“Jika kau menginginkan sesuatu, maka seluruh alam semesta akan bersatu membantumu.” Paulo Coelho, The Alchemist
Kemari saya mendapat kiriman paket dengan sampul kertas berbunga-bunga. Saya lihat pengirimnya, Icha Hariani Susanti. Ini jelas sebuah buku. Saya sobek bungkusnya dan ternyata benar, sebuah buku dengan judul seperti di atas : Kisah Kehidupan, Icha Hariani Susanti 2014. Kumpulan Cerita Kehidupan, Peristiwa dan Pengalaman. Dibawahnya tertulis “Terima kasih Tuhan atas segala karunia indahMu. Desember 2014.”.
Saya merasa surprised dan sangat senang mendapatkan kiriman buku ini. Mendapat kiriman buku selalu menyenangkan, apalagi dari penulisnya sendiri. Jauh lebih menyenangkan daripada mendapat kiriman mangga satu dus, masak pohon sekalipun, di musim mangga berlimpah seperti ini.
Saya segera baca kata pengantarnya dan mendapatkan kejutan yang lebih menyenangkan. Whaat…?! Saya merasa bahwa kata pengantarnya ada didedikasikan untuk saya. Really, Cha…?! *:) happy
Berdasarkan penuturan Icha dalam kata pengantarnya, ia sebenarnya seorang pembaca dan membaca adalah kebiasaannya sejak kecil. Tapi ia MERASA tidak pandai menulis. Bukan hanya itu, ia bahkan, lebih parahnya lagi, merasa bahwa menulis entah itu cerpen, artikel atau tulisan apapun, ‘seems so impossible for me , kayaknya nggak banget deh’. demikian pengakuannya. Menulis itu ‘nggak banget’…?! OMG…! How many of us feel the same…?!
Berapa banyak di antara kita yang merasakan hal yang sama, suka membaca tapi karena tidak pernah mencoba untuk menulis akhirnya merasa ‘tidak punya bakat’ untuk menulis? Lebih banyak lagi orang yang mengira bahwa menulis itu sebuah pekerjaan yang sangat serius dan membutuhkan potensi dan kompetensi yang tinggi. Ada juga yang mengira bahwa menulis itu adalah sebuah pekerjaan yang harus menghasilkan karya-karya yang monumental. Tidak boleh menulis yang remeh temeh. Dan ini semua membuat kita MERASA tidak memiliki kemampuan dan kehilangan motivasi untuk menulis. I’m not a writing person. Only people with great talents who can do such thing, and I’m not one of them. Dan kita tidak pernah berupaya untuk menulis apapun dalam hidup kita (bahkan surat rayuan gombal pada wanita yang kita inginkan…?! Give me a break!) Saya dapat istri justru karena berani menulis surat lamaran padanya yang saya yakin tidak akan berani saya ucapkan kalau bertemu langsung face to face.) Bayangkan keuntungannya jika kita bisa menulis kata-kata yang begitu menyentuh hati pasangan yang kita inginkan. *:) happy
Icha mulai ‘terjerumus’ (it’s her own word) pada aktifitas menulis semenjak dua atau tiga tahun yang lalu ketika ia bertemu dengan dosennya yang aktifis literasi di dumay. Icha tidak menyebutkan siapa dosennya yang mampu menginspirasinya untuk menulis tersebut. Karena Icha jurusan Bahasa Inggris maka sebaiknya Mas Eko, Habe, Cak Sha tidak kegeeran mengira dirinyalah dosen yang menginspirasi Icha untuk menulis. Apalagi mereka itu nggak pernah ndosen samasekali. *:) happy
Dengan dorongan tersebut akhirnya Icha menulis dan tuliannya bisa dibukukan dalam bentuk antologi bersama para guru lain. Beberapa buku antologi yang pernah memuat karyanya adalah Empati Guru untuk Bangsa, Memoar Guru Hope and Dream, My Wedding Story, Bukan Lajang Desperado, dan beberapa judul lainnya. Bagi Icha yang tidak pernah menulis sebelumnya dan tiba-tiba tulisannya dimuat dalam sebuah buku maka itu adalah sesuatu yang “WOW”. Tentu saja…! Saya masih ingat beberapa tahun yang lalu ketika sebuah tulisan saya tentang Dewan Pendidikan dimuat di Kompas. Saya sempat merasakan ekstasi beberapa saat. “Wow…! Tulisan saya dimuat di Kompas juga akhirnya…?!” (tapi ini tidak mendorong saya untuk menulis lebih banyak lagi untuk media massa. Saya tidak pernah lagi tertarik menulis untuk media massa setelah itu.)
