
Jika Anda sering ke Bali maka Anda akan tahu bahwa Bali adalah satu-satunya propinsi di Indonesia yang sudah ‘dikuasai’ oleh investor dan pendatang asing. Hampir semua sektor bisnis yang berhubungan dengan turisme besar di sini dimiliki atau dikuasai oleh investor asing. Penduduk asing juga luar biasa banyak di Bali dan bisa Anda temui di gang-gang kecil sekali pun. Penduduk asing yang resmi ada ribuan tapi yang illegal jauh lebih besar. Warga asing terbesar di Indonesia ya adanya di Bali, bukan di DKI sebagai ibukota negara. Meski demikian tampaknya warga Bali menganggap warga asing adalah rejeki dan mereka sama sekali tidak pernah memusuhinya. Tidak pernah ada sentimen atau isu permusuhan pada warga asing atau TKA. Jadi berbeda dengan daerah-daerah yang memusuhi datangnya warga asing ke daerah mereka, warga Bali malah menyambut mereka dengan sukacita. Investor asing masuk berarti pekerjaan dan uang masuk. Dan itu adalah rejeki yang harus disyukuri. 🙏😁
CANGGU
Jalan ke Canggu, Bali Selatan, di mana kami akan menginap sempit dan berliku-liku. Masih seperti dulu. Yah, di Bali ini mana ada jalan yang lebar. 😁 Tapi sekarang Canggu benar-benar sudah berkembang dan sawah-sawahnya sudah hampir habis dikuasai investor lalu dibangun hotel, villa, cottage, resto, toko, dlsbnya. Terakhir kali saya ke sini beberapa tahun yang lalu persawahan masih menghampar luas daerah ini tapi kini sudah habis dan ada ratusan tempat penginapan, hotel, villa, dan cottage ditawarkan bagi turis lokal mau pun asing. Masuk ke Canggu rasanya kayak masuk di daerah asing. Bule-bule bersliweran dan hampir semua pengumuman ditulis dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Sekarang Bali Selatan, mulai dari Kuta, Seminyak, Jimbaran, Canggu, Sanur, Nusa Dua benar-benar diisi oleh ribuan akomodasi bagi turis. Kalau cari hotel untuk rekreasi di Bali tentukan di mana Anda akan menginap karena setiap lokasi menjanjikan ratusan akomodasi mulai yang sangat murah, seratus ribuan, sampai yang sangat mahal, sampai belasan juta semalam. Saya sendiri suka browsing hotel dan villa yang menawarkan harga promosi di Traveloka atau di Agoda dan itu cukup banyak. Kita bisa dapat hotel bintang lima dengan harga di bawah 500 ribu. Sungguh tawaran yang ciamik. 😁
Di Canggu ini kami menginap di Sense Beach Hotel, hotel kecil yang bintang 4 dengan harga di bawah 400 ribu. Kamarnya luas dan fasilitasnya lengkap (except has no slippers and paper tissue as we always need). Kami memang selalu cari hotel yang luas kamarnya karena kami butuh ruang untuk salat jamaah. Hotel ini dekat dengan Pantai Pererenan Canggu dan pagi-pagi kami jalan kaki ke pantai yang masih sepi dari turis. Hanya ada beberapa turis yang jogging di pantai dan tampaknya sudah lama tinggal di Bali. Tapi ada resto yang sangat ramai. Namanya resto “Baked”. Anak saya yang lama tinggal di Bali rupanya langganan di sini dan membawa kami untuk sarapan di sini. Tapi ternyata resto ini penuh baik di lantai 1 mau pun 2 oleh pengunjung domestik. Saya dan istri paling tidak suka suasana ramai seperti ini lagipula menunya adalah western. Kami lalu ngacir ke resto sebelah yang sepi dan menunya ayam bakar penyet. Restonya nyaman karena hanya kami yang makan dan menunya pas di lidah ndeso kami. 😁
JIMBARAN
