Pernahkah Anda mengenal seseorang yang sangat kaya, sangat dermawan, dan sangat sederhana sekaligus?
Saya mengenal seorang konglomerat yang sangat dermawan dan mungkin merupakan philantrophist terbesar di Indonesia (tapi tentu saja ia tidak mengenal saya). Ia baru saja menyerahkan dana pribadinya sebesar
US $150 juta untuk dimasukkan dalam yayasan pendidikan yang didirikannya untuk membantu peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Jika dimasukkan ke deposito dana tersebut akan menghasilkan bunga minimal 10 M setiap bulannya. Ia sangat kaya dan sangat dermawan. Tapi sederhana? Ia tidak masuk dalam kategori ini. Ia hidup sebagaimana layaknya seorang konglomerat. Rolls Royce warna maroonnya sangat mencerminkan gaya hidupnya. Jika Anda mencari orang dengan tiga kategori tersebut: kaya, dermawan, dan hidup sangat sederhana- maka ada dua orang yang bisa Anda contoh : Warren Buffet dan Chuck Feeney.
Bagi Anda yang tidak pernah mendengar nama Warren Buffet, ia adalah orang terkaya kedua di dunia setelah Bill Gates berdasarkan Forbes pada September 2007. (http://www.forbes.com/lists/2007/10/07billionaires_Warren-Buffett_C0R3.html).
Kekayaannya sekitar US$ 52 Milyar atau kalau dirupiahkan dengan kurs Rp.9. 000 adalah ¡K (hitung sendiri saja ya! Terlalu banyak angka nol yang terlibat disini). Seberapa dermawankah Warren Buffet ini? Dari
harta kekayaannya yang luar biasa besamya itu ia mendermakan sekitar 83% nya (atau sekitar $ 30 M) ke Yayasan Bill and Melinda Gates pada Juni 2006 lalu. Donasi ini dianggap sebagai sumbangan terbesar dalam sejarah Amerika Serikat! Lantas seberapa sederhana orang terkaya nomor 2 di dunia ini (silakan bandingkan dengan kehidupan Anda)? Meski bisa membeli beberapa istana sekaligus, ia tetap tinggal di rumah tuanya yang hanya memiliki tiga kamar tidur yang ia beli pada tahun 1958 di Omaha Nebraska dengan harga $31.500 (rumah saya memiliki kamar tidur lebih banyak). Rumah tersebut bahkan tidak punya pagar!
Ia juga tidak berniat untuk mewariskan kekayaannya kepada anak-anaknya dan mengatakan :” Saya ingin memberi anak-anak saya uang secukupnya saja agar mereka merasa bisa melakukan apa saja, tapi tidak terlalu banyak sehingga membuat mereka merasa lebih baik tidak melakukan apa-apa.”
Buffet menyetir sendiri mobilnya karena ia tidak punya sopir pribadi apalagi pengawal keamanan pribadi di sekitarnya. Ia tentu saja tidak bepergian dengan menggunakan pesawat jet pribadi meski ia memiliki
perusahaan jet pribadi terbesar di dunia. Bahkan orang-orang kaya di dunia menyewa pesawat jet pribadi darinya. Sebagai orang yang selalu berusaha untuk hidup sederhana ia tentu juga tidak bergaul dengan para kaum jetset. Lantas bagaimana ia memanfaatkan waktu luangnya? Tinggal di rumah, bikin pop-corn dan nonton TV! Apa merek HP-nya? Apa pun tebakan Anda pasti salah karena ia tidak punya handphone dan bahkan tidak punya komputer di meja kantornya.
Lantas bagaimana ia mengendalikan Berkshire Hathaway perusahaannya yang membawahi 63 perusahaan lain tersebut? Ia hanya menulis sebuah surat setahun sekali ke CEO dari perusahaan-perusahaan tersebut. Isinya tentang tujuan yang harus dicapai oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Ia memberi dua perintah kepada CEO-nya. Peraturan 1 : Jangan sampai merugikan uang pemilik saham. Peraturan 2: Jangan lupa peraturan no. 1. Apa wasiatnya pada anak-anak muda? Jauhi kartu kredit dan berinvestasilah pada dirimu sendiri.
