Seorang anak dibangunkan oleh ibunya agar ia bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Dengan mata masih setengah tertutup dan sikap ogah-ogahan ia berkata, :”Aku masih mengantuk, Ma.”
Si ibu menjawab dengan sabar, :”Tapi kamu kan harus sekolah, Nak. Ayo bangunlah!”
Si anak tidak beranjak dari tempat tidurnya yang nyaman. Ia malah menjawab, :”Untuk apa sih aku harus sekolah, Ma?” Si ibu mengelus-elus rambut anaknya. Ia nampak begitu ganteng dengan rambut hitamnya yang mengkilat itu. “Apakah kamu tidak ingin bertemu dengan kawan-kawanmu di sekolah?. Mereka tentu akan mencarimu kalau kamu tidak masuk hari ini Mereka tentu akan kehilangan seorang teman bermain yang mereka sayangi.” Si anak sesaat tergerak untuk bangun. Ia membuka matanya sebentar, dan kemudian kembali memejamkan mata. “Untuk hari ini aku mungkin tidak ingin bertemu dengan mereka, Ma. Besok aja aku temui mereka.” Si ibu mengernyitkan keningnya. Tapi ia tetap berusaha untuk membujuk anaknya. “Tapi kamu harus tetap sekolah, Nak! Kamu harus belajar kan.”
Si anak menggeliat dan membuka matanya. Nampaknya percakapan tersebut membuatnya kehilangan kantuk. “Tapi… kenapa aku harus belajar, Ma? Lagipula kenapa aku harus ke sekolah untuk belajar? Kenapa aku tidak belajar di rumah saja?”
Si ibu tidak menjawab. Ia kini menghadapi dua pertanyaan anaknya :
1. mengapa ia harus belajar dan
2. mengapa harus belajar di sekolah.
Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia menanti bantuan jawaban dari para anggota milis…
Salam
Satria
Berikut ini tanggapan dan komentar dari anggota berbagai milis yang saya peroleh :
1. Mungkin jawaban banyak ya pak, tapi yang penting metode njawabnya
kali ya pak. Harus simpel, tidak perlu terlalu jauh ke aspek filosofis
yang tidak dimengerti anak, perlu dengan contoh-contoh (verbal aja) dan
tentu harus inspiratif (jadi kayaknya bukan guru aja yang inspiratif ya
pak, mungkin juga orang tua juga perlu jadi orang tua yang inspiratif.
Nyambung nih pak dengan email bapak yang terdahulu yang sangat berguna
itu).
Misalnya, kita bilang, biar kita bisa membaca, menulis, menghitung,
menggambar atau mengerti apa yang harus adek lakukan. lalu berikan
contohnya sesederhana mungkin. tapi memang kita seringkali terjebak
oleh keinginan kita yang terlalu tinggi, menanamkan pemahaman secara
menyeluruh yang dalam, tapi akhirnya buat blunder sendiri, apa yang
kita sampaikan sama sekali tidak dimengerti, karena dunia anak biasanya
dunia nyata, dunia bermain dan jauh dari filosofis. Anak akan memahami
secara bertahap dan mencapai pemahaman tentang keseluruhan gambar
kehidupan secara bertahap pula.
Maaf pak, barangkali jawaban saya tentu sudah dimengerti bapak ya.
trim’s.
Walaikum Salam
Taufik
2. Nah, klo aku sih tiap hari membangunkan anak untuk sholat subuh,
kadang2 mereka tidur lagi kadang2 langsung berkemas untuk berangkat
sekolah.
Aku tak pernah menghadapi pertanyaan yg demikian, karena bagiku
bersekolah adalah bukan kewajiban yg menjadi kewajiban adalah menjadi
anak yg pintar, nah…sarananya adalah bersekolah ato bisa juga dgn
cara lain.
Tapi karena sudah menjadi kebiasaan, maka tiap hari juga aku sering
mengingatkan untuk segera berangkat sekolah, maklum jakarta selalu
macet jalanannya, jadi klo berniat berangkat sekolah ya sudah..segera
berkemas..
Tapi kadang2 mereka tak mau bangun dari tempat tidur dan tentu saja
tidak mau sekolah alias bolos, dengan alasan masih ngantuklah, malaslah
ato bahkan belum bikin pr. Ah..aku sih tidak pusing dan marah2 biasa
aja… itu pilihan mereka dan tentu mereke juga sudah tahu
konsekwensinya. ..
Sungguh aku tak pernah memaksa mereka untuk sekolah, mereka sendiri yg
memilih senang bersekolah. Dan itu yg terjadi dengan anak2 perempuanku.
mereka sering aja bolos sekolah, tapi syukur itu tidak membuatnya bodoh
ato tidak bertanggung jawab, karena sungguh segala sesuatu tindakan
adalah suatu pilihan termasuk bersekolah, dan anak2ku sudah aku
biasakan untuk memilih apa yg ingin dilakukan.Tentunya dengan rajin
berdoa aku memohonkan kepada ALLAH SWT untuk keselamatan dunia akhirat
untuk anak2ku dan tidak salah memilih.gitu lho……
Itu menurut aku lho….
wassalam
Muliek.
3. Hehehe … barusan pagi ini saya heran anak saya yang baru TK ini
tumben nggak sekolah, saya takut bertanya pada dia karena pernah
beberapa hari lalu dia dibangunin ibunya untuk sekolah, jawabnya
“Liibuuuur …” sambil mulet-mulet … wah, pikir saya ini gara-gara
ibunya pernah saya tanya kenapa nggak sekolah, ternyata memang tanggal
merah, saya yang lupa!
Tapi hari ini kan nggak tanggal merah? Akhirnya, saya tanya ibunya
dengan suara pelan, lirih … “Dik, kenapa Cua nda sekolah?”, jawab
ibunya agak keras “LIBUR”, lho kok? “Iya, kata gurunya TK B kan hari
ini karnaval, jadi TK A libur … ” Kok gitu? Kenapa nggak ikutan
karnaval sekalian? “Nggak tahu, mungkin masih terlalu kecil kali? kan
jauh dari lapangan merdeka sampai monumen …” Waah … tadinya bicara
suara pelan lirih, akhirnya anak saya jadi tahu … naah … libur kan
?
hahaha …
Adakalanya, anak saya dalam kondisi malas bangun pagi seperti kisah pak
Satria, maka saya lalu mendekatinya “Cua … Cua sekolah apa ikut acil
apa nenek? Kalo ikut acil … tuh, duduk-duduk disana saja …
main-main sama kucing, kalo ikutan nenek itu bisa jualin pisangnya
nenek, jualin jeruknya nenek itu … (sambil menunjuk yang dimaksud),
ayo … pilih mana …” digombalin terus … sampai akhirnya dengan
badan berat mandi pagi, kalau sudah mandi pagi … saya sudah sedikit
lega, karena habis mandi saya lihat rasa malasnya hilang, kelihatan
mringis-mringis hiii … hiii… sambil kedinginan … 🙂
Tentu saja, penanganan anak TK berbeda dengan anak SD tingkat 3 ke
atas, SMP bahkan SMA, kalau yang ini … saya belum tahu caranya… 🙂
salam,
sa
4. Kira2 ini yg akan sy jawab…
“Sekolah itu tempat u/ mecari Ilmu nak,.Sekolah juga tempat km bisa
bermain dan menjadi apapun. Dengan sekolah km akan bisa terbang ke
bulan bahkan menjelajahi angkasa. Namun, jika km tidak sekolah maka
tidak satupun dari hal tersebut yg akan terjadi….. .”
Nah mungkin itu kira2 yg akan sy sampaikan kepada anak sy jika anak sy
menanyakan hal tersebut..namun ini masih kira2 loh..maklum sy belom
menikah apalagi punya anak..hehehehe ^_^
Adhitya Abriansyah
5. Saya pernah ditanya ini sama adik saya.. yg protes dan kecewa sama
sekolahnya.. akhirnya berniat untuk gak mau sekolah.
Saya jawab gini..
“Wah.. kamu akan jadi anak hebat, kritis… Nah, supaya kritis kamu ini
bisa menjadi prestasi besar.. cuma satu caranya.. SEKOLAH”
Untungnya sih adik saya itu bisa terima.. dan skrg dia udah S1
Motulz
6. Assalamualaikum,
Saya ikut menaggapi juga ya,
Menurut saya jawaban yang paling simple untuk usia anak2 adalah ?
Karena semua anak di dunia pasti mempunyai cita2, walaupun cita2nya
berubah – ubah maka, kita bisa memgatakan misalkan si anak mau menjadi
dokter maka, kalau mau menjadi dokter harus sekolah dulu biar tau apa
yang harus di lakukan nggak mungkin bisa langsung menjadi dokter kalau
tidak belajar dulu.
Wassalam
Isna .f
7. Ikut menanggapi Pak Satria.
Jawabannya secara general untuk anak berumur < 8th,….kita cari tahu
apa yang membuat si anak tertarik/suka untuk Sekolah/di Sekolah,
misalnya si anak suka dgn Ibu guru A karena baik dan pandai menggambar
/ melukis atau si anak suka dengan makanan di kantin Sekolah atau yang
lainnya……….
Maka si ibu bisa menjawab, “Agar kamu pintar….. “, lalu dilanjutkan “
nak….kamu tidak ingin ketemu Ibu guru A ? Kamu tidak ingin diajarkan
menggambar oleh Ibu guru A? Asyik lho !” atau yang suka makanan kantin,
“…Mau makan makanan kesukaan kamu di kantin Sekolah, nggak ?”
Kurang lebih seperti itu.
8. kamu sekolah untuk ketemu temen-temen dan main bareng mereka. kan
semua temen kamu ngumpulnya di sekolah kalo jam segini. ayo, kalo kamu
duluan sampe di sekolah, kamu bisa liatin satu-satu mereka ke sekolah
dianter siapa dan waktu jam istirahat nanti, kamu bisa main
tebak-tebakan dan cuma kamu yang tau jawabannya. gimana?
salam,
ge
8. Pak Satria, ini soal kok sama dengan yang baru saya alami sekarang
ini. Anak saya yang paling tua baru masuk TK kemarin. Minggu pertama
dia masih rutin masuk. Minggu ke dua, mulai lah sudah malas malasan.
Dengan berbagai alasan ngantuk, capek, dll. Tapi begitu dia kita
setujui untuk gak sekolah eh dia langsung lompat keluar main layang
layangan.
