Beberapa waktu yg lalu saya sedang meluncur santai di jalanan yg tidak begitu padat ketika mendengar Ustad Hasan Firdaus memberikan ceramah di Radio IDC, radionya masjid Istiqamah Balikpapan. “Menikahi orang yg kita cintai itu biasa. Tetapi tetap mencintai orang yg telah kita nikahi itu yang luar biasa. Dan jika kita mampu tetap mencintai orang yg kita nikahi selama belasan atau puluhan tahun maka itu keajaiban.” Dan saya pun terkekeh. Bisa-bisa aja Ustad Hasan itu…!
Saya telah menikah hampir dua puluh tahun dan sampai detik ini masih tetap mencintai istri saya dengan kualitas dan kuantitas cinta yang tidak berkurang sedikit pun. Begitu juga sebaliknya.
Jadi ini sebuah keajaiban seperti kata Ustad Hasan.
Sampai saat ini saya saya memang terus bersyukur bahwa saya memiliki keajaiban tersebut dan berharap akan tetap memiliki keajaiban saling mencintai until death do us apart tersebut.
Boleh dikata kami ini tetap mesra seperti pasangan yg masih pacaran. Bahkan kami punya istilah atas situasi hubungan kami ini yaitu Cinta SK3 atau Cinta SeKonyong-Konyong Koder. Entah siapa yg pertamakali menciptakan istilah banyolan tersebut tapi itu istilah utk orang yg sedang kasmaran berat. Kami memang seperti pasangan yg sedang kasmaran meski telah menikah hampir dua puluh tahun lamanya. Ke mana pun kami pergi kami selalu bergandengan tangan dan saling memandang dan menyentuh dengan mesra. Bahkan ketika duduk di kendaraan atau pun di bioskop kami tetap berpegangan tangan seperti orang berpacaran laiknya. Mungkin karena kami tidak berpacaran sebelum kami menikah dulu sehingga kami merasa perlu melakukannya setelah menikah. Dan kami melakukannya selama hampir dua puluh tahun lamanya.:-D
Pernikahan kami sendiri sebetulnya juga ajaib. Saya melamar istri saya melalui surat (kami terpisah jauh, saya di Bontang, Kalimantan Timur dan ia di Surabaya) dan ia menerimanya juga via surat. Begitu ia bersedia saya langsung terbang ke Surabaya akhir pekannya dan mengajaknya menemui orang tuanya di Madiun. Saya menyetir sendiri mobil pinjaman pulang pergi Surabaya-Madiun utk menemui orang tuanya dan balik lagi ke Bontang besoknya. Saya melamarnya sendiri langsung tanpa membawa orang tua saya. Itu memang blietzkrieg ala pasukan tempur Hitler. Saya memang sudah tidak punya waktu utk berlama-lama karena usia saya sudah hampir mencapai 35 tahun dan tak satu pun gadis yg saya kenal yg menarik hati saya utk saya lamar jadi istri. Pacaran sudah membosankan. Saya tidak butuh pacar lagi tapi seorang istri. Ketika saya memutuskan utk melamarnya lewat surat sebenarnya karena saya sudah mendapat ilham sebelumnya. Itu semacam firasat bahwa ia akan menjadi istri saya nantinya. Saya yakin firasat itu dimasukkan oleh Allah ke dalam kalbu saya setelah saya berdoa dengan penuh kesungguhan di depan Multazam (dan pada sholat-sholat saya) ketika berhaji sebelumnya.
“Ya Allah, saya minta istri. Satuuuu…aja ya Allah. Satuuu aja…!” Something like thatlah! :-D. (Satu aja belum dapat masakan mau minta lebih).
Lamaran saya diterima tapi orang tua saya harus datang lagi utk mengajukan lamaran secara resmi. Waktu itu saya memang masih mengajar di Bontang International School sedangkan istri saya bekerja di Hotel Sahid. Begitu selesai melamar saya kembali ke Bontang menunggu waktu perkawinan. Begitu waktu perkawinan ditetapkan istri saya langsung resign dari pekerjaannya dan memutuskan utk ikut saya ke Bontang setelah menikah. Saya tidak menuntutnya harus demikian karena menghargai karier yg ia bangun. Tapi ia sendiri yg memutuskan bahwa istri harus ikut suami bagaimana pun situasinya dan istri harus mau berkorban demi rumah tangga. Saya sungguh menghargai keputusannya tersebut dan menganggap itu sebagai pengorbanan pertama seorang calon istri yg harus saya hargai dan hormati dengan setimpal. Jika seseorang telah bersedia menyerahkan hidupnya pada kita sepenuhnya, mempercayai kita yg belum benar-benar dikenalnya dg kepercayaan penuh, dan bersedia menerima resiko apa pun yg terjadi dengan hidup bersama kita, maka tidak bisa tidak tentu akan menimbulkan rasa hormat dan cinta kita padanya. I love and respect her for the decision. Dan saya pikir itu modal pertama dan utama dari perkawinan kami yg bertahan sampai saat ini. MUTUAL TRUST AND RESPECT. Tanpa saling percaya dan rasa hormat pada pasangan tentu akan sulit untuk membangun cinta yg mendalam.