Lantas bagaimana dengan Chuck Feeney? (http://en.wikipedia.org/wiki/Chuck_Feeney) Seberapa kaya, dermawan dan sederhanakah ia? Pada tahun 1988, Forbes magazine memasukkan Feeney dalam daftar “top 20 of 400 richest people list”, dengan kekayaan yang diperkirakan sebesar US $1.3 milyar. Artinya ia lebih kaya daripada Rupert Murdoch dan Donald Trump! Tapi sebenarnya Feeney tidak seharusnya masuk dalam daftar tersebut karena sebenarnya ia telah menyumbangkan hampir seluruh hartanya secara diam-diam ke yayasan Atlantic Philanthropies pada tahun 1982 dan hanya menyisakan $ 5 juta bagi dirinya. Ini ia lakukan setelah ia menyumbangkan $ 700.000 ke Cornel University dan mendapat banyak permintaan sumbangan dari berbagai lembaga setelahnya. (Total sumbangannya selama 25 tahun ke Cornell University adalah $600 juta. Meski demikian tak satu pun bangunan yang diberi nama dengan namanya. Ia tidak pernah minta penghargaan atas sumbangannya tersebut. Ia bahkan melarangnya). Tanpa bantuan Feeney Cornell University bakal tidak akan seperti saat ini.
Agar “tangan kiri tidak melihat apa yang diberikan oleh tangan kanan”, Feeney mendaftarkan lembaga filantropinya di Bermuda dan bukan atas namanya! Kenapa harus di Bermuda? Agar besarnya sumbangannya tidak dimasukkan dalam daftar yang setiap tahun diumumkan jika berada di AS. Ia juga tidak pernah menggunakan sumbangannya untuk mendapatkan keringanan pajak seperti yang selayaknya ia terima sesuai
undang-undang. Ia benar-benar merahasiakan sumbangannya. Rahasianya baru terbongkar pada tahun 1997 ketika perusahaan yang membiayai kegiatan filantropinya akan dijual agar mendapat lebih banyak uang
kontan. Bahkan Robert Millar, partner bisnisnya yang hidup dalam kemewahan, terkejut mengetahui bahwa sebenarnya Feeney selama ini telah mendermakan hampir seluruh hartanya ke yayasan Atlantic Philantrophies tersebut. Kekayaan lembaga amal tersebut adalah sekitar $ 3.6 milyar dan difokuskan untuk menyelesaikan masalah kesehatan, panti jompo, anak-anak dan remaja yang kurang beruntung, dan masalah-masalah HAM di AS, Irlandia, Irlandia Utara, Inggris, Afrika Selatan, Vietnam dan Bermuda.
Tahun lalu Atlantic Philantrophies menyumbangkan $ 458 juta ke seluruh dunia. Sejak 1982 Atlantic telah menyumbangkan $ 4 milyar atau dirupiahkan dengan kurs 9.000 rupiah perdollarnya adalah sekitar 40
trilyun rupiah! Rencananya adalah menyumbangkan sisa asetnya yang telah mencapai $ 4 milyar, yang terus tumbuh setiap harinya, sebelum 2017. Baiklah! Kita telah tahu seberapa kaya dan seberapa dermawan Feeney ini. Tapi apakah ia juga hidup sederhana seperti Warren Buffet? Ya! Feeney menolak secara total jebakan gaya hidup orang-orang kaya.
Tak satu pun orang yang pernah melihatnya menggunakan pakaian yang mewah. Kacamata bacanya hanya seharga $ 9 dan arlojinya adalah Casio plastik yang harganya cuma $15. (Bulan lalu saya membeli arloji dengan harga hampir tiga kali lipatnya untuk “memperbaiki” penampilan saya). “Kalau saya bisa mendapat arloji seharga $15 dengan baterei yang tahan 5 tahun, untuk apa saya harus bergaya dengan Rolex?” Katanya ketika ditanya kenapa tidak membeli jam tangan mewah. Feeney bahkan tidak punya rumah ataupun mobil! Ia menggunakan taksi kesana kemari atau berjalan kaki melalui subway dan berbelanja sendiri
di supermarket. Kalau perlu menyewa mobil ia menyewa mobil dua pintu yang paling kecil. Di New York tidak akan ada satu orang pun yang tahu bahwa ia orang yang sangat kaya raya ketika berjalan kaki di subway
membawa tas plastik. Ia menolak hampir semua undangan acara formal. Dan kalau bepergian ia naik pesawat kelas ekonomi (saya yakin ia tidak memiliki kartu ¡¥frequent flyers¡¦ yang dapat membuatnya masuk ke
lounge eksklusif seperti yang saya miliki).
