Pagi ini saya dan istri gembuleng berpelukan di kasur dan ngobrol ngalor ngidul as usual. Kami mendiskusikan tentang orang-orang dekat kami yang kehidupan berkeluarganya tidak berbahagia dan akhirnya bercerai. 😔
“Mengapa mereka tidak bisa membahagiakan satu sama lain, ya?!” tiba-tiba tercetus pertanyaan tersebut di antara kami.
“Mengapa si suami tidak bisa membahagiakan si istri maksudnya?” Kata saya menggoda istri saya. “Itu mungkin karena si suami sendiri belum bahagia,” jawab saya sendiri.
“Mungkin si suami menuntut istrinya agar membahagiakan dirinya dulu baru mau sebaliknya membahagiakan istrinya,” kata istri saya. “Yang terjadi akhirnya adalah saling menuntut dan bukan saling memberi,” sambungnya.
“Lalu mengapa kita tidak seperti mereka?” Tanya saya.
“Karena kita memutuskan untuk memberi lebih dahulu dan tidak bersikeras menuntut dulu pada pasangan.” jawab istri saya. Ah, istri saya memang cerdas. Mungkin dulu pernah kuliah di Harvard. 😁
Tapi saya tentu tidak mau kalah… Lha wong saya ini mantan gurunya kok. 😎
“Aku memang selalu berupaya membahagiakan Yayang. Tahu mengapa? Karena aku sendiri sudah bahagia. Dengan selalu berupaya membahagiakanmu maka aku merasa berbahagia. Bahkan sebenarnya aku sudah berbahagia sehingga pekerjaanku kini adalah membahagiakanmu.” sambungku dengan mesra sambil mengecup keningnya.
Kulihat istriku klepek-klepek. Matanya berkaca-kaca… Atau mungkin itu hanya khayalanku ya…?! 😎
Surabaya, 22 Mei 2021