Saya safari literasi lagi. Tapi kali ini jalurnya zigzag dan tidak di satu daerah atau propinsi saja. Saya akan langsung ke empat propinsi kali ini. Jadwal dan jalur saya kali ini adalah sbb:
1. Kamis, 1 September 2016 presentasi di Selong, Lombok Timur. Karena lokasi presentasinya di Selong maka saya harus berangkat siang ini. Jadi jalurnya adalah Surabaya – Lombok Praya. Dari sini saya akan dijemput oleh panitia utk jalan darat ke Selong. Saya akan menginap semalam dan paginya presentasi di hadapan para guru di Kec. Selong. Tapi hari itu saya harus langsung pulang ke Surabaya karena besoknya saya harus pergi lagi.
2. Jum’at, 2 September, saya harus ke Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Propinsi Sumatra Utara. Untuk itu saya harus naik pesawat dulu dari Surabaya ke Medan (Kuala Namu). Untungnya ada jalur langsung dari Surabaya ke Medan dan setelah itu naik pesawat lagi ke Gunungsitoli.
3. Kuala Namu – Gunungsitoli. Dari Kuala Namu saya akan langsung ke Gunungsitoli. Presentasinya keesokan harinya, yaitu hari Sabtu, 3 September. Hari Sabtu itu saya akan presentasi dan esok paginya saya harus sudah kembali ke Surabaya. Tapi saya tidak dapat tiket langsung dari Medan ke Surabaya sehingga harus lewat Jakarta dulu.
4. Minggu, 4 September. Gunungsitoli – Medan (Kuala Namu) – Jakarta (Cengkareng) – Surabaya (Juanda). Seharian tanggal 4 September itu saya akan berada di perjalanan. Saya akan tiba malam hari di Surabaya untuk istirahat dan paginya siap untuk berangkat lagi,
5. Senin, 5 September 2016, saya harus ke Ujung Pandang dengan penerbangan paling pagi karena pagi itu saya harus presentasi di Pangkep. Katanya sih jarak dari Bandara Sultan Hasanuddin ke Pangkep cuma satu jam. Akan ada panitia yang akan menjemput saya di bandara dan saya akan langsung di bawa ke gedung tempat saya akan presentasi nantinya. Ini presentasi tembak langsung dan tidak pakai menginap. Selesai presentasi saya harus langsung balik ke Surabaya dan tiba di Surabaya malam hari lagi. Saya hanya akan istirahat malam itu dan besoknya saya harus siap untuk berangkat lagi.
6. Selasa, 6 September, pagi-pagi sekali saya harus sudah ke bandara Juanda lagi karena saya harus ke Banjarmasin. Pak Gusti Surian sudah mengatur acara presentasi tentang literasi juga di Banjarmasin. Selesai presentasi saya juga minta segera diantar ke bandara agar saya bisa pulang ke Surabaya malam itu juga. Kenapa tidak menginap di hotel saja? Untuk apa menginap di hotel kalau menginap di rumah jauh lebih nikmat. 😊
Saya hitung ada 11 tiket yang harus saya siapkan untuk safari kali ini. Untungnya sekarang ada Traveloka yang benar-benar membantu saya dalam mengatur jadwal. Saya hanya berharap dan berdoa agar diberi kesehatan, keselamatan, dan kelancaran dalam perjalanan saya ini. Amin!
31 Agustus 2016
SELONG YG BERGAIRAH
Presentasi di Selong pagi ini atas undangan Pak Guru Muhir, sekertaris IGI Lotim, yang skrg diangkat menjadi Kanit Dikpora Lotim. Struktur birokrasi di Lombok Timur memang agak beda dibanding daerah lain. Di sini dikenal Kepala Unit (selain Kepala Bidang), di bawah Kepala Dinas Pendidikan, yang membawahi kepala sekolah SD dan SMP di setiap kecamatan. Karena ada 40 kecamatan di Lotim ini maka tentunya ada 40 Kanit di mana salah satunya adalah Pak Guru Muhir (that’s what people call him here).
