
MISTERI GUA HIRA’
Syahdan…
Ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad diterima ketika beliau sedang melakukan ‘uzlah atau mengasingkan diri di Gua Hira’. Berdasarkan riwayat Nabi Muhammad menyendiri dan di gua tersebut selama beberapa malam hingga suatu saat Nabi dikejutkan dengan datangnya sesuatu yang bercahaya yang ternyata adalah Malaikat Jibril. Jibril lalu berkata pada Nabi Muhammad, “Bacalah”. Beliau menjawab, “Aku tidak dapat membaca”. Jibril lalu mendekati dan memeluk beliau sehingga merasa lemah sekali, kemudian dilepaskan. Jibril lalu berkata lagi, “Bacalah” dan tetap dijawab : “Aku tidak dapat membaca”. Demikian dilakukan sampai tiga kali dan tetap dijawab : “Aku tidak dapat membaca”. Selanjutnya Jibril berkata lagi, “Bacalah dengan nama Rabb-mu yang telah menciptakan…. . Menciptakan manusia dari segumpal darah…….” dan seterusnya.
http://www.w-islam.com/
Demikianlah kisah awal turunnya ayat pertama pada Nabi Muhammad yang sudah diceritakan pada semua anak-anak muslim di seluruh Indonesia sejak masih kecil. Rasanya semua anak-anak muslim hapal dengan kisah ini.
Tapi tahukah Anda bahwa ada misteri pada turunnya ayat pertama ini.
Ada beberapa hal yang mengherankan dan menyelimuti kisah tersebut tapi sayangnya tidak pernah diungkapkan. Seolah kisah itu sekedar kisah yang cukup didengar tanpa pernah menimbulkan rasa ingin tahu kita.
Bagi saya, turunnya wahyu pertama di Gua Hira’ itu adalah misteri yang mengungkapkan banyak pesan sangat penting bagi umat Islam. Mari kita lihat…
Pertama, ketika Jibril memerintahkan nabi Muhammad untuk membaca apakah kira-kira Jibril membawa teks untuk dibaca?
Saya sudah menanyakan ini pada semua peserta setiap kali saya melakukan presentasi tentang Gerakan Membaca atau Gerakan Literasi Sekolah dan semua peserta seminar selalu mengatakan ‘Tidak’, JIBRILTIDAK MEMBAWA TEKS. Saya yakin Anda juga akan mengatakan hal yang sama.
Anda yakin…?! (Bukankah sangat ganjil kalau kita meminta seseorang untuk membaca tapi tidak membawa teks yang kita minta untuk dibaca tersebut?)
Saya lalu mengajak mereka untuk sedikit berimajinasi dan menggunakan logika mereka. Jadi saya bertanya pada mereka, “Seandainya kalian berada pada posisi tersebut, apa jawab kalian jika ada orang yang menyuruhmu membaca tapi ia tidak membawa teks yang akan dibaca?” Hampir semua menjawab senada, “Apa yang dibaca?” atau “Apa yang (harus) saya baca?”
Tentu saja kalau ada orang yang meminta kita untuk membaca tapi tidak menunjukkan apa yang harus kita baca maka kita akan bertanya, “Apa yang dibaca?”
Begitu juga dengan Nabi Muhammad. Beliau tentu akan bertanya yang sama jika Jibril tidak membawa teks untuk dibaca tapi memintanya untuk membaca. Beliau tentu tidak akan menjawab, “Saya tidak bisa membaca.”. Beliau ditanya 3 (tiga) kali dengan pertanyaan yang sama dan dijawab dengan jawabn yang sama tiga kali juga. Itu artinya Nabi Muhammad FAHAM dan mengerti apa yang diperintahkan padanya oleh sebab itu beliau tetap menjawab dengan jawaban yang sama. Beliau samasekali tidak ragu dengan jawaban beliau karena beliau paham apa yang perintahkan padanya tersebut.
Nabi Muhammad tiga kali ditanya dan tiga kali pula menjawab, “Saya tidak bisa membaca.” Dan bukannya “Apa yang dibaca?” dan itu hanya menunjukkan satu kesimpulan bahwa Jibril membawa teks untuk dibaca oleh Nabi Muhammad. Karena Nabi Muhammad memang tidak bisa membaca PADA WAKTU ITU maka beliau menjawab “Saya tidak bisa membaca.