Saya berfikir, kalau di TK itu pelajarannya main layang-layangan,
apakah anak saya juga tetap malas ke sekolah?. Trus, apa sebetulnya
yang gurunya lakukan di kelas sehingga kok anak saya gak kecanduan
datang ke sekolah ya. Mana “modal” yang ketanam untuk biaya beli 6 set
seragam terlanjur dibayar lagi. Hehehehehehe.
Best,
Muchsin Simatupang
9. Gila Satria. Aku mengalami pengalaman ibu ini. Anakku yang satu itu
(nomor dua, laki-laki, nyeniman) susahbanget sekolah, bertolak belakang
dengan mbaknya.Sejak TK, kalau mau sekolah nangis dulu. SD sering
gakmasuk karena terlambat bangun. Di LOndon, apalagi
musim dingin, susah bangun, setelah dipaksa bangun,didorong ke kamar
mandi, didorong keluar rumah. Takberapa lama kemudian balik lagi.
“kenapa?””ketinggalan bus”(kadang-kadang juga alasan dia aja untuk
balik ketempat tidur di pagi berkabut seperti itu).Aku sering dapat
surat dari sekolahnya menyatakananakku gak masuk pada tanggal
sekian-sekian (sistem di London, agar ortu dan guru cross check ttg absennyasiswa, siswa gak
ngluyur kemana-mana) .
Sampai sekarang -mahasiswa, dia suka berargumentasiseperti itu:”Kenapa
sih bu aku harus rajin sekolah? masa depankukan aku sendiri yang
nentukan?””Emang kalau aku gak kuliah kenapa? Ibu malu tah?””Aku mau
jual beli saham saja. Siapa tahu bisa kayaseperti Warren Buffet. Uang
kuliahku kupakai modal yaBu, boleh?”
Biasanya jawabanku cuma begini: “Masa kuliah adalahmasa yang sangat
menyenangkan. Banyak teman. Banyakpengalaman, membangun jaringan untuk
masa depanmukelak.”
Soalnya kalau aku jawab: “Sekolah/kuliah itu belajarilmu pengetahuan
untuk modal kerja, nak.”, dia akanjawab begini: “Tapi aku kan banyak
baca buku.Teman-teman sekelasku, bahkan guruku, banyak tidaktahu
hal-hal yang aku ketahui. dan banyak sarjanapintar-pintar gak dapat
kerjaan. kalau cuma jadi staf rendahan kan gak perlu sarjana, Bu.”
Ambleg …….
Bagaimana pengalaman teman-teman yang sudah pada jadi ortu?
sirikit
Satria, thanks provokasinya
10. Jawabannya :
Agar kamu nggak ngerepotin mama di rumah. Supaya untuk sementara waktu
kamu
bisa dijaga oleh baby sitter yang ada di sekolah (baca: guru) sehingga
mama
bisa belanja di super market atau ke fitness.
He.he..
Salam,
Adi
11. Untuk Apa Kita Sekolah
Untuk menjawab pertanyaan dari peserta milis ini yang melontarkan
Subject : Untuk apa kita Sekolah….
Hal yang paling saya ingat saat saya kuliah adalah cita-cita saya dan
banyak kawan saya menjadi `Sarjana Ekonomi’…awalnya cita-cita yang
abstrak itu membuat saya merasa bangga dengan status sarjana yang akan
saya dapat itu, apalagi saya bercita-cita akan meneruskan
sekolah keluar negeri sembari terus datang ke pameran-pameran
pendidikan luar negeri dan mengumpulkan prospektus serta brosur-brosur
kampus-kampus luar negeri yang mentereng. Di satu pagi tahun 1996 saya
hendak ke dokter gigi berangkat pagi hari dan membekali dengan bacaan
catatan pinggir Goenawan Mohammad (GM) yang akan saya baca di tengah
perjalanan. Ada satu essay yang menarik saya berjudul `Pak Susman’
(terbit pada edisi Tempo 19 Agustus 1978) begini tulisannya :
Pak Susman mengajar geometri untuk SMP negeri yang dipimpinnya, ia
seorang guru yang dikenang muridnya seumur hidup. Sebab pada satu hari
ia tiba-tiba bertanya ” Untuk apa kamu belajar imu ukur?” Adapun yang
ditanyainya adalah murid-murid kelas satu yang kedinginan oleh angin.
Waktu itu hari mendung. Dan setiap hari mendung, kelas di gedung bekas
kamar bola Belanda di kota P itu gelap. Dan Pak Susman dengan mata yang
mulai tua tapi berwibawa, tampak kian angker dengan pertanyaan yang
mustahil dijawab.
Untuk apa belajar ilmu ukur?
Tapi Pak Kepala Sekolah itu rupanya tahu, bahwa anak-anak akan
diam.Maka suaranyapun seperti bergumam, ketika menyelesaikan sendiri
tanda-tanya yang ia lontarkan tadi : “Kamu belajar Ilmu Ukur bukan
untuk jadi Insinyur, tapi supaya terlatih berfikir logis, yaitu
teratur”
Lalu dengan antusiasme mengajar yang khas padanya, ia pun menjelaskan.
Satu soal misalnya menyebutkan hal-hal yang sudah diketahui dari sebuah
bangunan geometri. Ada rumus-rumus yang menyimpulkan berbagai hubungan
dalam bangunan seperti itu. Nah jika anak-anak diminta membuktikan
suatu hal dari dalam soal itu, mereka harus berfikir secara teratur :
dari hal-hal yang sudah diketahui, sampai kesimpulan yang bisa ditarik.
Yang menakjubkan bukan saja ia dapat menjelaskan proses berfikir logis
itu dengan gamblang dihadapan sejumlah bocah kedinginan yang berumur 13
tahun.Yang juga mengagumkan ialah bahwa ia, seorang kepala sekolah tak
dikenal, di sebuah SMP bergedung buruk, dalam
sebuah kota yang tak penting,ternyata bisa menanamkan sesuatu yang
sangat dalam, yakni : apa sebenarnya tujuan pendidikan sekolah.
Pak Susman meninggal kira-kira 20 tahun yang lalu. Seandainya ia masih
hidup, dan bertemu dengan seorang bekas muridnya yang lintang pukang
menyiapkan diri untuk ujian SKALU -(sekarang UMPTN). Barangkali ia juga
akan bertanya : untuk apa semua itu?”
Ya, untuk apa?
Ada sebuah sandiwara keagamaan di TVRI beberapa waktu yang lalu.
Seorang ayah menanyai ketiga anaknya, dengan pertanyaan yang mirip “apa
cita-citamu? Apa tujuanmu sekolah?”
Yang pertama menjawab “saya akan jadi pemilik pabrik paku” Yang kedua
menyahud, “saya akan jadi rohaniawan.” Yang ketiga berkata, “Saya akan
jadi Sarjana.” Jawaban yang pertama adalah spesifik, jelas, terperinci.
Jawaban yang kedua juga tak memerlukan tanda tanya baru. Tapi jawaban
menjadi “saya akan jadi sarjana” terasa belum selesai. Diucapkan dalam
bahasa Indonesia masa kini, kata “sarjana” adalah sebuah pengertian
yang melayang-layang. Kita
tak bisa menyama-artikan dengan kata `Scholar’ Atau `Scientist’. Arti
“sarjana” yang lazim kini tak lain adalah dan tak bukan hanyalah
“lulusan perguruan tinggi.”
Maka jika anda masuk sebuah perguruan tinggi karena bercita-cita
menjadi “sarjana” itulah sama kira-kira dengan jika anda melangkah
karena ingin berjalan. Sudah semestinya.
Kekaburan itu terjadi agaknya bukan cuma karena kacaunya pengertian
“sarjana” Tapi juga karena sejumlah ilusi. Ilusi yang terpokok ialah
ilusi tentang pendidikan sekolah serta tujuannya.
Sudah tentu salah bahwa tujuan bersekolah di Universitas adalah untuk
mendapatkan gelar. Tapi tak kurang salahnya untuk mengira bahwa di
Universitas orang akan menemukan pusat ilmu, ataupun puncak pendidikan
ketrampilan.
SEBAB bak kata Rasul Tuhan, orang harus mencari ilmu dari buaian sampai
ke liang lahat. Dewasa ini pemikir pendidikan juga berbicara tentang
“pendidikan seumur hidup” Dan dalam proses itu, Universitas hanyalah
sepotong kecil. Seorang doktorandus, seorang Ph.D., barulah
mengambil bekal untuk perjalanan panjang yang sebenarnya. Mereka belum
selesai – juga belum selesai bodohnya.
Karena itu seandainya Pak Susman masih hidup, ia pasti akan bilang
“kamu masuk universitas, itu supaya bisa terlatih berpikir ilmiah” Itu
saja, kalau dapat.
(GM, 19 Agustus 1978)
Membaca tulisan GM itu kontan saya kaget dengan ketololan saya untuk
mengejar jadi sarjana tanpa tahu apa esensi mencari ilmu pengetahuan
dan latihan berfikir sesungguhnya. Dan kini saya melihat kelucuan lagi
tentang wacana seorang Presiden harus Strata-1. Maka rontoklah
orang-orang seperti Agus Salim, Sjahrir, Tan Malaka, DN Aidit, Hamka,
Suharto, Adam Malik dan jutaan orang pintar di Indonesia yang tidak
memilih jalur akademis formal untuk menajamkan
intelektualitasnya.
Jadi untuk apa kita Sekolah, untuk berlatih berpikir sistematis,
belajar bermasyarakat dan belajar menghargai persahabatan. …mungkin
untuk itulah kita sekolah. Tapi yang jauh lebih penting dari
institusionalisasi pendidikan adalah personifikasi pendidikan yaitu :
Menciptakan pendidikan seumur hidup, pencarian ilmu tidak berhenti
setelah kita tidak lagi membayar uang sekolah, pencarian ilmu harus
terus ditekuni dengan kreatifitas yang tinggi tanpa tergantung
institusi. Proses kreatifitas Thomas Alva Edison adalah sebuah ikon
bagaimana kemandirian mencari ilmu atau otodidak mampu menghancurkan
institusionalisasi pendidikan. Ketika pikiran kita mulai bertanya
tentang sesuatu, maka disitulah sekolah kehidupan dimulai….. ..