Pak Guru Muhir ini adalah sosok guru yg cerdas, kreatif, dan sekaligus pemberontak. Dia selalu ingin melakukan sesuatu yg fenomenal dan tidak suka dengan otoritas. Begitu dia diangkat jadi Kanit maka ia langsung ingin menerapkan program literasi di kecamatannya. Kecamatannya harus jadi model bagi program pendidikan unggulan katanya. Pucuk dicinta ulam tiba, pikir saya. Mari kita susun program pelatihan guru setelah acara di Gedung Wanita pagi ini, kata saya. Saya juga tertantang utk membuat sebuah model pembelajaran berbasis literasi di sebuah kecamatan. Lagipula ada 40 SD dan 11 SMP di kecamatan Selong. It’s big enough for an education program experiment. Selong juga tidak terlalu jauh dari Surabaya dan saya punya kerabat dekat yg tinggal di sini. It would be a perfect place for a literacy program.
1 September 2016
YAHOWU GUNUNGSITOLI
IGI Gunung Sitoli ini fenomenal. Meski baru dilantik hari ini tapi anggotanya sudah langsung 300-an. Jauh melampaui IGI kota-kota lain yg sudah lebih dahulu ada dan bahkan jumlah gurunya jauh lebih banyak.
Apa sih keuntungannya kalau sebuah daerah memiliki guru IGI lebih banyak? Itu artinya daerah tersebut punya kesempatan utk mengembangkan kompetensi gurunya lebih baik. IGI selalu menawarkan berbagai pelatihan guru yg sangat dibutuhkan bagi pengembangan kompetensi mereka. IGI memiliki banyak guru-guru hebat yang SIAP BERBAGI dengan koleganya sesama guru di mana pun. Hebatnya, IGI tidak bergantung pada birokrasi dan anggaran daerah. Tanpa dana pun IGI melesat ke mana-mana utk berbagi dengan penuh semangat. Dan semangat berbagi itu menular dengan cepat di kalangan guru IGI. Para guru IGI merasa malu kalau mereka tidak berbagi informasi, ilmu, pengetahuan, ketrampilan, dan sumber daya yg mereka miliki. Minimal mereka berbagi senyum dan sapaan yg menyenangkan dan menyejukkan. Sharing and Growing adalah motto mereka. Saling Berbagi utk Tumbuh Bersama. Hanya dengan terus belajar bersama maka kita bisa mewujudkan mutu pendidikan yg sejajar dan setara dengan negara-negara lain yg sudah di depan kita.
Saya selalu sampaikan bahwa apa pun program pemerintah dan berapa pun dana yg akan mereka gelontorkan utk meningkatkan mutu dan profesionalisme guru di Indonesia AKAN GAGAL. Maaf, saya tidak sedang sinis atau berupaya mengecilkan peran pemerintah tapi ini adalah fakta keras yang harus dipahami oleh pemerintah. Anda telah gagal selama ini and unfortunately you’re still doing the same way while hoping to get a different result. We are not trying to break something by knocking things again and again and again. We are trying to build something here. Mohon maaf saya pakai bahasa Inggris karena saya memang sering ‘kemenyek’ (tanya orang Surabaya artinya) dan otak saya memaksa menggunakannya.
Optimisme dan gairah utk terus belajar adalah resep keberhasilan IGI utk berkembang. Apakah pemerintah c/q Kemendikbud menyadari betapa pentingnya menumbuhkan gairah belajar guru dari dalam dirinya sendiri, as we IGI realize it? Neva…! They’re just doing business as usual. A business of failure. (No. I’m not cynical. It’s just a matter of fact, my dear). Tanpa adanya motivasi dan keinginan utk belajar yg tumbuh dari diri guru sendiri maka segala macam resep, ramuan, dan menu program dari Kemendikbud hanya akan dimuntahkan begitu mereka keluar dari ruang pelatihan. It has failed and will fail again and again…
Dan di sinilah saya sekarang berdiri. Di hadapan ratusan guru Gunung Sitoli yang datang utk belajar dengan keinginannya sendiri. Mereka tidak dipaksa oleh kadisdik atau pun walikotanya utk datang. Mereka datang dengan keinginan sendiri utk merasakan sebuah perubahan. They feel the urge to change. And they will…
Dan jika Anda lihat wajah para guru Gunung Sitoli yg hadir pada presentasi literasi saya pagi ini maka saya yakin bahwa Anda akan setuju dengan saya bahwa mereka adalah sosok-sosok yg merindukan perubahan dan siap utk menjadi pelaku perubahan (an agent of change). Semoga…!
