Alhamdulillah…! Akhirnya Deklarasi DKI Jakarta sebagai Propinsi Literasi pertama di Indonesia berjalan dengan mulus. Deklarasi ini disampaikan oleh perwakilan kepala sekolah dari SD, SMP, SMA, SMK, dan sekolah-sekolah di bawah Kemenag Propinsi DKI. Sebanyak 400 kepala sekolah, guru dan siswa di lingkungan pendidikan DKI Jakarta hadir di Gedung Graha Utama Kemdikbud Gedung A lantai 3 Senayan pada hari Rabu, 27 Januari 2016 untuk menyaksikan pendeklarasiannya. Hadir pada acara deklarasi tersebut adalah Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi, Dirjen Dikdasmen, Hamid Muhammad PhD, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sopan Andrianto, dan beberapa direktur di Kemdikbud.
Setelah deklarasi Kota Surabaya sebagai Kota Literasi sekarang ada DKI Jakarta yang mendeklarasikan dirinya sebagai Propinsi Literasi. Pendeklarasian ini sendiri adalah sebagai salah satu bentuk dukungan pemprov DKI Jakarta terhadap Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Dalam Permendikbud tersebut, diatur mengenai kegiatan membaca buku nonpelajaran sekitar 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Pendeklarasian ini juga merupakan sebuah komitmen dari jajaran Disdikprop DKI untuk mensukseskan Gerakan Literasi Sekolah di lingkup DKI Jakarta.
Rencana acara ini sebenarnya muncul begitu saja ketika Pak Muhammad Husin dari Disdikprop DKI dan konsultannya Dr. Joko Arwanto ingin bertemu dengan saya untuk konsultasi tentang program literasi di DKI. Mereka ingin DKI bisa seperti Kota Surabaya yang telah bertransformasi menjadi sebuah Kota Literasi. Karena kebetulan saya berada di Jakarta pada tanggal 7 Januari yang lalu mereka lalu saya undang untuk datang ke Kemdikbud. Semula mereka cuma mau konsultasi bagaimana menggerakkan budaya literasi di Disdikprop DKI. Begitu diskusi selesai tiba-tiba timbul ide saya untuk menawari mereka untuk menjadikan DKI sebagai Propinsi Literasi DKI. Saya tawari mereka tempat deklarasi di Kemdikbud dan nantinya pendeklarasiannya bersama Mendikbud. Kalau tempat insya Allah saya bisa minta dan jika Mas Anies sedang berada di Jakarta dan tidak ada acara yang sangat penting tentunya bisa hadir.
Mereka mau tapi mesti laporan ke Kadisdik atasan mereka dulu. Begitu staf Disdikprop menyatakan bersedia menyampaikan pada atasan mereka saya langsung menelpon ajudan Mas Anies bertanya apakah beliau ada di kantor pagi itu. Begitu dijawab ada saya langsung bilang ingin menghadap. Alasan saya sih mau minta kata pengantar pada buku saya “Transformasi Surabaya sebagai Kota Literasi”. Setelah menjelaskan sebentar tentang buku tersebut beliau langsung bersedia untuk memberi kata pengantar. Begitu bersedia saya lalu menyodok lagi dan minta kesediaan beliau untuk meresmikan atau ikut mendeklarasikan DKI sebagai Propinsi Literasi. Mas Anies ternyata juga bersedia. Saya langsung maju lagi dengan minta ijin menggunakan Gedung Kemdikbud sebagai tempat deklarasi. Mas Anies juga setuju. Ketika ditanya kapan waktunya saya langsung tetapkan tanggal pada tanggal 27 Januari ini. Deal…!
