
Kami sampai di Kotamobagu sekitar jam 18:30. Padahal kami berharap bahwa kami akan tiba sore hari sebelum matahari terbenam. Jarak dari Gorontalo ke Kotamobagu sebenarnya hanya kurang dari 6 jam karena hanya 238 km. Jadi kalau kami berangkat pagi jam 8 maka semestinya jam 2 siang atau paling lambat jam 3 kami sudah akan sampai. Semula kami memang ingin lewat jalur selatan menyusuri pantai-pantai di bagian selatan Gorontalo. Kami bahkan sempat mampir di Pantai Ikan Paus untuk berfoto-foto karena kami tidak mungkin menghabiskan waktu kami untuk sekedar menunggu ikan paus datang yang jadwal nongolnya suka-suka tersebut. Begitu kami hendak meneruskan perjalanan ternyata jalanan ditutup total karena sedang dalam perbaikan. Rupanya longsor di ruas jalan ini sudah rutin terjadi sehingga perbaikan jalan juga terus dilakukan. Akibatnya ya mengganggu semua kendaraan yang lewat. Katanya jalan baru akan dibuka jam 12 nanti. Itu berarti kami harus menunggu antrian kendaraan lewat selama 2 jam. Itu pun sistemnya ‘buka tutup’ artinya bergantian dari sisi yang keluar Gorontalo dan yang mau masuk. Jika antriannya sangat panjang ya waktunya akan lama seperti yang kami alami kemarin di jalur Kebun kopi Trans Sulawesi waktu menuju ke Palu. Kami harus menunggu selama 3 jam untuk bisa lanjut ke Palu dari Tentena.
Daripada manyun menunggu dua jam kami akhirnya putuskan untuk balik ke Gorontalo dan naik ke Utara melalui jalur Trans Sulawesi ke Manado. Nanti baru ambil jalur ke selatan masuk ke Kotamobagu.
Jika melalui jalur selatan maka kami disuguhi oleh pemandangan indah pantai-pantai sepanjang perjalanan melalui sisi kanan kendaraan kami. Tapi karena kami berbalik dan mengambil jalur Trans Sulawesi di utara maka pemandangan pantainya kini berada di sebelah kiri kendaraan kami. Pemandangannya sama indahnya. Breathtaking view. Sungguh luar biasa menyenangkannya perjalanan kami sepanjang pantai menuju Kotamobagu ini. Pokoknya wow amazing…! 😁
Satu hal yang aneh menurut saya adalah bahwa hotel-hotel di Kotamobagu tidak dijual melalui Traveloka. Saya kesulitan untuk booking hotel di sini. Untungnya kami dapat referensi dari anak kost kami di Balikpapan yang asli Kotamobagu tapi sekarang bekerja di Balikpapan dan ngekos di rumah kami. Kami diberi rekomendasi hotel Sutan Raja dan diberi nomor kontak hotelnya. Begitu saya hubungi ternyata langsung diterima oleh resepsionisnya dan diberi tahu bahwa ada promo di hotel Sutan Raja. Jadi semalam hanya 450 rb. 😎 (Lha sebelum promo berapa ya rate hotel ini?). Sebetulnya saya mencari hotel bintang tiga yang ratenya lebih murah. Tapi karena tidak bisa browsing maka terpaksa saya ambil saja. Setelah sampai di hotel kami kaget karena ternyata hotelnya baru, sangat besar, keren, dan berbintang lima. Ini jelas hotel terbaik yang kami inapi selama perjalanan kami selama tour Trans Sulawesi ini. Harga 450 rb layaklah untuk hotel sebesar dan semegah ini. saya tanyakan berapa rate sebenarnya jika tidak sedang promo dan dijawab 750 rb. Kamarnya juga bagus, luas, dan fasilitasnya lengkap sebagaimana layaknya hotel bintang lima. We would enjoy our stay here for sure.😁
Paginya kami check-out dan keliling kota dulu untuk menikmati keindahan kota ini sebelum lanjut ke Manado.
Kotamobagu jelas lebih indah, lebih bersih, lebih rapi dan lebih menyenangkan ketimbang Gorontalo. Jalan-jalannya sangat lebar dan bersih tertata. Beda dengan Gorontalo yang sempit dan padat dengan bentornya yang berjalan dengan seenaknya. Kami seharusnya menginap sehari lagi di kota ini. Sayang sekali bahwa kami tidak punya waktu untuk jalan-jalan exploring kota ini karena kami harus segera berangkat ke Kota Manado agar tiba siang hari. Kami memang harus segera tiba di Manado karena kami harus segera tes PCR untuk keperluan penerbangan kami kembali ke Surabaya. Hasil tes PCR itu butuh antara 1-2 hari. Tanpa hasil tes tersebut kami tentu tidak bisa terbang kembali ke Surabaya. Kami sempat tanya tes PCR di Gorontalo dan ternyata mereka baru bisa memberikan hasil tesnya setelah 4 hari. Wow…! 😳 Makanya kami harus segera tes di Manado yang bisa lebih cepat keluar hasil tesnya.