ANTON
12. Kamu mesti sekolah,
Agar kelak kamu tahu bagaimana tidur dan bermimpi indah.
Satu saat kamu akan tidur dan mimpi di atas ranjangmu sendiri, bukan
ranjang
sementara yang Mak berikan ini.
SH
13. Ananda sayang…
Ayo kita cari tahu untuk apa kamu sekolah. Sebaiknya
kita mulai dari mana ya?
Yanti Kerlip
14. Nak, engkau harus sekolah supaya punya keahlian. Juga supaya bisa
bahasa Inggris. Kalau sudah besar, kalaupun kau jadi pembantu rumah
tangga, engkau akan bisa dapat gaji besar diluar negeri, jauh lebih
besar dari menejer di Indonesia. Engkau akan bisa membaca kontrak dan
nggak ditipu sama agen. Engkau akan lebih bijaksana dan tidak bisa
ditakut takuti deportasi oleh majikan mu karena engkau mengetahui dan
memahami Labor Law.
MR
15. well done mas,
kayaknya mas agung yang lebih cocok bikin skenario sinetron..
kok, si anak…..ga juga beranjak ke sekolah.ya. he he he
tau ga kenapa ? seperti kata mas agung,..setiap orang harus belajar
untuk menguasai sebuah keterampilan. (maksudnya di sekolah) tetap saja
membuat anak tidak tertarik ke sekolah.
memangnya di sekolah belajar apaan ya? denger -denger dibekali ilmu
buat masa depan ya?
salam
er supeno
16. Supaya dalam hidup kau …
– tidak mudah dibodohi orang lain
– tidak bingung mencari jalan keluar dari masalah walaupun alat
bantunya tidak ada
– tidak “yes man”
– tidak melihat orang dari perbedaannya tetapi dari persamaannya
– bisa menjadi pemimpin dan aggota kelompok yang efisien
– bisa memakai pengetahuanmu kedalam bentuk karya nyata
– mampu berkomunikasi
– mampu berahlak
Dan banyak lagi Nak…tapi…sayang semua itu tidak diajarkan di
Sekolah kita….ya sudah..tidur saja kembali, sampai nanti ibu/bapakmu
Menemukan sekolah yang mengajarkan hal-hal tersebut.
Wendy
17. Untuk apa sih aku harus sekolah, Ma?
—
Untuk apa kamu tidur terus, nak?
Fajar Wahyu
18. wah ini kasus pernah saya alami dengan anak saya yang masih tk
kecil.
jawaban yang saya berikan :
adik harus sekolah, karena adik disekolah bisa belajar sambil bermain
dengan teman teman, bisa ketemu bu guru dewi, bisa lihat sapi, bisa
lihat bebek (karena dari rumah ke sekolahnya harus melewati area
persawahan disana biasanya tiap pagi banyak bebek, burung bangau
dan sapi).
Jawaban diatas mungkin hanya berlaku untuk anak sekelas TK dan akan
berbeda pula jawabannya untuk anak SD,SMP atau SMA
Yang menarik adalah jawaban saya “bisa ketemu bu guru dewi” dan
kebetulan bu guru dewi ini orangnya cantik dan pinter mengambil hati
anak anak. ternyata sosok seorang guru dalam kasus ini menjadi sangat
efektip untuk memancing minat si anak untuk pergi kesekolah.
Van belog
19. agar bisa baca tulis, bisa jadi pejabat atau bahkan presiden yang
memperjuangkan para gurunya, karena pejabat udah lupa, apakah bisa jadi
pejabat kalau gak sekolah? Gitu aja kok ngelupain gurunya …………
…
Arman Puspa
20. Masih Ngantuk ya nak? Tadi malam tidur jam berapa?
Lanjutkan saja tidurnya, nanti agak siang Ibu antar kalau sudah siap.
Agung
21. Sekolah adalah tempat belajar. Sementara belajar itu sejalan dengan
proses evolusi manusia. Makanya ga heran jika melihat bayi yg belajar
berguling, duduk, berdiri, berbicara dst. BElajar adalah alat survival
manusia.
Belajar bisa berbentuk kebiasaan sampai aktifitas. Di masa lalu proses
belajar diturunkan oleh para orang tua, yg sekarang digantikan oleh
sekolah.
Yang perlu diingat, bahwa manusia itu unik, sehingga memiliki kesukaan
yang berbeda2. Kesukaan inilah yang memotivasi seseorang itu untuk
belajar. Inilah yang seharusnya diterapkan dalam system pembelajaran.
System pendidikan di Indonesia memang masih belum mampu menjawab
kebutuhan ini, sehingga masih banyak anak yang dipaksa belajar
matematika, padahal doyan nyanyi. TErbukti dari jutaan orang yang
bersekolah (dan pastinya pernah belajar matematika) hanya segelintir
yang pakar matematika. Ini belum termasuk PMP, Agama, IPA, IPS, dll
Seorang penyanyi tidak perlu mampu berhitung, karena toh ada mansuia
lain yang memang talentanya jago berhitung. JAdi masalah keuangan si
penyanyi serahkan saja kepada bankir. Dia hanya cukup belajar nyanyi
dan nyanyi.
Jika saja anak si ibu di bawah ini ke sekolah hanya untuk belajar yang
disukai, maka pertanyaan tadi tidak akan muncul. JAdi jelas, sebetulnya
sekolah itu kebutuhan manusia, hanya saja sekolah sering memberikan hal
yang tidak dibutuhkan.
PS: Coba pikir jika saja pelajaran agama bukanlah kewajiban, maka di
milis2 tidak akan ada lagi seorang akuntan yang adu urat dengan ahli
komputer ngomongin soal agama. Yang jelas2 bukan bidangnya. Tapi yang
terjadi adalah inovasi system akuntansi.
22. Hmmm…makin susah nih pertanyaannya y Pak…
Kira2 ini yg akan saya sampaikan kepada anak saya:
“Memang belajar tidak harus di sekolah anakku, tp di sekolah lah km
dapat mendapatkan kesempatan belajar yg lebih luas. Kalau km tidak
mengerti km dapat bertanya kepada teman dan guru km. Km dapat bermain
sepuasnya disana. Kalau km dirumah, papa dan mama tidak akan selalu
dapat memberikan jawaban atas pertanyaan km. Di sekolahlah, km akan
mendapatkan jawabannya.”
Ya itu kira2 lagi y…hehehe
Adhitya Abriansyah
23. Penasaran.. apa yang ada di otak belakang mas Satria…
aku jawab deh.. : spy bisa nm,eningkatkan kemampuan…
Skrg aku tunggu cerita lanjut Mas Satria..
Haniwar
24. Naah yang begini ini kelihatannya sama-sama bener ,,ya!
ibunya nggak maksa dan anaknya konsisten. menurut saya, bagaimanapun
juga orang tua masih punya kontrol terhadap anak. Yang jadi masalah
adalah bagaimana menjalankan fungsi kontrolnya.
ngomong-ngomong ,…. ibu dalam skenario ini masuk kategori yang mana
ya ? kalau di sekolah, kan ada guru yang “authoritative kah ?, laissez
faire , kah ?atau indifferent, kah ?
ada pendapat ?
Er Supeno
25. Kebanyakan teman-teman memposisikan diri sbg orang tua yg berada.
Saya coba bikin skenario sbb :
Si anak tetap gak mau pergi sekolah, maklum SPP nya sdh 6 bulan
nunggak. Ayahnya adalah tukang becak yg penghasilannya hanya 10
ribu/hari dan si mbok hanyalah bakul cucian yg mendapatkan uang
hanya 5 ribu/hari.
Si mbok yg melihat anaknya yg tdk mau sekolah lalu bertanya :
Mbok : Kenapa yuk kamu gak mau sekolah ?
Yayuk : Aku malu mbok, bpk/ibu guru selalu mengacuh aku disekolah.
Masak sih aku, spt dianggap angin lalu aja mbok.
Mbok : Kamu itu jangan berpikiran jelek begitu Yuk, bisa aja kan
bpk/ibu gurunya lagi pusing spt kita. Bisa aja gaji bpk/ibu guru
belum turun dari pemerintah, atau kenaikan pangkatnya tertunda. Yaa
mungkin senasib spt kita Yuk
Yayuk : Tapi bu, teman-teman yg lain jg pada melecehkan aku gara-
gara aku nunggak SPP, gara-gara bajuku banyak tambalannya, sepatuku
jg jelek amat, tas sekolah ku butut.
Mbok : Yayuk, biarkanlah teman-teman kamu ngeledek kamu. Yg
penting kita bisa hidup dg keringat kita. Tdk korupsi spt orang tua
mereka yg kaya-kaya itu. Hati sing bersih, gusti Allah tdk melihat
dari baju kita, tdk melihat dari sepatu kita. Tapi gusti Allah itu
melihat hati kita. Buat apa di dunia kita bersenang-senang tapi
nanti di alam kubur disiksa dan kekal di neraka. Sing sabar ya Yuk.
Insya Allah dg kesabaran kita, kamu akan dpt beasiswa dari Pusat.
Bukankah kamu selalu juara umum di sekolah ?
Yayuk : Iya mbok, aku selalu berdoa kpd gusti Allah. Aku tdk pernah
tinggal sholat Dhuha sebelum bel sekolah berbunyi. Aku jg sdh mulai
sholat malam. Doakan aku yaa mbok agar aku dpt beasiswa tingkat
nasional.
Tiga hari kemudian yaitu tepatnya tgl 1 Agustus 2007 (ini hanya
hayalan lho pak) tiba-tiba gubuk reot di bilangan jalan Oerip Kotip
Sleman diketuk seseorang. Lalu Yayuk membuka pintu. Terlihatlah
seseorang berpakaian pegawai pemda datang membawa Map Biru.
Peg Camat : Assalaamu’alaikum
Yayuk : Wa’alaiku salam,
Peg Camat : Bisa saya bertemu dg orang tua dari Siswa yg bernama
Yayuk Hasanah ?
Yayuk : Oh bisa pak, tunggu sebentar.
Mbok : Ada apa yaa pak ?
Peg Camat : Saya mau menyampaikan Surat Beasiswa ini. Jeng Yayuk
diundang bpk Presiden utk hadir pada peringatan detik-detik
Proklamasi di Istana Negara di Jakarta. Sekaligus akan mendapatkan
penghargaan dan Beasiswa penuh sampe lulus SD.