Feeney mungkin terinspirasi oleh filantropist besar abad 19, Andrew Carnegie (http://en.wikipedia.org/wiki/Andrew_Carnegie). “Saya memiliki tekad yang tidak pernah berubah bahwa kita harus menggunakan kekayaan kita untuk membantu orang lain. Saya berusaha untuk hidup normal, seperti kehidupan dimana saya dibesarkan dulu.” Kata Feeney, “Saya tetapkan diri saya untuk bekerja keras, bukan untuk kaya.” Feeney berharap agar contoh yang ia berikan, yaitu memberikan kekayaan ketika masih hidup agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar dapat mendorong filantropist lainnya untuk juga turut menyumbang
selagi masih hidup. Ia ingin agar prinsipnya “Memberi Ketika Masih Hidup” dapat menjadi teladan bagi orang-orang kaya lain. “Kekayaan membawa konsekuensi tanggungjawab. Orang kaya harus sadar bahwa mereka punya tanggung jawab untuk menyerahkan sebagian dari hartanya untuk meningkatkan kualitas kehidupan sesama manusia lainnya, dan bukannya menciptakan masalah bagi generasi berikutnya.” Ujarnya. Uang lebih bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan ketika dalam kesulitan ketimbang dalam keadaan normal. Setiap orang tahu kapan ia dilahirkan tapi tidak tahu kapan ia akan mati. Jika Anda ingin memberi,
pikirkanlah untuk memberi ketika Anda masih hidup karena itu akan memberikan lebih banyak kesenangan ketimbang Anda tunggu saat Anda sudah meninggal.” Tuturnya. Mati dalam keadaan kaya adalah mati
memalukan, menurutnya.
Nah! How (Rich, Generous and) Low Can You Go?
Balikpapan, 20 Oktober 2007
Satria Dharma
Selalu menarik membaca tulisan Pak Satria.
Apa yang dilakukan Warren Buffet dan Chuck Feeney memang luarbiasa dan aneh. Tapi mungkin ini tidak berbeda dengan apa yang telah dilakukan Nabi Muhammad saw dan para sahabat terdekatnya.
Saya pernah mendengar bahwa James Riady telah mendermakan hartanya sejumlah a some million US$ di sebuah lembaga pendidikan di Singapura!! Apa Pak Satria pernah dengar hal ini? Kok kenapa di Singapura ya? apa mungkin dia takut kalau dikasih ke Indonesia, maka 50%nya akan di korupsi.
Saya juga akhir2 ini mendengar Keluarga Sampoerna yang konon sangat aktif untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia setelah mereka melapas sahamnya ke Phillip Morris.
Mudah2an saja ada orang kaya Indonesia yang setidaknya mau menyumbangkan hartanya, mungkin tidak se-ekstrim Buffet dan Feeney karena haree geenee… wah rasanya sulit sekali hidup tanpa email bukan?
Dengan membaca disumbangkan pada yayasan pendidikannya sendiri ?
saya lebih kagum lagi jika disumbangkan pada yayasan pendidikan yang lainnnya
kalau yang nyumbang raja-raja minyak arab Atau orang2 kaya islam, ke yayasan islam, malah dituduh membantu teroris, berapa banyak yayasan2 islam di dunia yang hartanya dibekukan oleh usa & teman2 nya.
Jangan mudah terpesona sama tipu daya dunia….
Pak Satria,
sebuah informasi yang sangat bagus dan bisa kita lihat dari berbagai perspektif. Hal yang ini saya tanggapi adalah fakta bahwa universitas-universitas besar, terutama Ivy League Universities, yang ada di Amrik sangat terbantu menjadi “besar” karena budaya filantropis ini. Mereka tiap tahun mendapat dana yang sangat luar biasa besarnya dari sumber ini. Menurut Pak Satria, apa memungkinkan kita menjadikan ini sebagai bagian dari praktek berbangsa di negara kita? Saya jadi teringat dengan “dana abadi” yang jaman orde baru sering digalakkan, misalnya ketika kita membuat Pelatnas Cipayung. Apa mungkin kita membuat dana abadi untuk pendidikan? Dan apa yang perlu kita lakukan, jika memang dianggap penting, untuk menumbuhkan “philantropic mentality” dalam kehidupan berbangsa di Indonesia?