Hari berikutnya kami pindah ke Jimbaran dan memilih villa kecil tapi unik karena kamarnya berbentuk Jineng atau semacam lumbung. Nama hotelnya Villa Allamanda. Ini villa kecil dengan beberapa kamar saja tapi punya kolam renang persis di tengah-tengah. Jadi kalau mau berenang tinggal keluar kamar dan nyemplung di kolam renangnya yang imut itu. Meski demikian anak-anak kami tak ada yang tertarik untuk nyemplung di kolam mini ini. Padahal dulu waktu kecil mereka selalu ingin menginap di hotel yang ada kolam renangnya dan mereka sudah nyemplung ke kolam renangnya sejak pagi selama berjam-jam. 😁 Villa ini juga murah dan kurang dari 250 rb per kamarnya. Fasilitas kamarnya lengkap kecuali tanpa sandal kamar. Lokasi villa ini dekat dengan lokasi patung GWK dan Pantai Jimbaran. Pantai Jimbaran ini terkenal dengan resto ikan bakarnya yang tersebar di sepanjang pantainya. Makan di sini suasananya sungguh romantis karena bunyi debur ombak dan musik dari resto berpadu dengan indah. Tapi jangan kaget kalau makan di sini dan Anda terbelalak melihat tagihan harganya. Kami sudah tidak pernah tertarik untuk makan di sini lagi karena dengan harga yang sama kami bisa makan 3 atau 4 kali di tempat lain. 😁
Saya ingat dulu pernah ada rombongan anggota DPRD dari Balikpapan yang saya temani untuk studi banding ke Jembrana. Waktu itu saya sebagai Ketua Dewan Pendidikan Kota Balikpapan mengajak mereka studi banding tentang Sekolah Gratis yang memang dimulai oleh Kabupaten Jembrana (Balikpapan kemudian mengadopsi program ini sebagai kota pertama di Kalimantan yang menggratiskan sekolah negerinya). Kami lalu lanjut studi banding ke DPRD Denpasar. Sebetulnya studi banding itu sekedar alasan untuk bisa berkunjung ke Bali. Justru jalan-jalan dan rekreasi inilah yang dicari oleh mereka. 😁 Selesai acara basa-basi malamnya oleh tuan rumah diajak makan ke sini. Kami pikir kami akan ditraktir ternyata tidak. (kok nyimut…?! 😁). Kami hanya diantar dan selanjutnya dipersilakan untuk menikmati menu seafood di Jimbaran yang legendaris itu. Enjoy and pay yourselflah…! 😁
Ketika waktu membayar tiba kami semua njomblak karena harganya sangat mahal untuk ukuran kami. Lha Balikpapan kan juga tempat sorganya seafood tapi harganya jauh lebih murah. Harga makan malam kami saat itu sungguh bikin kami ternganga. Di samping sangat mahal kami juga tidak siap untuk membayar karena kami pikir bakal ditraktir oleh DPRD Denpasar. 😎
Alhasil kami terpaksa patungan dan mengeluarkan uang dari kocek kami masing-masing sambil misuh-misuh dalam hati. Kapokmu kapan…! 😂
Ketika kami jalan-jalan ke Kuta kami terkejut melihat betapa sepinya Kuta saat ini. Sungguh menyedihkan. 😢 Jangankan toko-toko kecil, bahkan mall besar pun hanya sedikit toko-tokonya yang bertahan. Hotel-hotel besar dan kecil bertumbangan termasuk yang kelas jaringan seperti Fave Hotel juga tutup. Sungguh sedih melihat Kuta seperti ini. Padahal sebelum Pandemi Kuta ini tidak pernah tidur dan bahkan semakin malam semakin hidup. Sepanjang ring road kami melihat toko-toko yang tutup dan membayangkan betapa sulitnya situasi pandemi ini bagi propinsi atau kota yang menggantungkan penghasilannya dari turisme. Mudah-mudahan pandemi segera berlalu dan tidak ada gelombang ketiga seperti yang dikuatirkan. Saya yakin kalau pariwisata sudah dibuka maka Bali akan pulih lagi seperti semula. Lha wong sekarang saja suhunya sudah mulai agak-agak anget kok! Makanya mumpung belum ramai ndang mreneo, Sri. 😁
Hari ini kami akan pindah hotel lagi tapi kali ini kami akan cari hotel di Denpasar. Tadi saya lihat ada tawaran menarik dari hotel Harris Denpasar yang bintang 4 dengan rate di bawah 300 ribu. An interesting offer…! 😁
Jimbaran, 27 September 2021
Satria Dharma