Terlihat mbok tangannya bergetar. Dia tak sanggup utk menerima Map.
Entah apa yg terjadi. Ternyata si mbok nyaris pingsan. Buru-buru si
Mbok dipegang dan dipapah ke dalam gubuk.
Setelah duduk, si mbok mencucurkan air matanya. Dia sedih bercampur
gembira. Anaknya yg selama ini diejek oleh teman-temannya, yg
diacuhkan oleh guru-gurunya krn nunggak SPP akhirnya mendapat
undangan istimewa ke istana sekaligus mendapatkan beasiswa sampai
lulus SD.
Demikianlah akhir cerita, saat ini Yayuk sdh tdk malu lagi ke
sekolah. Dia sdh punya baju baru, sepatu baru dan tunggakan SPPnya
sdh dilunasi oleh bapak Bupati Sleman. Dan dirumahnya saat ini telah
terpampang foto saat dia bersalaman dg bpk SBY. Begitulah Allah akan
memenuhi semua harapan hambanya yg bertawakal dan sabar menerima
ketetapan hidup.
Hehehe….. cerita diatas hanyalah hayalan saja. Jangan sambil
menangis yaa….
YUDI LUBIS
26. Assalamu’alaikum wr.wb
Tambah seru aja nih tanggapannya ya….
Beberapa hari saya merenung tuk menanggapi dan memang sering terjadi
pada anak kita.
Rupanya permasalahan anak kita sama dengan permasalahan orang tua jg.
Intinya adalah anak dapat bangun pagi dan berangkat sekolah tidak
terlambat.
Bagaimana kalau kita bandingkan dengan orang tua.
Kadang kita berat sekali tuk bangun 1 jam sebelum subuh tuk sholat
malam atau sholat subuh berjama’ah. Padahal kita tahu pahala sholat
malam atau sholat 2 rakaat sebelum subuh.Lebih besar dari dunia dan
langit seisinya. Tapi kenapa kita tak cepat-cepat menggapai pahala yang
besar itu. Ternyata pahala tsb tidak bisa dilihat atau disentuh/
abstrak. Kalau terlihat dan dapat diraih tentu kita sudah siap jam 12
malam atau mungkin nggak tidur kali ya….
Begitu pula kalau kita jelaskan pada anak kita yang masih kecil tentang
arti belajar/pendidikan dengan segala macam keuntungannya kalau sudah
besar.Tentu belumlah sampai pola pikirnya.
Maaf, menurut pendapat saya yang sederhana tuk menanggapi anak kita
yang sering susah bangun pagi tuk berangkat sekolah ini adalah sugesti
. Persoalanya adalah bagaimana cara kita menumbuhkan sugesti anak
tersebut.
Dari pengalaman,salah satu metodenya berdoa. Ya.. berdoa sebelum tidur.
Ternyata kalau kita berdoa tuk dibangunkan sholat malam, Insya Alloh
akan terkabulkan.
Begitu juga kita praktikan kepada anak kita. Sebelum tidur kita suruh
berdoa dan kita tanyakan pada anak kita besok pagi mau bangun jam
berapa nak?
Insya Alloh anak kita sudah punya niat tuk bangun pagi sesuai dengan
janjinya.
Sekali lagi maaf,karena metode ini baru di praktikan pada anak saya.
kadang berhasil,kadang tidak .Tapi terus dicoba.
Terimakasih
27. Pak Satria, ini soal kok sama dengan yang baru saya alami sekarang
ini. Anak saya yang paling tua baru masuk TK kemarin. Minggu pertama
dia masih rutin masuk. Minggu ke dua, mulai lah sudah malas malasan.
Dengan berbagai alasan ngantuk, capek, dll. Tapi begitu dia kita
setujui untuk gak sekolah eh dia langsung lompat keluar main layang
layangan.
Saya berfikir, kalau di TK itu pelajarannya main layang-layangan,
apakah anak saya juga tetap malas ke sekolah?. Trus, apa sebetulnya
yang gurunya lakukan di kelas sehingga kok anak saya gak kecanduan
datang ke sekolah ya. Mana “modal” yang ketanam untuk biaya beli 6 set
seragam terlanjur dibayar lagi. Hehehehehehe.
Best,
Muchsin Simatupang
28. aslkm.wr.wb
biasanya pertanyaan si anak dijawab dengan beberapa pilihan jawaban
yang dibawah ini:
1. nak, klo kamu sekolah nanti kamu bisa dapet ijazah, nanti setelah
dapet ijazah kamu nerusin sekolah kamu sampai SMA dan bahkan kuliah.
setelah lulus kuliah kamu bisa pake ijazah kamu untuk melamar kerja.
setelah kamu krja dan menikah, kamu bisa menyuruh anak kamu untuk
sekolah seperti ibu menyuruh kamu sekolah sekarang (intinya, sekolah
cuman buat dapet ijazah dan bisa dipake kerja);
2. kamu harus sekolah. memangnya kamu mau ngapain klo ga sekolah??? mau
main? (intinya sekolah cuman buat isi waktu luang); ato
3. kamu ngomong apa sich??? dah cepet mandi sana, trus berangkat
sekolah. ga usah banyak nanya… (intinya ibunya pikir klo anaknya
masih belon sadar)
maaf yah klo jawabannya ga b’mutu, berhub saya blon punya anak, jadi
mohon maaf klo rada ngaco jawabnya…. hehehe:D
wslkm
29. Dua hari terakhir ini saya memikirkan pertanyaan yg sama juga.
Akhirnya saya kepikiran begini.
Se-jelek2-nya kualitas sekolah, sekolah itu tetap penting agar anak2
bisa:
1. memahami dan menjiwai norma2 dan nilai2 yang ada di masyarakat
seperti:
a. mempunyai prioritas yang mirip dalam masalah keluarga, karir,
agama, idealisme, patriotisme, dll
b. mempunyai persepsi yang mirip akan konsep2 seperti benar/salah,
adil/curang, sampai ke pelit/boros, sopan/kurang ajar
c. mempunyai sikap yang sejenis dalam memandang ke-tabuan2 tertentu
dalam konteks yang berbeda-beda, seperti seks misalnya.
d. lain-lain yg belum kepikiran.
Pembelajaran ini terjadi selain dari sekolahnya langsung, juga dari
itneraksi dengan teman2. Pembelajaran ini penting agar murid2 menjadi
begitu miripnya sehingga gesekan antar masyarakat menjadi minim.
2. bisa distratifikasikan (dibedakan tingkat-annya) .
Hal2 seperti kedudukan dan pekerjaan itu terbatas. Dengan perbedaan
nilai prestasi dan punya tidaknya seseorang akan ijazah, maka tercipta
mekanisme untuk menentukan siapa dapat apa. Note: di sini kita tidak
bicara bagus tidaknya mekanisme seperti ini.
—
Nah, jadi kalau ditanya anak2 kenapa harus sekolah, jawaban yg
sederhananya menurut saya adalah:
1. Biar kamu ngerti gimana cara temenan yg baik, biar gak sedikit2
berantem.
2. Biar kamu lebih gampang dapat duit dan juga dianggap hebat.
Amitz sekali
30. Alhamdulillah. , untuk sementara anak saya yang satu-satunya ini
tidak
pernah menanyakan hal seperti itu. malah sebaliknya jika ibunya tidak
membangunkannya selepas sholah subuh, dengan mimik yang sedang
marah dia bertanya kenapa koq tidak dibangunkan lebih awal dengan
maksud
agar dia juga dapat mengikuti sholah subuh berjamaah, dan setelahnya
melakukan persiapan untuk berangkat sekolah.
Alhamdulillah. .., anak saya ini termasuk kategori anak yang rajin
bersekolah.
belum pernah saya mendengar dari kata-katanya baik pada saat dia sedang
marah, sedih, kemudian ingin tidak masuk sekolah alias mbolos.
mungkin faktor lingkungan sekolahnya yang membuatnya ingin tetap
pergi kesekolah.
Salam,
Alim A.J
31. Cerita versiku kira2 akan berbunyi seperti ini…
Untuk Apa sih Aku Harus Sekolah, Ma?
Seorang anak dibangunkan oleh ibunya agar ia bersiap-siap untuk
berangkat sekolah. Dengan mata masih setengah tertutup dan sikap
ogah-ogahan ia berkata, ”Aku masih mengantuk, Ma.”
Si ibu menjawab dengan sabar, ”Tapi kamu kan harus sekolah, Nak. Ayo
bangunlah!”
Si anak tidak beranjak dari tempat tidurnya yang nyaman. Ia malah
menjawab, “Untuk apa sih aku harus sekolah, Ma?” Si ibu mengelus-elus
rambut anaknya. Ia nampak begitu ganteng dengan rambut hitamnya yang
mengkilat itu. Lalu, ibupun berkata dengan lembut…
“Nak, kamu tahu kenapa mama pingin kamu sekolah? Karena mama berharap
masa depanmu akan semakin cerah dengan sekolah”.
Dengan membuka matanya sedikit, si anak menjawab ibunya dengan kesal,
“Ah, itu hanya teori! Siapa bilang masa depanku akan semakin cerah
dengan bersekolah?! ?”
Si ibu menanggapi jawaban anaknya dengan tersenyum. Di dalam hatinya si
ibu berpikir, ini sepertinya waktu yang baik bagi ia untuk berdiskusi
mengenai realitas pendidikan kepada anaknya. Dengan cepat, si ibu
merubah ekspresi wajahnya, ia pura2 heran dan bertanya, “Lho kenapa
kamu berpikir begitu nak?”
Dengan semangat, si anak menjawab, “Ya iya Ma…di sekolah aku nggak
dapat apa2. Pelajarannya membosankan. Gurunya nyerocoss terus kayak
kereta api. Mana PR nya banyak, ujiannya susah, belum tentu juga
lulus!”
Masih dengan misinya, si ibu melanjutkan pertanyaannya, “Lha terus kamu
maunya sekolah yang seperti apa?”
Diam sebentar, si anak tampak berpikir, “Gak tahu Ma! Kayaknya sekolah
nggak ada yang bagus!”
Sambil melirik jam dinding yang tergantung di kamar si anak, waktu
sudah menunjukkan hampir pukul 7. “Ah biar saja untuk hari ini si Dody
tidak usah masuk dulu”, batin si ibu, “biar bisa ngobrol dengan leluasa
tentang sekolah”.