Icha merasa bahwa kegiatannya di dumay, utamanya di milis Keluarga Unesa dan IGI memberinya dorongan dan motivasi untuk menulis. Menurutnya banyak orang hebat di Keluarga Unesa namun ada dua nama yang sangat menginspirasinya. Pertama adalah …. (sengaja tidak saya tulis namanya biar Anda penasaran) dan yang kedua Prof Luthfiyah Nurlaela atas biasa dipanggil Ibu Ella. Sebagai dosen aktif di jurusan PKK, Ketua SM3T serta kepala PPPG, dosen cantik ini tentulah sangat sibuk. Namun begitu beliau masih sempat menulis dan mengupload tulisannya-yang lebih sering berupa catatan perjalanan-di milis Keluarga Unesa. Hal yang sangat menginspirasi saya adalah beliau berdua ini rutin menerbitkan kumpulan tulisannya dalam bentuk antologi pribadi, setiap tahun menjelang milad, demikian tulis Icha.
Singkat kata singkat cerita, Icha merasa terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Ia berjanji dalam hati kecilnya (apa ada ya hati besar…?) pada Januari 2014 (Icha lahir tanggal 1 Januari. Jangan lupa kirim ucapan selamat untuknya nanti ya) antologi pribadinya harus sudah terbit. Alhamdulillah sudah ada puluhan tulisan tersimpan di file komputernya tapi sampai minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan sekarang sudah Desember 2014 bukunya belum juga terbit…! Alasannya, ia merasa tidak percaya diri dengan tulisan-tulisannya. “Tulisan saya rasanya nothing compared to theirs”, demikian katanya (Tulisan kok dikomper-komperkan toh, Cha!). Alasan lain, menerbitkan buku butuh biaya besar yang belum bisa ia tanggung (I can accept this).
Tapi karena sudah terlanjur janji pada diri sendiri (dan sering-sering mblenjani janji meski pada diri sendiri itu perbuatan yang tidak disukai oleh para ulama salaf) maka akhirnya Icha memutuskan untuk memproduksi sendiri buku yang ia cita-citakan itu secara Hindia Belanda,eh, Indie maksudnya. Indie dalam arti sebenar-benarnya, written, printed and published by Icha. And now here it is…buku Kisah Kehidupan yang berisi kumpulan cerita kehidupan, peristiwa, dan pengalaman hasil buah tangannya. Ia berharap agar buku sederhana ini bisa menjadi trigger baginya untuk berkarya lebih bagus lagi di masa depan (hiks…! Sebuah harapan yang sangat mulia. Aku mbrebes mili, Cha. Jukukno tisu, Le!).
Di akhir kata pengantarnya Icha menyemangati dirinya sendiri dengan menyatakan begini :
“…saya harap ini bisa menjadi inspirasi. Bahwa kita semua mampu kalau kita mau. Bahwa setiap perjalanan besar pun akan selalu diawali sebuah langkah kecil. Jadi tunggu apalagi…mulailah dari diri sendiridan mulailah dari sekarang. Saya yakin kita semua PASTI BISA.” (Tuban 15 Desember 2014. Pukul 18:45 WIB)”
Hanthiiik…! Saya seolah membaca semangat para tokoh dunia dunia macam Soekarno, Julius Caesar, Ramses II, Gandhi, dioplos sedikit dengan Andrie Wongso dan Ustad Uje almarhum. *:) happy
Dear all,
Saya sangat menghargai apa yang telah dilakukan oleh Icha ini. Pertama, ini buku karya seorang teman yang berhasil membuktikan dirinya bahwa ia mampu menulis buku (Tentu saja kamu bisa, Icha! Kamu lulusan UNESA, jurusan bahasa Inggris lagi! Ojok ngisin-ngisini Boss Emcho karo Bu Tiwik lah yaow…!). SEMUA orang normal sebetulnya bisa menulis (saya garis bawahi supaya kita berkaca apakah kita normal atau tidak. Hehehe…!). Writing is a very natural activity which we can do like talking. Lha kalau bisa bicara ngecepret sama teman sak uwen-uwen maka mestinya kita juga bisa menulis. Kalau di kepala kita bisa muncul berbagai macam kelebatan pemikiran maka mestinya kita juga bisa menulis. Apalagi kalau kita suka membaca seperti Icha.
Kedua, ini bukti betapa pentingnya sebuah resolusi bagi diri kita sendiri. Kalau kita punya tekad untuk melakukan sesuatu dan kita benar-benar ingin itu terwujud maka insya Allah ada jalan untuk itu. “Jika kau menginginkan sesuatu, maka seluruh alam semesta akan bersatu membantumu.” demikian kata Paulo Coelho dalam bukunya The Alchemist.
Saya berharap bahwa buku Icha ini benar-benar bisa mendorong kita semuanya untuk melakukan sebuah resolusi menulis sebuah buku, minimal satu buku selama hidup kita yang fana ini. Kita semua (apalagi kalau kita guru dan pernah mengenyam pendidikan tinggi) pasti bisa menghasilkan sebuah buku tidak peduli berapa lama pun kita menuliskannya. Icha sudah membuktikan dirinya.
Selamat untuk Icha…!
Surabaya, 28 Desember 2014
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com