Apakah pada akhirnya Rasulullah bisa membaca dan menulis? Saya sangat yakin beliau akhirnya bisa membaca dan menulis. Tidak mungkin beliau memerintahkan sesuatu kepada umatnya untuk membaca dan menulis tapi kemudian tidak melakukannya sendiri. Beliau TENTULAH juga melakukan dan melaksanakan perintah Allah untuk membaca dan menulis tersebut. Sungguh tidak masuk akal jika Rasulullah sendiri tidak mau belajar membaca dan menulis padahal ayat Al-Qur an tentang perintah membaca dan menulis diturunkan padanya. Tak ada perintah Tuhan yang tidak dilakukannya sendiri dahulu sebelum diwajibkannya pada umatnya.)
MEMBACA ADALAH PERINTAH TUHAN YANG PALING PERTAMA DAN PALING UTAMA
Fakta adalah MEMBACA merupakan perintah pertama pada perjumpaan pertama antara Nabi Muhammad dan malaikat Jibril. MEMBACA adalah Perintah Pertama yang diturunkan oleh Tuhan melalui Jibril kepada Nabi Muhammad. Jadi perintah Tuhan pada umat Islam yang pertama kali itu adalah MEMBACA (yang sampai diulangi tiga kali) dan bukan mengucapkan syahadat, sholat, ngaji, puasa, apalagi naik haji! Perintah MEMBACA ini begitu pentingnya sehingga diturunkan yang PERTAMA KALI sehingga merupakan PERINTAH PERTAMA DAN UTAMA BAGI UMAT ISLAM.
Sebetulnya ada versi lain dari kisah perjumpaan pertama Jibril dan Nabi Muhammad. Selain versi turunnya ayat pertama yang umum kita baca berdasarkan hadist Imam Buchori, ada versi dari Muhammad Husin Haekal yang menyatakan bahwa malaikat Jibril MEMBAWA LEMBARAN pada saat bertemu dengan Nabi pada saat itu.
Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur dalam gua itu, ketika
itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata
kepadanya: “Bacalah!” Dengan terkejut Muhammad menjawab: “Saya
tak dapat membaca”. Ia merasa seolah malaikat itu
mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi seraya katanya lagi:
“Bacalah!” Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad
menjawab: “Apa yang akan saya baca.” Seterusnya malaikat itu
berkata: “Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan.
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu
Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada
manusia apa yang belum diketahuinya …” (Qur’an 96:1-5)Lalu ia mengucapkan bacaan itu. Malaikatpun pergi, setelah
kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.8S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
Di sini dengan jelas ditulis bahwa malaikat Jibril membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya (Muhammad) : “Bacalah!”. Jadi ini adalah bukti bahwa Jibril membawa lembaran berupa teks ketika meminta Nabi Muhammad untuk membaca tersebut.
PERINTAH YANG DIABAIKAN
Ada keanehan luar biasa yang terjadi pada umat Islam saat ini. Setiap kali saya bertanya pada siapa pun umat Islam yang saya temui apakah membaca itu merupakan perintah Tuhan sesuai dengan turunnya ayat tersebut hampir semuanya menjawab, “Ya!”. Membaca adalah perintah Tuhan sesuai dengan ayat tersebut. Tapi jika saya tanya apakah Anda melaksanakan perintah Tuhan tersebut dalam kehidupan sehari-hari maka jawabnya cuma senyum-senyum dan ketawa kecil dengan malu-malu. Ya, kita sebagai umat Islam TIDAK MELAKSANAKAN PERINTAH TUHAN tersebut. Kita mengabaikannya dan tidak pernah menganggapnya sebagai sesuatu hal yang penting.
Ini sungguh mengherankan. Meski hafal surat Iqra’ dan membacanya setiap hari dalam sholat tapi umat Islam tidak menjadikan MEMBACA sebagai aktivitas sehari-hari yang harus diperlakukan sebagai IBADAH sebagaimana kita memperlakukan SHOLAT, ZAKAT, DZIKIR, PUASA, dll Membaca tidak pernah dianggap sebagai suatu IBADAH. Membaca bahkan tidak dianggap sebagai PERINTAH atau AJARAN Islam. Ironis sekali. Bahkan perintah Tuhan untuk membaca ini yang paling ditinggalkan oleh umat Islam saat ini. Ya perintah MEMBACA sudah tidak dilaksanakan oleh umat Islam…! Umat Islam meski selalu mengulang-ulang ayat tentang membaca dalam sholatnya tapi ternyata TIDAK MELAKSANAKANNYA.
Pertanyaan misteri yang kedua adalah : Mengapa Tuhan menurunkan perintah MEMBACA kepada seorang Nabi yang TIDAK BISA MEMBACA?