Dengan tersenyum, si ibu menimpali jawaban anaknya yang sedang
kebingungan, “Wah…kamu sekarang tambah pintar ya…Mama bangga
sekali!”
Tambah bingung, si anak bertanya, “Maksud mama?”
“Maksud mama, anak mama pintar sekali, karena sudah bisa memahami
bagaimana realitas pendidikan di negara kita”, jawab si ibu.
“Apaan sih ma?”, si anak tetap tidak mengerti.
Dengan tersenyum, ibu melanjutkan bicaranya. “Kamu bilang tadi sekolah
membosankan kan?”.
“Iya emang”, jawab si anak.
“Lalu kamu juga bilang kalau kamu tidak dapat apa2 di sekolah kan?”,
lanjut si ibu.
“Iya”, si anak mulai sedikit bertanya2, kenapa mamanya bertanya hal
itu.
“Dan akhirnya kamu menyimpulkan kalau sekolah tidak ada hubungannya
dengan masa depanmu kan?” lanjut si ibu lagi.
“Iya”, kali ini si anak menjawab dengan tegas.
“Nah itu dia!”, dengan sedikit berteriak si ibu menimpali. “Kamu hebat
sekali nak, karena kamu sudah tahu bahwa sekolah itu tidak
menyenangkan! “.
Semakin heran, si anak lalu bertanya balik, “terus?”
Si ibu tersenyum. Dalam hati ia merasa senang karena sudah berhasil
untuk membuat anaknya sedikit bertanya2. Lalu si ibupun berkata, “Nak,
kamu mau jadi orang sukses kan?”
“Iya”, jawab si anak.
“Memangnya kamu mau jadi apa besok?” tanya si ibu.
“Hmmm…jadi dokter!” kata anak.
“Wah bagus banget…trus kalau mau jadi dokter, harus pintar gak?”
tanya ibu balik.
“Ya iya”, jawab anak lagi.
“Nah…kamu tahu kan, kamu punya kebutuhan untuk jadi pintar”, tanya
ibu.
“Iya!”, jawab anak.
“Dan…salah satu cara untuk jadi pintar IDEALNYA adalah lewat belajar
di sekolah kan?”, tanya ibu lagi. “Mmm mungkin iya”, kata anak.
“Tapi…kamu juga tahu bahwa KENYATAANNYA disekolah kamu merasa tidak
dapat apa2 kan?”, tanya ibu.
“Iyaaa!”, jawab anak dengan semangat.
“Nah, sekarang coba renungkan, ternyata ada jarak ya antara idealisme
mu dengan kenyataan yang ada tentang sekolah”, jelas si ibu.
“Iya”, jawab si anak lagi.
“Lalu, menurutmu, kamu harus bagaimana?”, tanya si ibu dengan nada
sungguh2.
Dan ketika si anak kebingungan harus menjawab apa, si ibu dengan
antusias berkata, “Mau Mama bantu? Mama punya siasat untuk
mengatasinya. ..tapi… mama minta bantuanmu juga ya…”
Ini cerita versiku…dikenyata annya mungkin tidak semulus ini dialog
antara si ibu dan anak berlangsung, namun satu hal yang kupandang
penting adalah, orang tua punya andil yang sangat besar untuk
membimbing anak melihat secara kritis realitas yang ada dari dunia
pendidikan, dan membimbing anak untuk mengatasinya sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan mereka. Dunia pendidikan sekarang mungkin
memang sedang bergeser dari misi tunggalnya, yaitu untuk mencetak anak2
didik yang berkualitas, namun aku sebagai orang tua akan tetap
menjalankan misiku untuk juga mendidik anakku menjadi orang yang
berkualitas .
Semoga sharing ini berguna…
Salam,
Aryani Tri Wrastari
32. Kalo orang tua kita dulu njawab pertanyaan ini dgn:
Biar pinter, nanti kalau besar jadi dokter….
Salam,
totot
33. pak agung,
hik…hik..hik. .
tadi pagi saya mengalami ini dg anak saya..
disuruh mandi males.. disuruh sekolah nggak mau….
saya jawab saja.. ya udah.. kalau nggak mau mandi dan sekolah, ayah
berangkat kerja duluan..
entar kalau mau sekolah… mandi sendiri.. terus berangkat sama Pak
Kurdi
(tukang ojek) yach..
belum sampai 5 menit..anak saya minta mandi dan mau sekolah..
he…he…he. ..he..
coba jawab pak SD,
1. biar bisa main bareng2 teman
2. biar bisa renang (karena ada kolam renangnya)
3. biar “kakak” bisa baca dan sms-an ke ayah (anak saya pengin banget
bisa
sms-an)
4. biar “kakak” kalau nonton PlayHouse/Nickledei on bisa ngerti
filemnya
he…he..he. …he…. he…
Untung
34. Wah yang ini lumayan susah jawabnya sebab manyak orang sukses yang
tidak mengenyam / tamat pendidikan formal spt : Bill Gates drop out
Havard, Michael Dell top eksekutifnya Dell Computer yang menggugah
dunia dengan layanan penjualan komputer melalui internet dan juga
merupakan orang terkaya di dunia drop out dari sekolahnya. Tiger Wood
jutawan atau bahkan milyader olah raga Golf tidak pernah memiliki gelar
akademis yang tinggi, tetapi banyak filosofi dalam bertanding golf-nya
yang diikuti dan dipelajari orang banyak dalam meraih sukses. Sudono
Salim atau Liem Sioe Liong, apakah pernah duduk dibangku perguruan
tinggi mungkin bangku SMA juga tidak pernah dia lewati serta andrie
wongso yang tidak tamat sekolah dasar. Permasalahannya kebanyakan orang
tua di Indonesia kepengen anaknya bisa bekerja di kantoran bukan
sebagai pengusaha, sehingga anak harus punya ijazah dari pendidikan
formal.
(Saya sengaja belum menjawab pertanyaan part 2 dari pak satria)
kita semua yakin bahwa setiap anak yang dilahirkan di dunia diberi oleh
Alloh kelebihan masing-masing. Permasalahannya kadang kita sebagai
orang tua sendiri tidak bisa membaca kelebihan apa yang dipunyai oleh
anak-anak kita. Kita hanya bisa meraba-raba saja sehingga kurang focus.
Kalau anak kita nilai matiknya jelek kita akan marah dan lain
sebaginya. Kita tidak tahu anak kita menyimpan bakat di bidang komputer
misalnya atau seni musik, yang nota bene hanya diberi jatah oleh pihak
sekolah 2 jam per minggu. Sementara itu untuk jenis pelajaran matik
pihak sekolah memberi jatah 6 jam / minggu. Padahal yang mempunyai
bakat di bidang tersebut tidak lebih dari 15% dari jumlah murid.
Sebagian besar sistem pendidikan di Indonesia menjadikan anak didik
sebagai Objek bukan sebagai Subjek. Mereka datang masuk kelas diam
duduk manis untuk mendengar guru bicara, jarang diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya. Sehingga tidak heran apabila kebanyakan dari
mereka tidak bisa dan tidak berani berbicara di muka umum dan kurang
kreatif. Di Jepang anak SD masih diajarkan pelajaran melipat kertas.
Dalam hal ini kreatifitas anak akan terdorong untuk timbul. ketelitian
serta kerapian akan tertanam sejak dini.
Dari literatur yang saya baca disampaikan tentang Sistem ujian kita
yang menggunakan sistem ”close book”. Praktek ini didasari oleh asumsi
bahwa kemampuan mengingat suatu pengetahuan jauh lebih berharga
ketimbang kemampuan untuk mencari sumber pengetahuan. Ujian close book
ditambah lagi murid tidak boleh kerjasama akhirnya sangat membebani
anak didik (bukan berarti halal nyontek). Cara ujian kolaborasi jarang
diterapkan. Cara pengujian close book memberikan beban ekstra bagi
anak. Anak yang jago dalam hal Aplikasi bila lupa rumus / definisi akan
memperoleh nilai jelek. Anak digiring untuk berpikir pada level yang
rendah yaitu hanya pada level menghaval saja. Anak jarang diajari
berpikir pada level yang lebih tinggi yaitu analisa, sintesa dan
evaluasi.
Kembali ke fitrah bahwa tujuan kita mengajar anak adalah agar anak bisa
menguasai apa yang kita ajarkan, dengan berbagai macam cara. Kita bisa
membayangkan kalau cara pengajaran di sekolah kita terapkan untuk
mengajar anak kita yg masih kecil untuk belajar bicara atau berjalan
maka pasti kita akan menemui kesulitan dan anak kita akan tergolong
anak yang lambat. Tapi sebaliknya apabila cara pengajaran di sekolah
kita terapkan seperti mengajar bicara / berjalan anak kita yang masih
kecil Insya Alloh akan sukses.
Wah agak ngelantur..
Pertanyaan si anak saya jawab sederhana : untuk mencari tambahan ilmu
dan bermain.
(Harif)
35. Kalau dulu sih saya dikasih cerita agak panjang lebar sama ibu,
saya agak lupa,
sekilas yang saya ingat itu memang ada kata-kata supaya lebih pinter
dan seterusnya.
Cuma sekarang, ketika pertanyaan itu diucapkan anak saya, singkat istri
saya menjawab: supaya bisa belajar.
Bisa ketemu teman-teman dan bu guru. Jawaban yang saya kira sangat
realistis.
Di waktu lain, istri saya pernah bercerita bahwa sekarang orang tua
anak-anak bisa bekerja dan bisa beraktivitas karena
dulunya sekolah. Intinya yang dikatakan bahwa sekolah itu perlu juga
supaya bisa bekerja.
Inilah yang mungkin perlu disikapi dengan bijak, kadang anak-anak tidak
perlu butuh jawaban final yang menurut orang dewasa sangat rumit.
sama halnya dengan persoalan untuk apa sekolah ini. berikan saja
jawaban realistis yang menjadi keseharian mereka. cari sisi menarik
untuk mereka.
Kuncinya: sederhana, memotivasi dan menginspirasi. Itu yang perlu
dikembangkan buat anak-anak.
salam
taufik
punya dua anak yang masih kecil.
36. Sekolah itu untuk mencari ilmu dan ilmu itu untuk bekal hidup kita
didunia dan akhirat.