Sulitkah mempertahankan cinta dalam pernikahan? I guess so. Meski tidak pernah saya tanyakan tapi saya tahu betul bahwa beberapa pasangan yg saya kenal sudah tidak memilki the magic of love itu lagi. Hubungan mereka sudah seperti teman biasa saja dan mereka sudah tidak mampu bersikap mesra satu sama lain. Bahkan ada istri teman yg menyatakan bahwa ia lebih merasa nyaman ketika pasangannya tidak berada di rumah. Lho…?! Ia sudah capek bertengkar dan ketika bertemu mereka selalu saja menemukan alasan utk bertengkar. Bahkan utk hal-hal sepele yg membuat kami tidak habis pikir. Alangkah menyedihkannya situasi tersebut.
Seorang teman juga mengaku bahwa ia sudah tidak memiliki cinta dan bahkan gairah lagi pada istrinya. “Udah gak bisa ngamper lagi. Saya tabrak-tabrakkan pun sudah tidak ngamper lagi.” guraunya. Saya merasa geli mendengar ceritanya tapi juga sedih membayangkan betapa membosankannya perkawinan yg sudah tidak ada ‘api’nya seperti itu. Bahkan sekedar bara pun sudah padam. Ke mana cinta yg pernah ada? Wahai Cupid, di mana engkau berada kini?
Jika saya ditanya bagaimana saya bisa mempertahankan cinta pada istri sampai saat ini maka saya akan sulit utk menjawabnya secara tepat. Istri saya memang cantik dan menarik di mata saya. Ia juga sangat setia dan mencintai saya sepenuhnya. Tapi di luaran juga banyak wanita yg jauh lebih cantik dan menarik lho…! 😀 Faktanya banyak orang yg menceraikan istrinya yg luar biasa bahenol. Banyak orang yang berselingkuh dg istri orang lain (dan si suami berselingkuh juga dg wanita lain). Bukankah itu berarti rumput tetangga nampak lebih hijau di matanya? Padahal mungkin suami dari wanita yg diselingkuhi tersebut sudah tidak melihat sesuatu yg menarik dan menggairahkan lagi baginya tapi bagi orang lain justru menarik (utk diselingkuhi).
Apakah itu berarti kami telah menutup hati masing-masing utk tertarik pada orang lain? Kayaknya istri saya ya. Saya sendiri tidak mau berbohong karena sebetulnya saya seringkali tidak berdaya pada perasaaan saya. Entah berapa banyak wanita menarik yg bersliweran dalam hidup saya (bukan berarti saya punya affair dg siapa pun lho…!). Kalau saya tidak menyeleweng atau memalingkan hati saya itu karena beberapa faktor. Faktor pertama (dan utama), mungkin karena si wanita ternyata tidak tertarik pada saya. :-D. Kalau pun ternyata ada yg tertarik pada saya (dan itu amat sangat jarang sekali) maka mungkin saya yg tidak tertarik. Bertepuk di ruang hampa gitu loh.
Kalau pun ada kemungkinan kami sama-sama tertarik (yang sangat-sangat kecil sekali kemungkinannya), maka mungkin tidak ada waktu dan kesempatan utk melanjutkan rasa tersebut. Jadi kemungkinan menyeleweng menjadi semakin kecil dan semakin kecil.
Tapi terus terang saya tidak terlalu percaya pada perasaan saya (apalagi pada hasrat dan syahwat saya yg tidak kenal ampun itu). Mereka itu pengkhianat besar dan bisa mengkhianati saya (apalagi istri saya) anytime tanpa early warning. Syahwat itu lebih hebat daripada kepintaran akal manusia sepintar apa pun. Ia bisa membuat manusia menjadi setolol-tololnya manusia. Kata teman-teman ‘imron’ itu lebih kuat daripada iman. Saya lebih percaya pada kekuasaan Tuhan yg mampu membolak-balikkan hati manusia. Maka saya selalu berkata pada istri saya,” Marilah kita berdoa bersama-sama agar Allah menjaga iman kita masing-masing dan kita diselamatkan dari syahwat yg selalu mengajak manusia utk menyeleweng. Marilah kita berdoa dengan bersungguh-sungguh agar Allah menetapkan cinta kita agar tetap tumbuh dan kita berbahagia dengan kehidupan kita.”.
Saya yakin Allah mengabulkan doa kami karena sampai saat ini kami masih sering saling memandang dengan penuh cinta dan bersyukur karenanya. Jadi kalau kami berbaring di kasur, saling memandang dalam-dalam dan saling mengucapkan, ” I love you.” dan “I love you, too.” maka itu sungguh-sungguh datang dari dalam hati kami. Ia ditumbuhkan oleh Tuhan yg memiliki dan menguasai hati kami berdua.
Semoga Anda juga menemukan cinta sejati Anda!
Jakarta, 25 Desember 2011
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com