Ada yg lebih aneh lagi ketimbang PhD yg tidak implementatif, yaitu para ulama dan guru agama Islam yang tidak bersuara dan tidak pernah mendorong umat Islam utk membaca dan membaca…
Indonesia adalah negara dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia. Tahukah Anda berapa persen jumlah penduduknya yg gemar membaca? Hanya 0,001% atau hanya satu orang di antara seribu orang. Sama sekali tidak nampak sebagai negara dengan penduduk yg suka membaca.
Mengapa demikian…?! Bukankah katanya bangsa Indonesia itu mayoritas umat Islam? Sedangkan perintah membaca adalah Perintah Pertama dan Utama dalam kitab sucinya? Apa yang salah pada umat Islam Indonesia? Bukankah membaca justru Perintah Pertama dan Paling Utama dalam ajaran Islam? Atau mungkin saya yg salah mengerti dan sebenarnya perintah membaca itu sebenarnya hanya bersifat anjuran yg selemah-lemahnya anjuran?
Mengapa para guru agama di sekolah lebih mementingkan KEWAJIBAN sholat Dhuha berjamaah ketimbang kewajiban membaca? Sejak kapan – dan di buku fikih mana – dikatakan bahwa sholat Dhuha itu wajib (dan membaca itu sunah yg derajatnya lebih rendah daripada sholat Dhuha)?
Mengapa tidak pernah saya dengar para da’i, kyai, ustad dan para ulama berceramah dan mengajak para jamaahnya utk membaca sebagai Perintah Tuhan yg Pertama sekaligus Utama dalam kehidupan sehari-hari? Mengapa mereka hanya menganjurkan dan memerintahkan para jamaahnya untuk mendengarkan ceramah mereka saja dan tidak mendorong mereka untuk mengembangkan budaya membaca? Apakah membaca itu bukan anjuran atau bahkan perintah dalam ajaran agama Islam?
Tahukah para ustad, kyai, dan ulama bahwa kata ‘qaraa’ (membaca) dan kata bentukannya disebutkan 89 kali dan kata ‘katab’ (menulis) beserta kata bentukannya sebanyak 303 kali di dalam Al-Qur’an? Begitu banyak kata tentang membaca dan menulis yang ada dalam Al-Qur’an. Semua itu menunjukkan betapa pentingnya kegiatan membaca dan menulis dalam ajaran Islam. Perintah membaca hanya ada di Al-Qur’an dan tidak ada di kitab suci lain sebelumnya.
Coba bandingkan dengan perintah menutup aurat (diterjemahkan dengan memakai jilbab) yang hanya ada dua ayat di dalam Al-Qur an dan itu pun sdh disampaikan pada kitab suci sebelumnya (artinya perintah memakai jilbab itu bukan khas ajaran Islam saja. Agama lain juga ada perintah yg sama).Tapi para ustad, ulama, dan kyai kita lebih suka menekankan pentingnya pakai jilbab bagi wanita muslim ketimbang perintah membaca dan menulis yang disebutkan lebih banyak dalam Al-Qur’an.
Di situ saya kadang merasa heran dan sedih…
Umat Islam pernah mengalami kejayaan selama 500 tahun (sekitar th 750 – th 1250). Peradaban Islam melahirkan generasi yg mumpuni di bidang ke agamaan dan ilmu pengetahuan. Mereka menghasilkan ilmuwan-ilmuwan hebat kelas dunia seperti Ibnu Rusd (Averroes), Ibnu Sina (Avicenna), Al-Biruni, dll. Itu semua berkat kemampuan mereka mengembangkan ilmu pengetahuan melalui literasi membaca dan menulis.
Di mana tradisi itu sekarang? Semestinya dengan perintah membaca itu umat Islam haruslah menjadi umat yg paling literat dan paling gemar membaca. Tapi fakta justru sebaliknya. Bukankah ini sangat menyedihkan?
Saya sudah lama kesal dan merasa sudah saatnya mengingatkan tugas dan kewajiban para ustad, ulama, dan kyai sebagai panutan umat untuk mulai mengembalikan kejayaan Islam melalui perintah membaca ini.
Surabaya, 5 Oktober 2015
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com