Hidup itu cuma sekali sedangkan dunia itu begitu luas, begitu penuh dengan ragam kehidupan yang berbeda, begitu banyak kuliner yang perlu dicoba. Mosok kalian merasa cukup hidup dengan ngendon di rumah kalian meski senyaman apa pun rumah kalian? Mbok ya bertualanglah ke mana-mana dan rasakanlah kehidupan di kota atau di negara lain. Lagipula kita tidak harus traveling ke luar negeri kok. Indonesia ini terdiri dari 34 propinsi dengan 514 kabupaten/kota yang tiap kotanya memiliki keindahan, misteri, dan eksotismenya sendiri. Ada banyak keindahan yang bisa kita lihat hanya di negara kita sendiri. Ada begitu banyak kuliner khas setiap daerah yang sangat maknyus untuk kita coba. 😁
Saya mau pamer pada kalian, utamanya para pensiunan yang masih sehat dan punya duit. Kalian mau ngiri atau nganan ya silakan. Saya sudah mendatangi semua 34 propinsi di Indonesia dan juga sudah mendatangi lima benua di dunia. Dan itu pun saya dan istri masih terus kebelet jalan-jalan. 😁 Pandemi memang menghalangi kami traveling ke luar negeri sudah setahun lebih tapi tidak berarti kami hanya ngendon saja di rumah selama itu. Kami tidak takut apalagi sampai paranoid. Saya sudah pernah kena Covid 19 dan lolos dari maut (asal gak punya komorbid sih kayaknya kita bisa lolos kok) dan sudah di vaksin sekali. Kami masih riwa-riwi kesana kemari dengan tetap melaksanakan prokes yang diwajibkan (faktanya saya toh masih kena Covid 19). 😎
Kenapa saya menganjurkan para pensiunan untuk traveling, bepergian, jalan-jalan? Karena memang menyenangkan dan akan bisa membuka wawasan kita. We always learn when we travel. Lagipula kapan lagi kalian mau menikmati hasil kerja kalian selama bekerja sejak masih muda sampai pensiun hari ini? Ya, saya paham bahwa kalian sudah merasa dekat dengan liang kubur dan pingin tobat dengan selalu berada di masjid. 😎 Tapi masjid kan ada di mana-mana dan tobat juga tidak harus di masjid. Sambil traveling lihat-lihat keindahan alam atau dinamika sebuah kota sambil tobat mosok sih gak bisa? “Ya, Allah, alangkah enaknya masakannya orang Maumere ini. Alhamdulillah! Saya bersyukur sekalian tobat, ya Allah.” 😂
Mumpung pandemi dan kita tidak bisa ke luar negeri ya jalan-jalanlah di dalam negeri saja. Tidak perlu mendatangi keramaian. Ada banyak hal yang bisa dinikmati di tempat-tempat yang tidak banyak dikunjungi orang, Saya dan istri punya program yang kami namai WISATA SAHASATA alias wisata satu hari satu kota. Jadi kami akan traveling dari satu kota ke kota lain.
Sebagai pensiunan saya akan memilih traveling instead of doing others atau berhemat karena menurut pendapat kami berhemat dan tidak membelanjakan uang adalah cara buruk untuk membunuh ekonomi lokal. Bayangkan kalau setiap orang menahan diri untuk tidak membelanjakan uangnya maka yang terjadi adalah perekonomian bukan hanya slowing down tapi bisa ekonomi mampet yang akan membuat rakyat kecil megap-megap. Rakyat kecil itu selalu yang paling terakhir menerima aliran arus perekonomian dan jika semua orang kompak untuk berhemat maka tidak akan ada dana yang akan menetes pada mereka. Orang seperti kita yang punya sumber penghasilan yang tetap tentu tidak akan terpengaruh oleh naiknya dolar AS tapi jika kita mengerem pengeluaran yang biasa kita keluarkan secara bersama-sama maka bayangkan dampaknya pada perekonomian di level di bawah kita. Jika yang mengalir berkurang maka berkurang pulalah aliran yang menuju ke masyarakat kalangan bawah, dan di bawahnya bawah.