Tanpa Sekolah kita akan bodoh dan dimudah dibodohi sama orang lain.
Seperti jaman dahulu bangsa kita mudah dijajah oleh belanda, karena
orang-orangnya masih bodoh-bodoh dan akhirinya dibodohi sama bangsa
lain.
Salam,
MF
37. Pertama, saya perlu memberikan sedikit menjelaskan tentang sejarah
lahirnya sekolah. Konon sekolah itu berasal dari kata “escole” yang
artinya “the age of leasure” atau masa untuk bersenang-senang. Masa
untuk sosialisasi dengan orang lain di luar ahli keluarganya. Kewajiban
bersekolah adalah pada umur 7 tahun, dan umur 6 tahun dapat dimasukkan
lembaga pendidikan sekolah dasar. Memaksakan anak untuk bersekolah
sebelum umur itu dapat dikategorikan sebagai bullying.
Kedua, proses sebelum anak untuk masuk sekolah yang harus dipersiapkan.
PADU menjadi pilihan, selain memang orangtua berusaha untuk
mengadaptasikan anaknya untuk masuk PADU ataupun sekolah. Cucu saya
yang baru berumur 13 bulan, setiap pagi saya ajak jalan-jalan di
kompleks perumahan. Saya sudah menunjukkan benda-benda yang dapat
dilihat di kompleks itu. Itu bendera, itu bulan, itu kucing, dsb.
Ketika saya sebut bendera, meski dia tidak bisa mengucapkan kata
bendera, secara otomatis dia menunjuk itu bendera, dan ketika saya
sebutkan bulan, secara otomatis melihat ke atas untuk mencari sang
bulan yang pernah saya tunjukkan. Dalam kaitan ini, sebelum anak
memasuki usia sekolah, sang anak seyogyanya sudah harus diperkenalkan
dengan apa itu sekolah, apa itu TK, dan seterusnya. Jelaskan kepada
sang anak bahwa banyak anak-anak yang besenang-senang di sekolah,
mereka bermain, berolah raga, dan sebagainya. Ingat pengertian dasar
sekolah adalah masa untuk bersenang-senang.
Ketiga, Jawaban ibu “apa kamu tak ingin bertemu dengan kawan-kawanmu”
sungguh merupakan jawaban yang tepat. Jawaban atau pertanyaan lain yang
harus dikemukakan kepada sang anak adalah “mengapa kamu tidak mau
sekolah”. Apakah tidak ada sesuatu yang menarik di sekolah. Kebanyakan
anak bersekolah hanya karena terpaksa mengikuti kebiasaan. Yaaa,
daripada hanya berada di rumah. Bahkan sebagian besar harapan orangtua
hanya sekedar agar “lepas tugas” mendidik sang anak di rumah.
Keempat, harus difahami bahwa belajar memang tidak sama dengan
bersekolah. Salah satu aspek untuk apa bersekolah adalah memang untuk
belajar. Tetapi jangan lupa belajar justru lebih luas dari hanya
sekedar bersekolah. Kalimat yang sering diucapkan orangtua “ayo
anak-anak berhenti bermain, kita sekarang belajar” terdapat kesalahan
maknawi tentang belajar. Bermain mempunyai nilai sebagai proses
pembelajaran. Anak bermain, sekaligus mereka juga belajar, salah
satunya adalah mengembangkan kecerdasan interpersonal anak, juga
kecerdasan lainnya. Oleh karena itu, belajar memang tidak harus di
sekolah, di rumah justru harus menjadi tempat pertama dan utama untuk
belajar.
Kelima, kesabaran sang ibu ketika membangunkan dan menjawab
pertanyaan-pertanya an sang anak merupakan sesuatu yang luar biasa.
Jangan sekal-kali paksakan sang anak. Pelajaran tentang kesadaran
kritis menyebutkan bahwa kita harus mencari sumber penyebab tentang
suatu fenomena. Pertanyaan mengapa menjadi instrumen yang paling utama.
Mengapa anak menjadi mogok tidak mau bersekolah? Apakah sekolah kita
memang telah benar-benar menjadi penjara bagi anak-anak ktia. Demikian
pernyataan Arief Rachman, pakar pendidikan kita. Itu juga dikatakan
oleh beberapa pakar pendidikan luar sekolah yang tidak perlu saya
sebutkan di sini. Ketika anak-anak diberitahu hari ini tidak ada
pelajaran karena akan ada rapat dewan pendidik, dan respon anak-anak
horeee. Maka itu tandanya bahwa sekolah belum menjadi sesuatu yang
dibutuhkan.
Kelima, dalam tulisan ini saya ingin mengingatkan tentang tiga dasar
yang harus menjadi conditio sine quanon bagi proses pendidikan, yakni
(1) cinta kasih, (2) kepercayaan, dan (3) kewibawaan. Kesabaran sang
ibu merupakan indikasi cinta kasih sang anak. Tapi apakah para guru
kita juga memilikinya? Dari cinta kasih akan melahirkan kepercayaan.
Anak akan percaya orangtua dan guru jika orangtua dan guru melakukan
proses pendidikan dengan cinta kasih. Kepercayaan yang telah dibangun
tersebut akan melahirkan kewibawaan, artinya apa yang dikatakan oleh
orangtua dan gurunya akan diikuti oleh sang anak.
Mudah-mudahan penjelasan saya dapat menjawab pertanyaan tersebut, meski
hanya secara implisit. Maaf dan terima kasih.
Suparlan
38. Hehehe.. maaf siang-siang hari Jumat begini saya tergelitik untuk
meneruskan pembicaraan yang dimulai oleh pak Satria.
Kalau saya yang jadi si ibu.. Yah, mungkin memang akan mengalami
sekitar 3-4 tahun lagi karena anak saya yang baru semata wayang itu
umurnya baru menginjak bulan ke-9.. mungkin akan menjawab seperti ini
(mengingat waktu sangat singkat dan anak saya, Raffi, sudah harus
segera berangkat ke sekolah pagi itu)..
“Hmm.. kenapa kamu harus sekolah ya..?” (saya mengandaikan dia menatap
saya ingin tahu sambil masih kriyep-kriyep baru bangun tidur, lalu saya
duduk di sampingnya, di atas tempat tidurnya..)
“Raffi cita-citanya pengen jadi apa?” (maaf ya nak, kalau mama salah
mengandaikan jawabanmu. Kan sekarang mama belum tahu, cuma supaya
pembicaraannya bisa dilanjutkan saja dalam dialog andai-andai ini)
“Mmm.. pilot, ma”
“OK. Pilot. Nah, kalau mau jadi pilot itu musti dilatih di sekolah
pilot. Kalau mau dilatih di sekolah pilot, kamu harus lulus tesnya dan
menyerahkan ijazah SMA. Untuk bisa menyerahkan ijazah, kamu harus lulus
dulu sekolah SMA. Sebelum masuk SMA, kamu harus lulus SMP dulu. Dan
sebelum itu, kamu lulus SD dulu. Nah, untuk bisa sekolah di SD, kamu
harus lulus dari TK dulu. Itulah kenapa kamu harus sekolah hari ini..”
“Tapi ma, kenapa TK, SD, SMP, dan SMAnya harus di sekolah? Kenapa sih,
aku nggak belajar di rumah aja, sama mama..? Kan kalau belajar di
rumah, aku bisa sambil main sama mama, sama si puspus, sama koikoi..
Terus, kalau aku lagi bosen nyanyi atau ngegambar, kita telepon papa
ajaa..” (wah, panjang urusannya nih kalau punya anak yang pertanyaannya
seperti ini)
“Hmm.. kenapa ya, kamu nggak sekolah di rumah aja..?”
“Iya ma.. kan enak aku bisa makan kapan aja. Kalau di sekolah, harus
tunggu disuruh bu guru dulu..”
“Mama kan harus ke kantor, sayang..”
“Ah, mama kan bisa kerja di rumah aja. Kan sekarang ada internet..”
(waduh, waduh.. padahal tadinya saya tidak berencana membuat cerita
sepanjang ini lho, hehehe..)
“Iya deh, nanti mama bilang sama boss mama kalau mama pilih kerja di
rumah aja, biar bisa ngajarin Raffi di rumah, jadi Raffi gak usah ke
sekolah.. Tapi fi, kalau untuk TK ini aja, kamu ke sekolah, mau ya..
Kan lumayan tuh, di sekolah kamu punya teman yang banyak. Kalau di
rumah, temannya cuma mama, puspus, sama koikoi..”
“Engga kok ma, kan temen-temenku sekarang juga rumahnya deket sini
kok.. Beneran deh ma..”
“Hmm.. iya juga ya.. Yaudah, gini aja.. nanti kalau ternyata boss mama
mengizinkan, kita bikin perjanjian baru, mama yang jadi guru kamu. Eh,
tapi fi, kan mama cuma bisa ngajarin kamu sampai lulus SD aja.
Seterusnya sih mama belum tentu sanggup..”
“Ah masa sih ma..? Masa mama gak sanggup? Kan mama udah besar. Dulu
juga mama udah lulus semuanya. Masa gak bisa ngajarin aku sih ma?”
(Hehe.. Amiinn, mudah-mudahan anakku kelak punya rasa percaya yang
sedemikian besarnya terhadap kemampuan mamanya..)
“Yah, kita liat aja nanti ya sayang.. Nanti malem, begitu mama sama
papa pulang kantor, kita bikin rapat keluarga. Kali ini masalahnya
Raffi pengen sekolah di rumah. OK? Tapi sekarang kamu mandi dulu sana,
kan kasihan bu gurunya nanti udah nungguin, tapi kamunya terlambat..”
“OK deh ma. Nani aku aja yang bilang sama papa tentang rapat keluarga
nanti malem ya ma.. Pokoknya papa harus hadir.”
“Iya. Tapi kamu janji.. Gak boleh rengek-rengek, gak ada
cemberut-cemberut waktu rapat ya. Dan sekarang buru-buru pergi ke
sekolah. Papa udah siap nganterin tuh..”
“Iya mama yang cereweeeett. .”
“Iya Raffi yang lebih cerewet dari mamaaa..” (sambil bangkit dari
tempat tidur geleng-geleng kepala dan bersyukur diamanahi seorang anak
yang cerdas.. Amiinn)
Pertanyaan: Kapan home schooling bisa benar-benar terwujud di
Indonesia..? Ah, udah ah mikir seriusnya.. Dah wiken nii.. Horee..
