
“Jalanan Jogya macet parah. Malioboro jangan ditanya.” Kata seorang teman di FB.
“Solo sama saja. Jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil berbagai plat nomor luar kota.” Kata yang lain
“Jangan ke Bandung dulu deh…! Entar ente gak bisa ke mana-mana malah stress.” Yang lain menimpali.
“Gila nih orang-orang…! Protokol kesehatan udah gak digubris. Semua tempat hiburan kayak cendol. ” Keluh yang lain yang memang suka sekali mengingatkan soal protokol kesehatan.
Apakah kita sudah kembali ke masa ketika tidak ada pandemi? Tanya saya dalam hati. 🤔
“Pandemi? Udah lupa tuh…!” Mungkin begitu jawab mereka. 😁
Tapi….
Bukankah Omicron sudah masuk ke Indonesia dan tidak kurang dari Presiden Jokowi sendiri yang mengingatkan sendiri agar kita, warga Indonesia yang disayangi oleh Tuhan ini, untuk tetap meningkatkan kewaspadaan.
But, who cares…?! Hampir tak ada lagi warga yang peduli dengan pandemi ini. Cukup sudah kita dihajar selama dua tahun ini. Enough is enough. Omicron…?! Emang dia siapa kok minta diperhatikan? Saudara bukan, teman kagak. Kalau lu mau datang ya datang aja. Emang gua pikirin. 😂
Betul sekali….! Biarlah Omicron diurusi oleh para ahli kesehatan dan yang berwenang mengurusinya. Tak perlu rakyat diminta untuk menghentikan kegiatannya. Omicron hanyalah satu varian dari beberapa varian virus yang sudah kita hadapi selama dua tahun ini. Dia tidak akan menakuti rakyat lagi sebagaimana varian sebelumnya. Biarkan rakyat menikmati kebebasan dari pandemi agar perekonomian yang selama ini macet mulai bergulir lagi.
Tiba-tiba saya teringat kisah ketika Inggris dihajar bom oleh Hitler pada PD II. Hitler memerintahkan The Blitz,
serangkaian pengeboman massif berkelanjutan terhadap Inggris. Tanggal 16 Mei 1941 Jerman melancarkan serangan utamanya, ketika lebih dari 100 ton bahan peledak berkekuatan tinggi dijatuhkan pada 16 kota di Britania Raya. Ibu kota London dibom oleh Luftwaffe selama 57 malam berturut-turut. Lebih dari satu juta rumah dan bangunan di London hancur atau rusak, dan lebih dari 40.000 jiwa warga sipil mati. Dan jumlah itu adalah hampir setengah dari penduduk yang menetap di pusat kota London pada saat itu. Tujuan Hitler adalah agar warga Inggris ketakutan, hancur moralnya, dan pemerintahnya menyerah pada Jerman.
Ternyata tidak… 😎
Pengeboman itu tidak mencapai tujuan utamanya, yaitu untuk membuat warga Inggris takut dan menyerah atau merusak perekonomian dan militer Inggris dengan fatal. Sebaliknya, pengeboman selama delapan bulan tersebut sama sekali tidak menghambat perekonomian dan industri Inggris dan negara itu tetap melanjutkan peperangan. Anehnya, rakyat Inggris yang dihajar bom berhari-hari dengan kerusakan dan korban yang begitu parah lama-lama juga tidak merasa takut. Semula mereka jelas sangat takut dan panik. Tapi setelah serangan bom berlalu berbulan-bulan mereka menjadi terbiasa. Mereka tetap melakukan kegiatan sehari-hari mereka tanpa merasa takut. Mereka sama sekali tidak patah semangat. Bahkan ada pasangan yang sedang minum teh ketika bom berjatuhan dan jendelanya bergetar hebat tapi mereka tetap melanjutkan kegiatan minum teh mereka. Mereka menolak untuk masuk ke bunker untuk menyelamatkan diri. Ketika ditanya apakah mereka tidak takut mereka menjawab, “Oh, tidak. Kalau pun kami takut, apa gunanya?” Betul juga…! 😁
Pandemi ini memang membuat kita syok sebentar tapi kita kemudian bisa menyesuaikan diri. Pandemi ini memang menyebalkan tapi tetap bisa kita tanggung. It’s not that bad. It’s not even worse than WW II. Tidak lebih buruk daripada yang ditanggung oleh warga Inggris yang dihajar oleh Nazi Jerman berbulan-bulan Sejuta bangunan rusak atau hancur di London dan 40.000 orang meninggal. Pandemi ini tidak terlalu buruk. Tentu saja ada keluarga kita yang turut jadi korban tapi dampaknya tidaklah terlalu menyedihkan dibandingkan dengan berbagai penderitaan yang telah pernah kita lalui sebelum ini. Kematian bukanlah hal yang sangat menakutkan. Kematian anggota keluarga adalah hal yang sangat wajar yang tidak perlu membuat kita takut akan hidup.
Manusia itu lebih percaya pada harapan ketimbang pada ketakutan. Itulah sifat asli manusia sebenarnya. Mari kita mensyukuri rasa optimis dan penuh harapan kita menyambut kehidupan yang lebih baik hari esok. 🙏😁
Surabaya, 20 Desember 2021
Satria Dharma