Ibn Abdul Muthalib, Umayyah Ibn Khalaf datang ke pada Nabi untuk mengajak kompromi. Komprominya menyangkut pelaksanaan tuntunan agama atau kepercayaan. Mereka berkata, “Kami menyembah tuhanmu, wahai Muhammad, setahun dan kamu juga menyembah tuhan kami setahun. Kalau agamamu benar kami mendapatkan keuntungan karena kami juga menyembah tuhanmu dan jika agama kami benar kamu juga memeroleh keuntungan.”
Dengan kompromi saling menyembah tuhan masing-masing bergantian seperti ini kaum Quraisy menganggap hal tersebut bisa mewujudkan sikap toleransi antaragama. Ini usulan win-win solution dari para kaum kafir Quraisy. Tapi niat kompromi ala kaum kafir Quraisy tersebut langsung ditentang oleh Allah SWT dengan menurunkan surat Al Kafirun ayat 1-6.
Arti Surat Al-Kafirun
– Katakanlah, wahai orang-orang kafir.
– Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah.
– Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah.
– Dan aku tidak akan pernah menyembah apa yang kamu sembah.
– Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah apa yang aku sembah.
– BAGIMU AGAMAMU BAGIKU AGAMAKU (Lakum dinukum waliyadin)
Jadi perlu dipahami bahwa surah ini turun di Mekkah dan DITUJUKAN KEPADA KAUM KAFIR QURAISY. Mereka mengajak penyatuan agama atau kepercayaan antara agama Islam dan agama kaum kafir Quraisy yang menyembah berhala. Hal ini ditolak oleh Nabi. Jadi ayat ini MENOLAK sinkretisme agama atau pencampuradukan antara agama Islam dengan kepercayaan syirik menyembah berhala dari kaum kafir Quraisy. Jadi ayat ini BUKAN ditujukan kepada kaum Ahli Kitab Yahudi mau pun Nasrani karena kaum Ahli Kitab TIDAK PERNAH mengajak Nabi Muhammad untuk berkompromi semacam itu. Jadi salah kaprah jika kita mengucapkan ‘lakum dinukum waliyadin’ kepada siapa pun atau umat apa pun yang TIDAK MENGAJAK umat Islam untuk melakukan sinkretisme agama semacam yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy. Apalagi jika menggunakan ayat ini sebagai penolakan untuk mengucapkan selamat natal. Benar-benar tidak nyambung. Lha wong mereka meminta umat Islam untuk mengucapkan selamat natal aja tidak kok. Itu semua adalah inisiatif umat Islam sendiri untuk mengucapkannya sebagai penghargaan dan penghormatan atas hari raya mereka. Jadi menyampaikan “Mohon maaf wahai saudaraku umat Kristen. Kami tidak bisa mengucapkan selamat natal karena itu berhubungan dengan akidah kami. Lakum dinukum waliyadin.” Menunjukkan ketidakpahaman akan makna dari ayat itu sendiri. 🙏
Perlu dipahami bahwa kaum musyrikin Mekkah ini juga mengamalkan salat, haji dan umrah sebagaimana tuntunan dari ajaran Nabi Ibrahim. Tapi tatacara mereka berbeda dengan salat, haji, dan umrah yang dilakukan umat Islam. Mereka ada yang salat dan berhaji dengan telanjang bulat laki-laki mau pun perempuan sambil bertawaf, ada yang sambil bersiul dan bertepuk tangan, ada yang tidak mau berkumpul di padang Arafah tetapi menyendiri di Muzdalifah. “Dan salat mereka di sekitar Baitullah itu tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. Maka rasakanlah azab yang disebabkan kekafiranmu itu.” (QS al-Anfal [8]:35)
Lalu bagaimana perintah Allah kepada Nabi Muhammad sehubungan dengan interaksinya dengan Ahli Kitab Yahudi dan Nasrani ketika di Madinah? Berikut ini satu ayat yang melarang Nabi dan umat Islam untuk berdebat soal ketuhanan dengan Kaum Yahudi dan Nasrani
Al-Ankabut 46.
Terjemahan : Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah, ”Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu satu; dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.”
Tafsir Ringkas Kemenag RI:
Pada ayat sebelumnya Allah memberi umat Islam petunjuk dalam menghadapi kaum musyrik Mekah atau para penyembah berhala. Allah lalu menyusulinya dengan ayat ini, yang mengajarkan cara berdakwah kepada kaum Yahudi dan Nasrani. Dan janganlah kamu, wahai umat Islam, berdebat demi menunjukkan kebenaran ajaran Islam dengan Ahli Kitab, yakni Yahudi dan Nasrani yang mengingkari kerasulan Nabi Muhammad, MELAINKAN dengan cara yang lebih baik dibanding caramu menghadapi orang-orang musyrik yang tidak percaya Tuhan. Kaum Yahudi dan Nasrani sejatinya percaya kepada Tuhan dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa sehingga lebih mudah bagimu untuk mengajak mereka kepada agama Islam. Berdebatlah dengan cara yang lebih baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, yaitu orang-orang yang tetap membantah, membangkang, bahkan memusuhimu setelah menerima penjelasan-penjelasan yang kamu sampaikan dengan cara terbaik. Kamu bisa menunjukkan cara dan sikap yang lebih tegas kepada mereka itu, dan katakanlah kepada mereka, “Kami telah beriman kepada kitab Al-Qur’an yang diturunkan kepada kami dan kitab-kitab yang diturunkan kepadamu, yakni Taurat dan Injil. Tuhan kami dan Tuhan kamu sesungguhnya satu, yaitu Allah; dan hanya kepada-Nya kami senantiasa berserah diri.”
Tafsir Quraish Shihab :
Janganlah mendebat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berselisih pendapat denganmu KECUALI dengan cara yang paling tenang, paling lembut dan paling dapat diterima. Kecuali dengan orang-orang yang melampaui batas normal dalam berdebat, maka tidak ada dosa bagimu untuk menghadapi mereka dengan keras. Dan katakanlah kepada orang-orang yang kalian debat, “Kami percaya dengan apa yang diturunkan Allah kepada kami, yaitu al-Qur’ân, juga dengan apa yang diturunkan kepada kalian, yaitu Tawrât dan Injîl. Tuhan kami dan Tuhan kalian adalah satu. Dan kami hanya tunduk kepada-Nya semata.”
Jadi Alquran membuat penegasan bahwa Tuhannya umat Islam dan kaum Ahli Kitab Yahudi dan Nasrani itu adalah satu, yaitu Allah.
Wallahu a’lam bisshawab. 🙏
Surabaya, 29 Desember 2021
Satria Dharma
Luar biasa & maturnuwun