Have a nice weekend everybody..! !
-Di En-
39. Kata anak:
“Tapi… kenapa aku harus belajar, Ma? Lagipula kenapa aku harus ke
sekolah untuk belajar? Kenapa aku tidak belajar di rumah saja?”
Kata Ibu:
Ihhh kok gitu sih kau? Anak durhaka! Tahu nggak, kalau kamu di rumah,
Ibu
yang dirugikan, bukan kamu! Emang sekolah kamu gratis? 40 juta ditambah
6
ribu dolar uang pangkal yang non-refundable! 3,5 juta setiap bulan.
Uang itu
sudah dikeluarkan dan sekarang kamu mau enak-enak aja di rumah. Uuuuh!
Anak
durhaka. Bapakmu korupsi terus di kantor biar kamu bisa masuk sekolah
swasta
yang mahal selangit itu. Bagaimana kalau bapakmu ditangkap KPK dan
masuk
penjara? Kalau anaknya bisa sekolah terus sih, ikhlas aja. Tapi kalau
masuk
penjara karena korupsi dan anaknya juga nggak masuk sekolah mewah, rugi
banget kan? Lebih baik tidak korupsi dari awal daripada begitu. Ayo,
cepat,
bangun. Ayo, kamu ditungguin sopir. Emang dia nggak digaji? Ada suster
juga.
Kalau satu hari saja kamu tidak masuk sekolah, ibu rugi berapa ratus
ribu
rupiah? Anak durhaka. Oleh karena ibu sibuk, kamu disediakan sopir,
suster,
pembantu 5 orang, play station, komputer, semua mainan terbaru, dan
semua
barang-barang lain yang kamu butuhkan . Sekarang imbalan dari kamu
adalah
menolak masuk sekolah! Huuuh! pembantu dipecat aja kali ya? Biar kamu
mengurus diri sediri. Siapa yang akan masak buat kamu kalau tidak ada
pembantu? Ayo, bangun. Ibu mau ke salon. Sudah ada uban lagi nih. Mau
cet
rambut dan creambath. Siang juga sibuk: ada janji makan sama teman di
kafe,
sore mau beli sepatu baru di Pondok Indah, dan nanti malam ada janji
makan
malam dengan teman lama di Plaza Senayan. Ayo, bangun. Ntar salon udah
penuh. Ayo, cepat bangun! Awas ya kalau tidur lagi! Nanti malam Ibu
pulang
jam 10 kaya biasa ya. Ibu berangkat sekarang ya. Cepat bangun ya.
Daaahhhh.
Gene Netto
39. Assalamu’alaikum wr.wb.,
Sebenarnya, saya pengen sekali menulis skenario sinetron, misalnya kaya
Keluarga Cemarah tetapi tidak tahu caranya. (Kenapa Keluarga Cemarah
dihentikan ya? Dulu, saya senang nonton setelah pulang dari kuliah di
UI).
Contoh yang saya kirim kemarin itu, saya ambil dari apa yang saya lihat
di
sinetron2 sekarang yang sama sekali tidak mendidik (padahal saya sangat
jarang nonton tivi: dari bulan ke bulan tidak ada perubahan pada acara
sinetron!)
Baru kemarin saya mengeluh dengan murid2 saya tentang kualitas tivi di
sini
dan bandingkan dengan Australia. Dia sana, acara tivi untuk anak
berkembang
terus. Sangat berkualitas, sampai orang dewasa senang menontonnya juga
(dan
juga mahasiswa yang malas belajar pada sore hari! Shsss! Rahasia ya!).
Program yang berkualitas itu adalah hasil dari skenario yang sangat
berkualitas. Ditambah dengan usaha pemerintah dan KPI-nya sana untuk
menjaga
waktu khusus untuk anak. Kalau tidak salah ingat, dari jam 15.00-19.00
tidak
boleh ditayangkan film yang bisa mengganggu anak (yang hampir pasti
nonton
pada jam2 segitu). Sabtu dari jam 7.00 sampai jam 12.00.
Kalau ada acara tivi yang tayangkan mayat, darah, kekerasan yang
berlebihan,
orang telanjang, adegan seks, dsb, sangat dilarang. Dan stasiun yang
tidak
nurut bisa dikenakan sangksi.
Yang jelas, orang tua akan berprotes dengan telfon dan kirim surat atau
email, dan itu sendiri akan menjadi berita (misalnya stasiun X mengaku
telah
menerima 3.000 surat dan 5.000 telfon dalam satu pekan karena kasih
lihat
satu mayat asli untuk 30 detik.)
Di Indonesia sih, cuek aja. Mayat asli, setan, dukun, tukang sihir,
orang
yang disantet, penyiksaan, perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, dan
anak
atau remaja yang caci maki orang tua kandungnya atau gurunya, serta
menghinakan dan mengejek teman kelas yang “berbeda” sudah menjadi biasa
buat
anak bangsa ini.
Sedih hati ku.
Kalau ada kesempatan, saya ingin menulis buku2 anak, scenario untuk
sinetron
dan yang lain. Buku pertama saya tentang Islam hampir selesai, Insya
Allah 1
bulan lagi. Dan sudah ada rencana untuk 5 buku yang lain, juga tentang
Islam. Dan saya juga harus mengajar (untuk dapat gaji/visa) jadi waktu
yang
ada untuk menulis sedikit setiap hari.
Juga ada puluhan sampai ratusan email yang belum dibalas, dari orang
yang
bertanya tenang sekolah, tentang Islam, yang minta nasehat, dsb.
Jadi, kapan bisa menulis buku anak dan scenario sinetron?
Pengen sekali, tetapi kalau tidak bisa mendapat gaji dan visa kerja
dari
itu, susah. (kalau sudah terkenal dan kaya, mungkin bisa diatur, dengan
visa
kerja dari publishing house)
Kalau saya orang kaya, saya bisa bertahan untuk berbulan-bulan tanpa
mengajar bahasa Inggris, supaya bisa menulis dengan cepat. Sayangnya,
saya
belum jadi orang kaya.
Kapan ya…
Cita-cita yang belum terwujud…
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
40. Si anak tetap gak mau pergi sekolah…mau belajar di rumah aja
katanya…
Kata Ibu:
“Oke kalo begitu, hari ini kamu boleh di rumah, tapi kita bikin proyek
kecil-kecilan. …gimana? ..ya….bersama Ibu.”
Kebetulan si ibu sering mengikuti beragam kegiatan pendidikan spt
seminar, lokakarya, training dan workshop. Ia sadar kalo peran guru
kadang ia harus jalani di rumah. Kaya yang gini ini ketika si Anak
merasa ingin sesekali belajar di rumah. “Ibu akan cancel semua kegiatan
ibu hari ini. Ibu minta dalam satu jam kamu buat rencana kegiatan kamu
di rumah. Kamu sendiri yang atur mau kegiatan apa hari ini. Gimana?” Oh
ya…kamu kan ketua pelaksana kegiatan pentas seni di komplek ini dan
kamu harus membuat budget tuk kegiatan tsb seperti yg pernah kamu
bilang…gimana kalo kamu selesaikan? Ibu pasti bantu” Anjuran ini
sebenarnya mengajarkan si anak untuk bisa memanfaatkan program
hitung-hitung di komputer excel yg di sekolahnya mungkin kebanyakan
teori saja….
“Nah nanti setelah itu selesai, ibu punya link bagus buat kamu
browse….kamu malah bisa langsung praktek langsung…. .ini webnya”
kata si ibu sambil menuliskan di secarik kertas url untuk science….”
trus kalo udah…di print hasilnya ya….ibu mau lihat” sambil si ibu
ngeloyor menuju telepon tuk membatalkan beberapa acara yang selalu bisa
jadi no dua (sesungguhnya. …)
Ini mungkin sebenar-benarnya Mamamia….
Salam
Jalu Nurcahyanto
41. Nak, kalau hari ini nggak mau sekolah, nggak apa-apa. Sekarang
mandi
dulu, nanti kita ngobrol di meja makan, sambil makan nasi goreng
istemewa buatan ayahmu.
Si anak, bergegas mandi, berpakaian, ia tahu nasi goreng ayahnya adalah
istimewa, apalagi beliau jarang masak, ini nasi goreng cinta.
Di meja makan, dengan mulut masih mengunyah nasi goreng, matanya yang
bulat menatap si ibu dengan penuh harap.
Si Ibu dengan tenang minum teh hangat, manis. Dia tersenyum, membuat si
anak semakin ingin tahu.
Ibu, “Tentang pertanyaanmu yang pertama, tentang mengapa harus belajar.
Kamu coba ingat, apa adikmu sudah bisa naik sepeda sebulan yang lalu?”
Anak, “Belum, apa hubungannya? ”
Ibu, “Sekarang, apa yang kamu lihat dengan adikmu?
Anak, “Senang sekali Bu, tiap sore bersiul-siul berkeliling rumah,
tampaknya bangga sekali.”
Ibu, “Apa yang dilakukan adikmu, selama sebulan ini?”
Anak, “Belajar naik sepeda Bu, jatuh bangun, bahkan sempat beberapa
kali
menangis karena jatuh ke got.”
Ibu, “Sekarang, bagaimana adikmu?”
Anak, “Ya bangga sekali, senang bisa naik sepeda.”
Ibu, “Nah, itu contoh kecil, kalau semua orang itu harus belajar untuk
bisa menguasai sebuah ketrampilan, kamu juga kan dulu belajar naik
sepeda?”
Anak, “Iya Bu, aku juga jatuh, jatuh, sekarang aku bisa naik sepeda
dengan satu tangan.” Ada nada bangga dan senang. “Aku juga ingat, waktu
aku belajar komputer, sama ayah, sekarang aku bisa membuat surat,
membuat power poin dan yang hebat aku bisa punya teman di Malaysia.”
Anak, “Lalu kenapa harus sekolah?”
Ibu tersenyum, berdiri dan menuju ke lemari kaca di ruang tengah. Dia
mengambil sebuah album foto. Diambilnya lembar beberapa foto.
Si Ibu kembali ke meja makan. Si anak sudah selessai makan, rupanya ia
cepat-cepat menghabiskan nasi gorengnya.
Ibu, sambil meletakkan tiga buah lembar foto di hadapan si anak, “Kamu
tahu ini siapa?