Saya sungguh lega bahwa akhirnya acara ini bisa juga terselenggara meski perencanaan awalnya hanya dalam bilangan dua minggu lebih. Banyak orang yang meragukan bahwa acara ini akan bisa terselenggara terutama karena kami bertekad mendatangkan Mendikbud Anies Baswedan dan Gubernur DKI Ahok sekaligus. Jika mereka berdua bisa datang maka acara ini pasti akan sangat gegap gempita. Meski demikian kami juga memasang target yang lebih rendah, yaitu kehadiran Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DKI dan Dirjen Dikdasmen. Jika mereka berdua bisa hadir saja maka acara ini juga sudah luar biasa sebenarnya. Tapi siapa tahu… Bukan hanya banyak orang yang meragukan keberhasilan acara ini, bahkan ada orang Kemendikbud yang meminta saya agar menunda acara ini dengan alasan yang tidak jelas. Tapi dengan kerja keras dan kilat akhirnya satu demi satu masalah terselesaikan dan dua hari sebelum pelaksanaan saya baru mendapatkan kepastian bahwa acara ini fixed and confirmed. Sungguh lega rasanya…!
Sayang sekali bahwa pada saat acara Mendikbud justru ada acara Rapat Antar Mentri di mana beliau harus memberi paparan sehingga terpaksa tidak bisa hadir. Hal ini kemudian membuat Ahok, Gubernur DKI juga membatalkan kehadirannya. Tapi Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sopan Andrianto, sudah positip akan hadir dan jika Pak Mentri tidak hadir pasti akan meminta Sekjen atau Dirjen Kemdikbud untuk mewakilinya.
Demikianlah akhirnya deklarasi ini berjalan dengan sangat sukses di mana beberapa perwakilan kepala sekolah berdiri di depan hadirin dan mengucapkan deklarasinya untuk menjadikan DKI Jakarta sebagai Propinsi Literasi. Ini adalah janji komitmen yang penting yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan program kerja yang nyata.
Apa artinya deklarasi ini…?!
Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi mengatakan, pendeklarasian DKI Jakarta sebagai provinsi literasi diharapkan bisa menjadi penyemangat bagi daerah-daerah lain untuk ikut aktif menjadi provinsi literasi.
“Semangatnya adalah bagaimana meningkatkan budaya membaca dan menulis. Bagaimana kita menjadikan anak-anak kita sejak di bangku sekolah sudah terbiasa, dan menjadikan membaca dan menulis sebagai budaya,” Didik mengatakan, Kemendikbud juga akan membantu meningkatkan budaya membaca dan menulis dengan berbagai upaya, salah satunya melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dengan fasilitasi buku-buku bermuatan pendidikan karakter.
“Kami juga akan mengupayakan agar perpustakaan ramah anak, sehingga dapat membuat anak-anak betah di perpustakaan untuk membaca,” tuturnya.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sopan Andrianto, dalam sambutannya mengatakan, salah satu latar belakang pendeklarasian DKI Jakarta sebagai provinsi literasi adalah Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti di mana setiap sekolah diwajibkan untuk mengalokasikan waktu 15 menit setiap hari untuk membaca buku non-pelajarn sebelum memulai pelajaran. Hal ini adalah merupakan upaya untuk membiasakan anak membaca dan juga untuk menumbuhkan minat baca bangsa yang sangat rendah.
“Pendeklarasian DKI Jakarta sebagai provinsi literasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas peserta didik melalui minat baca dan tulis,” katanya. “Deklarasi ini menjadikan budaya membaca memiliki target. Dalam setahun kami menargetkan sebanyak 5 juta buku akan dibaca dan 1 juta tulisan dihasilkan dari pelaku pendidikan. Baik guru maupun siswa,”
Lebih lanjut Sopan menambahkan bahwa untuk mencapai target tersebut tentunya diperlukan sebuah program dan penyediaan sarana. Yakni perpustakaan dan buku yang akan menjadi bahan bacaan. Tidak hanya itu, saja peran media massa menjadi suatu hal yang penting. Karena media massa bisa menjadi wadah untuk insan pendidikan mengimplementasikan program ini. “Media massa bisa menjadi sarana membaca dan menulis. Bisa saja kan siswa maupun guru mengirimkan tulisannya ke media massa kemudian dipublikasikan,” ucap Sophan.
Jakarta, 28 Januari 2016
Satria Dharma