3 September 2016
GLS DI PANGKEP
5 September 2016
Seperti yang saya duga, banyak daerah yg belum melaksanakan Permendikbud 23/2015 tentang kewajiban mengalokasikan waktu 15 menit utk membaca buku non-pelajaran di semua sekolah. Salah satunya di Pangkep ini. Ketika saya tanya apakah Gerakan Literasi Sekolah sdh berjalan di sekolah Anda pada para peserta yg mendengarkan presentasi saya semuanya menggelengkan kepala. Ini artinya belum ada sosialisasi ttg GLS di Kab. Pangkep ini sehingga mereka juga seperti baru mendengar adanya GLS.
Saya yakin situasi seperti ini bukan hanya terjadi di Pangkep tapi juga di banyak daerah. Padahal Permendikbud ini sdh turun sejak tahun lalu. Setahun berlalu dan masih belum banyak daerah yg benar-benar melaksanakan GLS ini. Ini tantangan besar bagi bangsa ini utk menumbuhkan budaya baca bagi anak-anaknya. Ada ketidakpahaman dan ada ketidakseriusan dalam upaya menjalankan program budaya baca di sekolah. Padahal rasanya semua orang sdh berteriak ttg bahaya dari rendahnya kemampuan literasi bangsa.
Saya tidak tahu sebenarnya siapa yg bertanggung jawab utk mensosialisasikan dan mengimplementasikan program GLS ini di setiap kota/kabupaten/propinsi. Ada 500 lebih kota/kabupaten di seluruh Indonesia dan baru beberapa gelintir kota/kabupaten yg benar-benar berupaya utk menjalankan program ini.
Apakah kota/kabupaten Anda sdh menjalankan program Gerakan Literasi Sekolah? Jika belum, mengapa? Jika sudah, berapa banyak sekolah yg sdh melaksanakannya dan bagaimana pelaksanaannya?
SEMINAR LITERASI DI BANJARMASIN
6 September 2016
“Setelah mendengarkan presentasi saya ttg pentingnya membaca ini, apakah Anda bersedia utk mulai membaca secara rutin setiap hari?” tanya saya pada peserta seminar.
“Bersedia…!” jawab mereka.
“Mengapa Anda bersedia…?!” tanya saya.
“Karena membaca adalah perintah Tuhan,” jawab mereka.
“Alhamdulillah, jika demikian. Tidak sia-sia saya datang dari Surabaya utk menyampaikan presentasi saya ini,” jawab saya lega.
Satu alasan penting mengapa saya selalu bersemangat mendatangi majlis literasi seperti pagi ini di Banjarmasin adalah karena dengan demikian saya telah membangkitkan pemahaman para peserta (yg pada umumnya guru tersebut) ttg pentingnya kebiasaan membaca. Dan yg lebih penting lagi adalah janji dan komitmen mereka utk melakukannya setiap hari. Tidak ada yg lebih penting dan bermakna bagi seorang ‘da’i literasi’ macam saya selain mengetahui bahwa apa yg saya sampaikan akan benar-benar dilaksanakan oleh audiens saya. Tidak ada gunanya berdakwah, mengajar, memotivasi audiens sebagus apa pun jika ternyata setelah sesinya selesai mereka tidak melakukan apa pun yang kita sampaikan. Alangkah sia-sianya kita mendakwahkan pentingnya kebersihan jika setelah itu para audiens kita ternyata tidak berubah sama sekali dan tetap buang sampah sembarangan seperti sebelumnya. Itu artinya mereka tidak tergerak dan bergerak utk melakukan apa yg kita sampaikan atau contohkan. Itu namanya kita gagal menjadi inspirasi bagi mereka.
Jadi meminta komitmen mereka utk mulai membaca dan mendorong mereka utk menumbuhkan kebiasaan membaca bagi anak-anak mereka adalah target utama saya datang berpresentasi ke mana-mana.
PakGusti Suriann, terima kasih telah mengundang saya hadir pagi ini. Saya senang bisa bertemu dengan Pak Ibnu Sina, Walikota Banjarmasin, dan Pak Kamil, Kepala LPMP Kalsel. Bersama kita bisa mewujudkan Banjarmasin yg berbudaya membaca.