Mengapa modernitas dicurigai dan bahkan dimusuhi oleh kaum agamawan tradisional? Modernitas tidaklah identik dengan paham materialisme. Modernitas adalah kemajuan jaman sebagai berkah dari ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan materialisme adalah paham yang menganggap bahwa hanya materi yang eksis dan yang non-materi hanyalah ilusi para penganut agama (believers). Modernitas, meski dapat menumbuhkan paham materialisme, tidaklah bertentangan dengan paham keagamaan. Islam pada fitrahnya adalah agama yang universal sehingga dianggap mampu untuk mengikuti perkembangan jaman semodern apapun. Islam tidak menganggap haram materi ataupun kekayaan meskipun menolak paham materialisme yang beranggapan bahwa materilah yang paling penting dan menolak segala hal yang berbau spiritual, termasuk keberadaan Tuhan. Sebaliknya, Islam menyodorkan keseimbangan dalam memandang kehidupan dunia dan kehidupan akhirat dan Tuhanlah asal segala sesuatu Dengan demikian mesti dipahami bahwa modernitas sebagai konsekuensi dari kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah musuh dari paham ketuhanan ataupun agama yang perlu kita tentang atau jauhi. Permusuhan terhadap sistem perbankan oleh sebagian umat Islam yang puritan karena menganggapnya sama dengan kegiatan riba yang ditentang oleh agama adalah salah satu contoh ketidakmampuan umat Islam dalam memahami perbedaan antara modernitas dan materialisme.
Perlu diakui bahwa aspek kehidupan gemerlap dari Barat atau kehidupan modern, tidaklah semuanya buruk atau sesat. Tidak ada yang salah jika generasi muda menggunakan celana jeans, makan fast food (lepas dari masalah kesehatannya), dan mendengarkan musik pop sepanjang mereka tetap berpegang teguh pada dasar-dasar keimanan tentang Allah dan perintah-perintahNya. Jika seorang remaja memiliki kesadaran dan pemahaman tentang aturan-aturan agama yang dianutnya maka ia akan lebih percaya diri dan mampu menghadapi kehidupan modern tanpa harus tercebur dan terseret oleh eksesnya yang berwujud paham materialisme. Seorang remaja yang agamis perlu memahami dan terbuka terhadap kesempatan dan tawaran dari dunia modern tapi tetap sadar akan pentingnya memegang integritas dan standar moral dari keyakinan agama yang dimilikinya. Masalah inti yang perlu ditanamkan adalah keimanan akan Tuhan dan memandang dunia dengan pikiran dan hati berdasarkan ketuhanan. Jika seseorang telah menancapkan keimanan dalam hatinya dengan teguh maka ia tidak perlu menutup diri terhadap perubahan ataupun datangnya budaya asing. Jika ia telah mencapai kesadaran penuh tentang Tuhan maka ia sebenarnya telah berjalan dalam bimbingan dan cahaya Tuhan. Pemahamannya akan ketuhanan (divinity) ataupun spiritualitas akan memberikan filter baginya dalam menghadapi berbagai paham lain yang bertentangan dengan paham yang diyakininya. Lantas bagaimana generasi muda dapat memperoleh kesadaran tersebut? 🤔
Untuk menjawabnya kita mesti memahami masalah yang kita hadapi terlebih dahulu. Ekses yang timbul dari modernitas adalah semakin kuatnya peran ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin ditinggalkannya pemikiran yang bersifat ketuhanan (divine). Kehidupan modern dapat membuat orang merasa tidak lagi memerlukan Tuhan dalam kehidupannya. Mereka merasa bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan segala hal yang mereka butuhkan dalam kehidupan dan ‘Tuhan telah mati’. Iklan-iklan menggempur kita dengan kebohongan bahwa kita bisa berbahagia jika menggunakan produk-produk tertentu. Perusahaan asuransi lebih dipercayai daripada janji Tuhan dalam buku suci. Ilmu pengetahuan populer menyodorkan teori bahwa alam semesta ini muncul dengan sendirinya karena hukum alam semata. Ini semuanya berdasar pada paham materialisme yang merupakan musuh bersama dari umat beragama dan bukan modernitas itu sendiri.
Saya cukupkan sampai disini dulu pendapat saya. Saya ingin Anda memberikan pandangan dari sudut pandang Anda untuk melengkapinya. Silakan…! 🙏😊
Surabaya, 4 Januari 2021
Satria Dharma