Bangga dan haru rasanya ketika membaca profil singkat kedua orang tersebut melalui tulisan Bapak. Mungkin jarang bagi kita menemukan sosok orang yang begitu dermawan sekaligus sederhana. Namun apakah niat dalam hatinya juga mencerminkan ketulusan dan keikhlasan ya…???
apapun niatnya, sungguh saya sangat hormat dan salut kepada orang tersebut. semoga mereka dapat menjaadi tauladan bagi kita untuk berderma kepada sesama.
Hormat saya,
Fajar T.L
Yang bisa saya ambil dari artikel ini adalah sikap dermawannya mereka (tangan kiri tidak tahu apa yang tangan kanan kerjakan) akan tetapi sungguh sia-sianya tindakan mereka jika niatnya bukan lillahi taala,
atau Pak Satria punya ulasan/ artikel kedermawanan para sahabat yang bisa juga diulas, atau ini sudah dianggap cerita usang atau dongeng yang hanya terjadi di dunia antah berantah? sehingga tidak relevan lagi di jaman sekarang? wallahualam
Saya tidak ingin menyoroti masalah kedermawanan. Tapi saya setuju dengan secuil isi artikel ini yang mengatakan “Jauhi kartu kredit dan berinvestasilah pada dirimu sendiri”.
Sudahkan anda berzakat?
Salam dari Zakiah
There are many ways to go very low. It doesn’t have to be monetary or in kind. But their good gestures deserve a salute. Those who are not rich in kind can go low too and all of us can a play our role….dont you think? May be you’ll write somethin’ on this….look forward to see it on your blog..
inspirasi bngt…..untuk pelajaran yang berharga….mkasih atas artikelnya
Believe it or not, a mother shapes whether or not her family will turn into a filantrophist or a group of big spenders. I myself can feel that the glaring advertisements anywhere, on TVs, radios, on the streets, even over our private cellphones are a good trigger for wasting our money more and more and more and more. Simply say, close your eyes to those evil ads. On Sunday, better stay home punch these note buttons and make some good conversation with people across the wire if you don’t have anyone, even a pet, to talk with. My life is always wonderful without any luxury stuffs.
Pendidikan sbg Imunisasi thd pemurtadan.
Salah satu cara membentengi kaum muslimin dari ancaman pemurtadan adalah dgn meningkatkan taraf pendidikan umat Islam. Jika seorang muslim memiliki taraf pendidikan yg cukup (minimal SMU) maka insyaallah bujuk-rayu pemurtadan tidak akan mempan thd nya. Apalagi klo dibekali dgn Ilmu Agama yg cukup pula,terutama Ilmu Tafsir Quran. Maka mulailah dgn cara memberikan beasiswa kpd kaum dhuafa. Beasiswa tsb dpt diberikan oleh individu2 muslim aghniya (sbg orang tua asuh) maupun oleh Lembaga2 Pendidikan Islam atau organisasi2 Islam. Hal demikian adalah amal jariyah (juga dpt melancarkan rejeki, insyaallah). Jika kita mati, maka sebaik-baik yang kita wariskan (tinggalkan) adalah orang/sekelompok orang cendekiawan (Ulama) yg bermanfaat bagi masyarakat. Sebagaimana Nabi Muhammad & para Ulama terdahulu meninggalkan (mencetak) para cendekiawan (Ulama). Jika kita tidak bisa mendidiknya secara langsung maka dpt kita wakilkan kpd Sekolah2 Islam atau Madrasah2 & Pesantren2 utk mendidiknya & kita yg membiayainya (memberi beasiswa).
Sekolah2 & pesantren2 yg rajin memberi Beasiswa kpd anak-anak Dhuafa & bantuan2 sosial lainnya, maka insyaallah sekolah/pesantren tsb akan maju & berkembang sebagai rahmat & berkah dari Allah.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Al Quran surat Ibrahim ayat 7).
Salah satu cara bersyukur adalah dengan mengeluarkan sebagian rejeki untuk menafkahi kaum dhuafa atau mengeluarkan zakat penghasilan atau bersedekah. Zakat Penghasilan hukumnya wajib bagi siapa saja yang mendapat penghasilan (rejeki) seperti : gaji, laba usaha, hasil panen, binatang ternak, dsb. Dengan membayar zakat penghasilan, insyaallah harta kekayaan kita akan bertambah seperti janji Allah yang akan menambah nikmat kpd kita jika kita bersyukur. Selain itu, bersedekah disunatkan kpd siapa saja yg mendapat nikmat2 lainnya, seperti : sembuh dari sakit, lulus ujian, naik pangkat/jabatan, menang dalam pertandingan olah raga, dsb.