Berikut ini kisah saya berwisata SAHASATA (Satu Hari Satu Kota) ke Brebes. Gak jauh-jauh amat kok. Tapi sensasinya sebelas dua belaslah dengan ke Brisbane. 😂
Surabaya, 8 April 2021
WISATA SAHASATA (2) : BREBES
Hari kedua ini jadwal kami adalah mengunjungi Brebes. Brebes adalah sebuah kabupaten yang terletak di antara Kota dan Kabupaten Tegal di sebelah Timurnya, Kabupaten Banyumas dan Cilacap di Selatannya, dan di sebelah Baratnya adalah Kabupaten Cirebon, sedangkan di sebelah Utara adalah Laut Jawa. Jadi Brebes ini terletak di ujung Barat Jawa Tengah berbatasan dengan Cirebon. Saat ini Brebes dipimpin oleh seorang bupati wanita bernama Hj. Idza Priyanti SE yang tampaknya masih muda. Kendal juga bupatinya wanita muda. Tampaknya para wanita di Jawa Tengah sedang bangkit untuk menguasai kepemerintahan. Oleh sebab itu, waspadalah wahai para lelaki…! 😁
Untuk menuju Kab. Brebes dari Kendal kami naik KA Kaligung 407 dari Weleri ke Brebes dengan biaya hanya 50 ribu. Kereta ini juga kelas ekonomi tapi nyaman dan bahkan lebih baik daripada Maharani kemarin. Tempat duduknya hanya untuk dua orang dan tidak berhadap-hadapan. Perjalanannya hanya memakan waktu dua jam.
Untuk hotel di Brebes saya memesan di Grand Dian dengan harga yang lebih mahal daripada Sae Inn. Saya memilihnya karena katanya lokasinya tepat di tengah kota. To my surprise ternyata letaknya persis di depan pintu Stasiun Brebes. Jadi kami tinggal menyeberang jalan dan langsung masuk ke lobi hotel. Kami tiba jam 11:45 dan biasanya sebelum jam 13:00 tamu belum boleh check-in. Tapi ternyata di Grand Dian boleh. Mungkin karena hotel sepi dan tidak banyak tamu. Ternyata kamar yang saya pesan di Grand Dian memang lebih besar dan lebih bagus ketimbang kamar di Sae Inn. Lagipula harga hotel di Grand Dian sudah termasuk sarapan bagi dua orang. Alhamdulillah…! (Ya, Allah saya beryukur sekaligus bertobat). 😎
Hotel ini ternyata milik Dedy Jaya, seorang konglomerat lokal yang menguasai banyak bisnis di Brebes sejak lama. Dengar-dengar dia sekarang malah jadi Walikota Tegal. Rupanya sekarang sedang ngetren para pebisnis bermetamorfosis menjadi pejabat.
Apa tandanya kalau kita sudah memasuki Kabupaten Brebes? Kalau mata kita terasa pedas seperti sedang mengupas bawang maka itu tandanya kita sudah memasuki Kab. Brebes. Maklumlah karena Brebes adalah penghasil bawang yang sangat besar. Brebes memang dikenal sebagai kota penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Perkebunan bawang merah di Brebes tersebar di 11 kecamatan dari total 17 kecamatan. Menurut catatan sejarah, budidaya bawang merah di Brebes mulai berkembang sekitar tahun 50-an.
Kabupaten Brebes dengan jumlah penduduk sekitar 1,8 juta jiwa merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk paling banyak di Jawa Tengah, dan ke-2 terluas setelah Cilacap. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat di kota ini sebagian menggunakan bahasa Sunda serta bahasa jawa dengan dialeg khas Ngapak. “Ojo kaya kiyek. Ora dikapak-kapak mletek-mletek dewek”. Yah, semacam itulah…
Pertanian dan perkebunan bawang merah dan industri telor asin bagi Kabupaten Brebes merupakan trade mark mengingat posisinya sebagai penghasil terbesar komoditi tersebut di tataran nasional. Luas pertaniannya bisa mencapai 25.000 hektar. Sektor pertanian merupakan sektor yang dominan di Brebes. Dari sekitar 1,7 juta penduduk Brebes, sekitar 70 persen bekerja pada sektor pertanian.
Selain terkenal dengan bawang merahnya, Brebes juga dikenal sebagai penghasil telor asin paling enak di Indonesia. Telor asin dengan berbagai varian dibuat dan dikirim ke berbagai kota sebagai oleh-oleh. Telur asin ini juga banyak dijual di sepanjang jalan-jalan utama kota Brebes.
Tempat rekreasi yang sempat kami kunjungi kemarin adalah
1. Pantai Randusanga. Pantai ini terletak di sebelah Utara Kota Brebes dan tidak terlalu jauh dari hotel. Dari hotel kami naik Grab dan sopirnya kami minta untuk menunggu kami. Di jalan menuju pantai ini terhampar pemandangan perkebunan bawang, budidaya rumput laut serta tambak ikan bandeng. Di Pantai Randusanga yang lokasinya dekat dengan Jalur Pantura ini juga memiliki fasilitas yang menarik seperti Camping Ground, Arena Balap Motor, Mainan Anak, dan Rumah Makan. Kami makan siang di sini dengan menu ikan bakar dan udang tepung. Ikannya cukup besar tapi soal rasa kalah dengan yang di Kendal kemarin. Sebetulnya kami berharap bisa mendapat menu Bandeng Bakar Lumpur yang khas Brebes. Sayangnya sedang tidak tersedia di menu resto Mina Sewu yang kami datangi.