Ketika kami kemarin masuk Gorontalo ternyata kendaraan kami dihentikan dan penumpang ditanya surat sertifikat vaksin oleh polisi petugas satgas Covid. Untungnya kami semua sudah dua kali vaksin dan sudah kami buatkan kartu vaksinnya. Jadi kami lolos dengan mudah. Saya tanya pada Ebbi, sopir kami, bagaimana kalau ada penumpang yang belum vaksin dan ingin masuk Gorontalo. Ebbi dengan santainya menjawab “Uang bicara…!”. 😁
Rupanya memang tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan uang di republik ini. Pantesan kok kehidupan tampak berjalan normal-normal saja di sepanjang perjalanan saya sejak Makassar sampai Kotamobagu ini. Rakyat Indonesia memang sangat fleksibel dengan perubahan dan peraturan apa pun yang dibuat oleh Pusat. 😁 Peraturan seketat apa pun akan diterima. No problem. Toh nanti dalam pelaksanaannya akan disesuaikan dengan kelenturan penerimaan masyarakat di bawah. 😎
Lha wong gitu saja Indonesia ternyata jauh lebih hebat ketimbang negara-negara maju dalam menangani pandemi ini. 😁 Negara lain itu sampai terheran-heran melihat fakta bahwa Indonesia yang tampaknya amburadul dalam menangani pandemi tapi toh hasilnya jauh lebih baik miraculously daripada mereka yang bolak-balik lockdown. Teman yang tinggal di Australia sampai ndomblong saya ceritain bahwa saya sudah traveling dan mengadakan Trans Sulawesi Tour. Jelas irilah dia lha wong dia masih dikekep terus sama pemerintah Australia. Indonesia dilawan…! 😂
Sepanjang perjalanan kami Trans Sulawesi Tour dari Makassar ke Manado ini saya tidak henti-hentinya bersyukur bisa menikmati semua hal yang kami temui. Semuanya begitu indah, menarik, dan menyenangkan hati. Sungguh rugi orang Indonesia yang tidak mau dan tidak berusaha untuk bertamasya mendatangi kota-kota dan propinsi yang ada di seluruh Indonesia. Semua daerah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke adalah kekayaan bangsa kita yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Saya bayangkan alangkah irinya saya pada orang Indonesia jika saya warga Singapura yang cuma ‘a little dot’ compared to Indonesia. 😎 Kita bisa berjalan dari Sabang sampai Merauke tanpa harus pakai paspor, visa, kartu kredit, mau pun uang asing. Cukup dengan uang rupiah kita dan kita bisa keliling Indonesia ke 34 propinsi. Dengan uang 1 USD atau 15 rb kita sudah bisa sarapan nasi kuning, nasi uduk, atau pecel. Ada sangat banyak variasi sarapan pagi di Indonesia. Sila Bandingkan dengan sarapan paginya negara-negara maju yang itu-itu saja. Kalau Anda travelling ke Eropa atau Amerika dalam tiga hari saja pasti sudah kangen dengan nasi Padang. 😁
Perjalanan dari satu kota ke kota lain di Sulawesi ini butuh antara 5 – 8 jam perjalanan dengan pemandangan yang bisa bikin kita ternganga saking kagumnya. Tapi kalau di Jawa tiap jam kita bisa sampai di ibukota kabupaten. Artinya kalau kita mau keliling Jawa cukup dalam sebulan sudah kita datangi semua.
Kita sungguh beruntung tinggal di Indonesia. Sungguh sayang jika kita tidak memanfaatkan waktu kita untuk menikmati kekayaan budaya, keindahan panorama, dan kelezatan kuliner Nusantara yang ada di negeri kita ini. Saya sungguh berharap pada teman-teman pensiunan yang seusia saya untuk memanfaatkan waktu luang dan kelebihan dana pensiun mereka untuk travelling keliling Indonesia. Urusan cucu biar ditangani emak sama bapaknya sendiri saja. Mosok hidup kok dipakai momong terus. 😂
It’s time we enjoy our life. 🙏😁
Kotamobagu, 20 September 2021
Satria Dharma