Tuhan tentu tahu bahwa Nabi saat itu tidak bisa membaca. Tapi toh perintah pertamanya adalah MEMBACA. Mengapa…?! Tentu ada rahasia dibalik perintah membaca ini. Begitu pentingnya kegiatan membaca ini sehingga berdasarkan penelitian Baldridge (1987), manusia modern dituntut untuk membaca tidak kurang dari 840.000 kata per minggu. Itu sebabnya Allah memerintahkan umat Islam untuk MEMBACA.
“Reading is the heart of education”, kata Farr. “Membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca”. Demikian kata Glenn Doman dalam bukunya “How to Teach Your Baby to Read” (1991 : 19). Ajaran Islam penuh dengan anjuran untuk belajar, belajar… dan belajar dan berpikir, berpikir, dan berpikir. Bahkan dalam suasana perang dimana dibutuhkan semua tenaga laki-laki yang sehat untuk ikut berperang Rasulullah masih juga menyatakan agar tidak semua orang ikut berperang tapi ada sebagian orang BELAJAR memperdalam ilmu. Bahkan Rasulullah yang tidak pernah pergi ke Cina menyatakan dalam hadistnya yang tersohor (meski ada yang menganggapnya sebagai hadist yang lemah) agar umatnya menuntut ilmu sampai ke China. Belajar sebenarnya merupakan NAFAS dari ajaran Islam. Seandainya saja umat Islam melaksanakan perintah Tuhan yang begitu penting ini maka sebenarnya umat Islam adalah umat yang paling literate, atau yang paling melek huruf dan yang paling berilmu dibandingkan umat-umat lain.
Inilah yang menyebabkan umat Islam mencapai kejayaan di masa lampau ketika orang-orang Barat masih hidup dalam jaman kegelapan. LITERASI adalah kunci kejayaan Islam. Jadi kejayaan Islam adalah karena kemajuan ILMU PENGETAHUAN yang dimiliki umatnya.
Ketrampilan membaca adalah komponen paling penting dalam berbahasa. Semakin tinggi ketrampilan siswa dalam membaca semakin besar kemampuannya untuk berkembang ke bidang-bidang lain. Bahasa adalah ‘thinking skill’ (ketrampilan berpikir) yang paling utama. Tanpa menguasai bahasa maka kita tidak akan mampu meningkatkan ’thinking skill’ kita lainnya. Artinya, jika kita kedodoran dalam berbahasa maka bidang lainnya pasti juga akan kedodoran. Bahasa memang menunjukkan bangsa. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang mampu menguasai dan mengembangkan kemampuan berbahasanya ke tingkat bahasa ilmu pengetahuan. Jika kita tidak mampu meningkatkan kemampuan berbahasa anak-anak kita maka jangan bermimpi untuk bisa menjadi bangsa besar.
Menurut para ahli, membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup (itu sebabnya Allah menjadikannya sebagai Perintah Pertama, First Commandment, bagi umat Islam). Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Dengan kemampuan membaca yang membudaya dalam diri setiap anak, maka tingkat keberhasilan di sekolah maupun dalam kehidupan di masyarakat akan membuka peluang kesuksesan hidup yang lebih baik. Farr (1984) menyebutkan “Reading is the heart of education”. Seharusnya dalam Islam membudayakan membaca adalah sebuah ‘fardhu kifayah’ atau ‘social responsibility’ yang apabila tidak dilakukan akan menjadi dosa bersama.
Bayangkan jika bangsa Indonesia sama sekali tidak punya kegiatan membaca baik di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan.. Bangsa Indonesia (yang mayoritas umat Islam itu) jelas akan menjadi umat yang paling tertinggal dibandingkan bangsa-bangsa (dan umat-umat) lain. Dan itu telah terjadi saat ini. Padahal Tuhan telah memerintahkan mereka untuk MEMBACA sejak pertama kali. Tak heran jika daya saing siswa dan bangsa kita selalu terpuruk karena kerampilan dasar bagi kemajuan intelektual bangsa, yaitu membaca, tidak kita perdulikan.