2. Setelah dari Pantai Randusanga kami memakai mobil Grab yang sama menuju ke Wisata Pantai Mangrove Pandansari yang terletak cukup jauh dari Pantai Randusanga.
Hutan Mangrove Pandansari letaknya di Dukuh Pandansari, Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Hutan Mangrove ini baru dibuka untuk wisata mulai tahun 2016 dan mulai naik daun pada tahun 2017. Sekarang ini tampaknya menjadi tempat rekreasi favorit bagi masyarakat sekitar. Tempat ini jauh lebih ramai ketimbang Pantai Randusanga. Untuk menuju kesana kita akan melewati area pertambakan udang, bandeng dan garam lalu akan sampai di parkiran wisata hutan mangrove pandansari. Dari parkiran ke Mangrove Trail Brebes ini kita perlu naik perahu menyelusuri sungai menuju ujung dermaga mangrove trail. Perahunya cukup besar dan bisa muat 20-30 orang sekaligus dan menggunakan motor. Untuk memasuki hutan mangrove Brebes ini tiket masuknya sebesar Rp.20.000 untuk dewasa dan Rp.5.000 untuk mobil. Tiket tersebut sudah termasuk jasa PP naik perahu menuju Mangrove Trail. Perjalanan naik perahu menyelusuri sungai memakan waktu perjalanan sekitar 5-10 menit. Setelah 10 menit berlayar menyelusuri perairan hutan mangrove kita akan sampai di dermaga Dewi Mangrove Sari.
Jalur Mangrove trailnya cukup panjang, mungkin lebih dari 1 km. Namun menyelusuri mangrove trail sepanjang itu tidaklah membosankan karena ada beberapa spot menarik di hutan bakau ini seperti menyelusuri lorong-lorong hutan bakau, dua buah gardu pandang untuk melihat panorama alam hutan mangrove dari ketinggian, dan beberapa spot foto menarik seperti Jembatan Berwarna Pink dan tugu patung ikan.
Malamnya kami jalan kaki ke alun-alun Brebes yang hanya berjarak kurang dari seperempat jam dari hotel. Di sini kami sempatkan makan Sate Blengong sambil lesehan di depan Masjid Agung Brebes yang indah seperti yang direkomendasikan oleh Cak Sururi Aziz. Sambil makan kami dihibur oleh beberapa anak remaja ngamen yang menyanyi asal-asalan dan dengan petikan gitar yang lebih asal-asalan lagi. Saya bertanya-tanya dalam hati apakah anak-anak ini sebenarnya berniat menghibur atau berniat menyiksa pendengarnya? Ingin rasanya mengusir mereka atau minimal menasehati mereka untuk tekun berlatih memetik gitar dan bernyanyi yang serius sambil selalu berdoa. Walau pun tidak sampai maju ke Indonesian Idol ya minimal jangan menyiksa orang untuk mendengarkan suara cempreng dan petikan gitar ngawur mereka. Darah guru saya langsung muncul untuk menasehati mereka. Tapi setelah saya pikir-pikir akhirnya tidak jadi. Rasanya sudah terlalu banyak orang yang saya nasehati toh tidak berubah hidupnya. Lha wong anak saya saja sampai bosan mendengar nasehat saya dan ingin langsung pada intinya, yaitu minta uang. Biasanya mereka yang saya nasehati malah semakin mokong dan brutal saja. Anak-anak zaman now memang sulit dinasehati. Sejak Bang Rhoma pensiun anak-anak zaman sekarang kurang mendapatkan tausiyah yang bermutu tinggi seperti:
– Begadang jangan begadang kalau tiada kopinya.
– Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.
– Rambate rata hayo, rambate rata hayo. Mari kita bersatu kalau memang mau maju. Rambate rata hayo, rambate rata hayo. Singsingkan lengan baju demi tujuan yang satu. 😎
Akhirnya semua saya serahkan saja kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena sesungguhnya semua adalah milik Allah dan kita hanya dititipi saja. Kita harus tabah menghadapi segala cobaan hidup karena pada akhirnya kita akan kembali juga padaNya. Lho…! Kok saya jadi berdakwah akhirnya. 🤔
Paginya kami jalan-jalan ke Pasar Belakang Kodim. Kayaknya ini pasar untuk kulakan karena sangat besar dan bahkan meluber ke jalanan. Belum juga puas akhirnya meluber ke terminal angkot di seberangnya. Kasihan angkotnya terdesak dan sopirnya termangu-mangu menunggu penumpang.
Kami selalu suka jalan-jalan ke pasar baik ketika kami ke kota-kota dalam negeri mau pun di luar negeri. Di situlah kita bisa melihat apa sebenarnya yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Siang nanti kami akan melanjutkan perjalanan muhibah kami ke Kota Cirebon. Alhamdulillah untuk masuk Cirebon kita tidak perlu visa. 😁
Rabu, 12 September 2018