Anak, “Ini Pakde Riza, Ini Pakde Satria, dan Ini Bude Ida. ” (Kalau
namanya mirip jangan ge-er..hehehe :-))
Ibu, “Kamu tahu kondisi mereka sekarang ini?
Anak, “Tahu Bu! Pakde Riza adalah pengusaha buah yang sukses! Aku
pernah
tanya-tanya sama ayah waktu sepedaan minggu yang lalu, di sepanjang
jalan Margonda itu kan banyak tukang buah, kalau ditanya siapa yang
memasok, jawabnya pasti Pakde Riza.” “Kalau Pakde, Satria ini orang
hebat Bu, suka jalan-jalan ke luar negeri, seringnya pakai jas, nggak
kaya Pakde Riza yang cuma pakai kaos oblong.” Kalau Bude Ida, aku tahu
sekali. Setiap orang pasti tahu, karena dia suka sekali membantu anak
yatim, anak-anak yang ada di jalan-jalan, kadang juga diwawancarai di
TV.”
Ibu, “Menurut kamu, waktu mereka kecil mereka belajar atau tidak?”
Anak, “Iyalah Bu, masak Pakde Riza bisa jualan mangga kalau nggak
belajar menghitung uang..Ibu ini kok nanya aneh-aneh.”
Anak, “Lalu apa hubungannya dengan sekolah?”
Ibu, “Pakde Riza itu dulu bandel sekali, sewaktu kakek menyruhnya ke
sekolah, dia nggak mau. Kerjaanya keluyuran di pasar.” Tapi rupanya,
dia
nggak cuma main-main, dia belajar dagang, berjualan mulai dari permen,
tisu, kue-kue, sayutan, akhirnya buah-buahan. Sekarang dia sudah
sukses,
masih jualan buah, tapi bukan eceran, mobil baknya ada 6, Dia juga
punya
3 truk.” “Kalau Pakde Satria, beda. Dia nurut sama kakek, dia sekolah,
SD, SMP, SMA, trus waktu kuliah dapat beasiswa keluar negeri. Akhirnya
dia jadi dosen, itu lho guru di universitas. ” “Bude Ida, lain lagi,
dia
nurut sama kakek waktu disuruh sekolah cuma sampai SMA. Trus beliau
bilang, mau kursus menjahit saja, setelah kursus menjahit, dia kursus
masak.” Sekarang? Dia punya 2 butiki kecil dan 2 restoran di Pondok
Indah dan . Dan dia sudah tidak menjahit lagi, kerjaanya ikut pengajian
Ibu-Ibu, trus kerja sosial, mencarikan dana untuk panti asuhan dan
lain-lain, temannya banyak sekali, mulai dari tukang sayur sampai
anggota DPR.”
Ibu, “Sekarang terserah kamu, apa kamu mau seperti Pade Riza yang tidak
sekolah, Apa kamu mau seperti Pakde Satria yang sekolah terus, atau
seperti Bude Ida yang sekolah sampai SMA, terus kursus-kursus saja.”
Semuanya Ibu dukung, yang penting kamu belajar sesuatu untuk hidup kamu
kelak. Ibu dan Ayah, tidak selamanya bersama kamu.
Anak, “Nggak tahulah Bu, sekarang aku mau libur dulu. Besok aku masuk
sekolah, entah minggu depan.”
Salam
Agung W
42. Ah mas Satria bisa aja,
Gak bisa jawab pertanyaan anaknya yaaaa….
Bilang aja, belajar disekolah banyak teman dan bisa nanya ke teman
lainnya? untuk pelajaran yang dikasi pak/ibu guru…
Kalo dirumah paling cuman bisa nanya ama kakak ? (kalo punya)
Mas Budi
43. “Kalau tidak sekolah kau itu subversif nak !”
“Apa itu Mak ?”
“Bikin kacau negara”
“Lho kok bisa ?”
“Iya bisa. Makanya sekolah sono !”
“Ya .. ya, tapi kenapa Mak ?”
“Pokoknya sekolah sono, banyak tanya lagi”
“Ya, tapi kenapa Mak, kenapa ?”
“Kalau kau nggak sekolah banyak guru seperti Om Satria itu jadi
pengangguran”
“Ooo. Terus, itu kan urusanya, apa hubungannya ?”
“Orang seperti itu Nak, kalau nganggur bisa bikin
negara kacau. Sudah, sudah, jangan tanya terus, atau
Mak siram kamu dengan air dingin ya”
Maka si anak pun melompatlah ke kamar mandi.
telatbangun
44. Pak Satria,
Menyambung sedikit jawaban dari Pak Harif, selain bersosialisasi dan
bermain, tambahan jawaban dari saya adalah :
– Karena orang tua tidak mempunyai cukup wawawan dan fasilitas untuk
memberikan semua pengetahuan dan wawsan yang diperlukan anak.
– Karena waktunya tidak mencukupi untuk memberikan proses transfer
pengetahuan.
Salam.. Defnil.
1.Mengapa ia harus belajar?
Agar tidak menjadi orang bodoh.
2. mengapa harus belajar di sekolah?
Agar bisa belajar dengan baik dan belajar berteman.
Kalau masih tidak mau, cari tahu apa yang terjadi di
sekolahnya. Bullying?
wass,
mp
45. Untuk pertanyaan
1. Dia harus sekolah agar ia bisa mendapatkan ilmu pengetahuan yang
banyak dari banyak guru yang mengajar, agar juga ia bisa bergaul dengan
orang – orang yang sesuai dengan usianya, untuk membentuk diri sianak
seutuhnya.
2. Kenapa harus belajar di sekolah, kalo belajar di rumah teman – teman
belajar gak ada, kalo lagi belajar di rumah mamnya harus sediakan
keuangan yang ekstra lebih banyak karena harus membiayayi guru privat.
dan kalo belajar di rumah , saat istirahat tidak ada teman bermain yang
lain, kecuali guru yang ada.
46. Jawabnya:
karena mama sudah terlanjur daftarkan kamu ke sekolah…
Tidak ada keharusan untuk sekolah, karena sekolah tidak wajib
Memang ada wajib belajar dari pemerintah, tapi pemerintah sendiri bikin
biaya sekolah jadi mahal sehingga secara nggak langsung pemerintah
bilang: sekolah ga wajib bagi yang ga mampu..
Dalam agama juga ga ada kewajiban sekolah..
Cari deh dalilnya..Ga ada kan yang mewajibkan sekolah?
Yang diwajibkan agama itu mencari ilmu..
Mencari ilmu dunia sebagai fardhu kifayah
Dan mencari ilmu agama sebagai fardhu ain’
Dan mama senang sekali kalau kamu giat mencari ilmu dunia walaupun itu
hanya fardhu kifayah..
Manurut saran mama salah satu institusi yang bagus untuk cari ilmu
dunia pada masa sekarang ini ya sekolahan..walaupun banyak sekolah
sekarang yang udah dikapitilisir..dan banyak juga sekolah non formal
yang kamu bisa masuki..
Tapi mama akan lebih malu kalau kamu ga mencari ilmu agama, karena ilmu
agama itu fardhu ain’…
Carinya dimana?
Dimana saja..asal kamu niat.. Bagusnya sih dimulai dengan mempelajari
Al- Qur’an..
Cari ilmu agama lho…
Bukan ilmu tentang shalat, puasa, n ibadah- ibadah ritual aja..
tapi tentang sistem Islam secara keseluruhan.. tentang ekonomi islam,
politik islam, pemerintahan islam, tentang hukum kentut, tidur,
menguap, bersin di dalam islam…
Nah, daripada ketiduran lagi dengerin mama…
ayo sekarang BANGUNNNNN…………..!!!!!!!!!!!!
47. Menarik sekali lontaran pertanyaan yang disampaikan Pak Satria,
saya juga terkesima mengikuti jawaban yang disampaikan para anggota
milis ini, semuanya menambah wawasan saya tentang bagaimana anak dan
cara mengarahkannya.
akhirnya saya pun ikut juga menjawab untuk membantu si ibu……… …
Ada rasa kasihan bila dahaga keingintahuannya tidak terpuaskan, kenapa
saya harus belajar?…. Saya membayangkan seandainya saya ditanya anak
saya dengan pertanyaan seperti ini maka saya akan jawab dengan singkat
“supaya pinter nak,pinter itu banyak punya ilmu dan banyak amal”
“kenapa harus belajar di sekolah? akan saya jawab “supaya belajarnya
dibimbing bu guru” .
Tetapi apabila dia besoknya masih malas-malasan bangun, belum puas
juga dengan jawaban yang saya sampaikan ,…nah…saya akan jawab
berdasarkan perkiraan saya bahwa maunya anak saya ini di jawab dengan
jawaban yang bagaimana? he he he
Sudut pandang orang tua dan anak sering berbeda, Walaupun sebenarnya
anak merupakan cermin dari prilaku orangtuanya. Artinya reaksi orangtua
akan menentukan sikap dan prilaku anak kelak.
Dan apabila ternyata kemudian jawaban perkiraan saya belum juga
memuaskan dia maka saya akan katakan ditengah rasa malasnya untuk
bangun “anak pinter yang sholeh, nanti ada waktunya akan abi jelaskan
semuanya, sekarang bangun dan siwak trus wudhuk -sholat subuh trus
mandi sarapan siap-siap sekolah, he he he.
Tiba waktunya kelak, ketika umurnya telah cukup diajak berpikir, akan
saya jawab dengan jawaban yang mengarahkan kepada apa yang saya
tanamkan selama ini ke dalam dirinya, tentang akan bagaimana kelak dia
sepeniggal saya.
Saya akan bawa dia menelusuri rimba dunia zaman edan ini, saya
tunjukkan mana binatang buasnya yang berbahaya yang tidak akan bisa
dilawan dengan sendirian, tidak bisa ditaklukkan hanya sekedar bentak
dan gertak. Tapi walau bagaimanapun semua harus dihadapi, berjuang
adalah jalan hidup yang tidak bisa dipungkiri. Hutan yang seram nan
berbahaya harus dilewati. Untuk tidak boleh takut dan gentar dalam
memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan. Akhirnya saya akan katakan ,
nak, mari bersama bapak menuju cita-cita mulia. “Isy kariiman au mut
syahiidan”.
Wassalam
husni