APA DAMPAK TERLANTARNYA PERINTAH MEMBACA BAGI BANGSA
Hasil studi Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education in Indonesia From Crisis to Recovery“ tahun 1998, menunjukkan kemampuan membaca siswa kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia hanya 51,7. Jauh dibandingkan dengan Hongkong (75,5), Singapura (74,0), Thailand (65,1) dan Filipina (52,6). Hasil studi ini membuktikan kepada kita bahwa membaca belum –kalau tidak mau dikatakan bukan- menjadi program yang integral dengan kurikulum sekolah, apalagi menjadi budaya. Laporan UNDP tahun 2003 yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index – HDI) berdasarkan angka buta aksara posisi Indonesia berada pada urutan 112 dari 174 negara. Posisi ini berada di bawah Vietnam (urutan ke 109) yang baru keluar dari konflik yang berkepanjangan. Tahun 2010 Indonesia berada di Peringkat 108 dari 152 negara. Pada tahun 2011 index Human Development Index (HDI) Indonesia pada peringkat 124. Hal ini membuat Indonesia berada di perngkat terbawah di ASEAN dimana Singapore berada di peringkat 26, diikuti oleh Brunei (33), Malaysia (61), Thailand (103) and the Philippines (112).
Hasil penelitian PISA menempatkan siswa Indonesia pada posisi 48 dari 56 negara di dunia di tahun 2006 dengan skor rata-rata 393. Minat baca rendah inipun terulang di 2009. Hasil penelitian PISA menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di nomor 57 dari 65 negara dunia, dengan skor rata-rata 402 sementara rerata internasional 500. Hasil uji tes PISA yang dilakukan tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 2012 ternyata hasilnya lebih buruk lagi. Hasil PISA 2012 menempatkan siswa Indonesia pada posisi kedua terburuk atau posisi 64 dari 65 negara . Padahal Vietnam justru masuk pada posisi 20 besar. penelitian PISA menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di nomor 57 dari 65 negara dunia, dengan skor rata-rata 396 sedangkan rerata internasional 496.
ANCAMAN GLOBAL
- Rendahnya Reading Literacy bangsa kita saat ini dan di masa depan akan membuat rendahnya daya saing bangsa dalam persaingan global. 70 Persen Anak Indonesia Sulit Hidup di Abad 21 demikian kata Prof Iwan Pranoto dari ITB. Hal ini sebenarnya sudah bisa kita lihat dengan nyata. Saat ini Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berjumlah 6,5 juta orang dan tersebar di 142 negara.Para TKI itu datang dari 392 Kabupaten/Kota. Mereka ini HANYA mengisi posisi sebagai tenaga kasar yang tidak membutuhkan kemampuan membaca. Tanpa kemampuan literasi yang memadai dalam persaingan global ini maka TKI hanya akan dapat mengisi pekerjaan-pekerjaan kasar dengan gaji paling rendah. Tanpa upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca sebagai dasar untuk belajar dan mengembangkan ketrampilan hidup maka bangsa kita akan terus menjadi bangsa kuli seperti yang disinyalir oleh Soekarno, Founding Father kita. Ini sungguh menakutkan. Kita meninggalkan keturunan yang lemah padahal kita dilarang oleh Tuhan seperti dalam ayatnya.
“Dan Hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(An-Nisa 9)
Karena lemahnya ilmu dan pengetahuan mereka maka mereka terpaksa harus mencari nafkah ke negara lain dengan hanya mengandalkan tenaga kasar mereka. Apakah kita tidak takut keturunan dan anak-anak bangsa penerus kita menjadi pekerja kasar terus di negara-negara lain? Hendaklah kita takut dan hendaklah kita berupaya untuk mengubah situasi ini.
- SDM kita tidak kompetitif karena kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini adalah akibat lemahnya minat dan kemampuan membaca dan menulis.
- Krisis Moneter Korea Selatan, Thailand, Malaysia dan Singapura, mampu mengatasi krisis ekonomi bangsanya relatif dalam waktu pendek hanya sekitar 2 – 3 tahun saja. Mereka telah mempunyai SDM yang kompetitif, unggul, kreatif, siap menghadapi segala bentuk perubahan sosial, ekonomi, politik, budaya dan lainnya. Bangsa Indonesia akan sulit bangkit jika terkena gempuran krisis karena lemhanya SDM-nya.
Jadi kita mesti paham betapa pentingnya kita memasukkan budaya membaca sebagai prioritas utama pembangunan bangsa. Ia bahkan merupakan tiang penyangga bagi kemajuan intelektual individu dan bangsa yang jika tidak dimiliki maka akan membuat bangsa tersebut tetap terpuruk di bawah. Dan kita telah bertekad untuk menjadi bangsa besar yang maju dan berdiri sama tingginya dengan negara lain yang memiliki budaya baca yang tinggi.
Surabaya, 28 Februari 2014.
Satria Dharma
https://satriadharma.com