Jika ada orang yang menyatakan bahwa HTI itu organisasi dakwah Islam maka ada tiga kemungkinan.
1. Dia tidak paham
2. Dia tertipu
3. Dia berbohong
Jelas sekali bahwa HTI itu bukan organisasi massa untuk dakwah Islam. Dan itu tertulis dengan jelas dalam pernyataan mereka sendiri dalam website mereka bahwa HTI adalah ORGANISASI POLITIK bukan lembaga dakwah. Di negara mana pun organisasi HT berada bentuknya adalah ORGANISASI POLITIK. Tidak pernah mereka menyatakan diri sebagai organisasi dakwah Islam. Anda bisa cek di negara mana pun.
Jadi kalau ada orang yang menyatakan bahwa HTI adalah organisasi dakwah Islam maka jelas sekali bahwa ia salah satu di antara tiga kemungkinan di atas, yaitu entah ia tidak paham, tertipu, atau berbohong. Tapi jika ia tidak paham atau tertipu maka sebenarnya itu bukan sepenuhnya kesalahannya. HTI memang sengaja ditampilkan seolah merupakan organisasi dakwah Islam meski pun sangat jelas bahwa materi, strategi, dan tujuan utamanya adalah kekuasaan politik.
Banyak sekali umat Islam yang tertipu dengan penampilan HTI yang manipulatif tersebut. Mereka mengira sedang memperjuangkan agama Islam padahal mereka hanya digiring utk memperjuangkan agenda politik organisasi ini. Mereka digiring untuk meyakini bahwa negara Indonesia adalah negara thagut dan siapa pun yang mati tanpa berbaiat pada khilafah akan mati kafir. Negara Indonesia yang menggunakan Pancasila dan sistem demokrasi adalah negara sistem thagut dan harus dilawan. Umat Islam diprovokasi untuk melepas kesetiaannya dan mengkhianati negaranya sendiri. Bahkan TNI-pun mereka dorong untuk melakukan makar terhadap negara secara terbuka. Mereka pada dasarnya adalah pengkhianat bangsa dan negara Indonesia.
PEMIMPIN SESAT
Tidak peduli rektor, pejabat, kiai, atau dosen sekali pun, kalau ia membiarkan, apalagi mendorong, mahasiswa Indonesia untuk berikrar utk menegakkan atau bersumpah setia pada sistem khilafah ala HTI maka ia adalah pemimpin sesat.
Bagaimana mungkin mahasiswa penerus generasi bangsa dibiarkan untuk menukar kesetiaannya pada bangsanya kepada sistem khilafah ala HTI? Semua pemimpin yang waras akan berupaya sekuat tenaga agar generasi penerusnya setia kepada bangsa dan negaranya, bukannya membiarkan mereka tertipu dan berikrar pada sistem kekhalifahan ala HTI.
Wahai para pemimpin…! Jangan biarkan umat Islam dan generasi bangsa digerus kesetiaannya pada bangsanya dan menjadi pengkhianat. Setia pada bangsa dan negara adalah kewajiban bagi umat dan warga.
Saya hendak berpesan pada semua umat Islam yang selama ini mengira sedang memperjuangkan agama untuk sadar bahwa Anda sedang dan terus menerus diperalat untuk kepentingan politik organisasi ini. Organisasi ini sudah dilarang di banyak negara Islam dan bahkan dari negara asalnya sendiri. Negara-negara tersebut sangat paham betapa berbahaya dan manipulatifnya organisasi ini sehingga dengan segera melarang dan menendangnya jauh-jauh dari negara mereka.
Jangan mau ditipu lagi oleh HTI. Coba pikir, apa mungkin negara-negara Islam tersebut akan melarang organisasi ini jika mereka adalah organisasi dakwah Islam? Berpikir kritislah agar tidak mudah tertipu oleh penampilan luar mereka yang memang sengaja dibikin utk menyesatkan persepsi Anda.
Semoga ini memperjelas pemahaman kita tentang apa itu dakwah Islam dan apa itu agenda politik yang manipulatif.
Solopos.com, PONOROGO — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan organisasi dakwah keagamaan melainkan organisasi politik. Menurut dia, HTI berupaya untuk mengubah dasar negara menjadi Khilafah Islamiah.
“HTI ini bukan gerakan dakwah keagamaan melainkan gerakan politik. Organisasi apapun yang ingin mengubah dasar negara, jelas ini aktivitas politik. Atas dasar ini Menkopolhukam kemarin menyikapi hal ini,” kata Menag kepada wartawan seusai me-launching IAIN Ponorogo di kampus II IAIN Ponorogo, Rabu (10/5/2017).
Lukman menyampaikan Pancasila dan NKRI sudah menjadi komitmen bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Agama yang berkembang di Indonesia adalah yang berpaham moderat, dalam hal ini moderasi Islam. Menurut dia, hal itu yang telah diwariskan ulama terdahulu.
“Realitas keagamaan kita beragam. Untuk itu, paham yang ekstrem terhadap konsensus nasional adalah tidak relevan untuk diterapkan di Indonesia,” ujar alumni Pondok Modern Darussalam Gontor itu
Surabaya, 17 Juli 2017
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com