Buku Never Get Angry Again ini baru selesai saya baca pagi ini setelah saya mulai membacanya lebih dari seminggu yang lalu. Alhamdulillah…! Buku ini, meski translasinya tidak begitu mulus, sangat memuaskan dan sungguh sangat cocok untuk saya. Saya membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyelesaikan membaca buku ini karena harus berhenti hampir dalam setiap bab. Saya harus berhenti untuk merenungkannya dan mencoba memahami dan meresapkannya. Saya benar-benar seperti anak sekolah yang diajari langkah demi langkah agar benar-benar paham. Tapi buku ini benar-benar memuaskan. 👍😁
Selama ini saya merasa bahwa saya masih sangat mudah terpicu oleh amarah. Padahal, seperti yang disampaikan dalam buku ini, amarah membuat kita bodoh. Amarah secara kimiawi memicu respons bertarung-atau-kabur (fight or flight) dan produksi adrenalin yang menjauhkan aliran darah dari otak, begitu juga pasokan oksigen, yang akan semakin mengacaukan kerja otak kita. Selama ini saya terus berusaha untuk lebih mampu mengendalikan diri agar tidak mudah marah sebagai upaya untuk menjadi manusia yang lebih baik. Begitu membaca buku ini baru saya sadar bahwa ternyata ada dasar-dasar pemahaman tentang bagaimana menahan amarah agar tidak muncul yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya serta teknik-teknik berlatih yang efektif. Pantesan kok aku sik gampang nesuan…! 😁 Membaca buku ini benar-benar memberi saya pemahaman baru. Buku ini begitu rinci dan mendalam sehingga saya tidak bisa membacanya sampai tuntas dalam setiap kali saya membacanya.
Never Get Angry Again adalah buku karya David J. Lieberman, PhD, penulis buku bestseller New York Times. Buku ini memuat pandangan komprehensif dan holistik emosional, fisik, dan spiritual yang mendasari kemarahan, dan panduan praktis tentang apa yang dapat kita lakukan untuk mendapatkan perspektif baru dalam memahami dan meredam penyebab kemarahan yang bersarang dalam diri kita selama ini.
Menurut Lieberman perubahan dalam perspektif adalah kunci penting yang diperlukan untuk membantu kita agar tidak lepas kendali. Dalam buku ini kita juga akan mendapatkan cara dan strategi yang sederhana dan praktis untuk memadamkan kemarahan bahkan sebelum itu terjadi.
Ambil napas dalam-dalam dan hitung sampai sepuluh. Merenungkan. Visualisasikan tempat bahagia Anda. Ini adalah salah satu teknik untuk mengatasi emosi dan kemarahan. Tapi untuk mengatasi emosi kemarahan yang kompleks diperlukan lebih daripada itu.
Sebagai contoh, apa yang terjadi jika tiba-tiba kita dihina orang di medsos, ditabrak oleh seseorang dengan ceroboh dan dia tidak minta maaf, atau tiba-tiba ada orang yang dengan seenaknya menyelonong barisan antrian kita? Saya biasanya akan otomatis marah. Itu adalah tindakan yang tidak bisa saya tolerir. Ego saya mengatakan bahwa orang ini telah menyakiti harga diri saya secara sengaja. Orang ini sedikitnya tidak menghormati saya. Dan ini tidak bisa diterima. Orang ini harus menerima konsekuensi dari perbuatannya telah menyakiti saya. Amarah saya muncul dan bergolak menuntut pemuasan.
Dalam hal ini kita memerlukan sebuah perspektif baru dalam memandang situasi yang kita alami. Jika kita tahu bahwa ternyata orang yang menabrak kita atau menyerobot antrian kita ternyata adalah orang yang baru saja kehilangan anak dan istrinya karena Covid 19 dan sangat kelelahan karena telah tidak tidur selama dua hari maka pandangan kita tentang orang tersebut dan situasi yang kita alami akan berbeda. Bukannya marah pada orang tersebut kita malah akan berempati dan berupaya untuk bisa membantu. Ego kita menghilang. Jika tidak ada ego, kita bisa bangkit melampaui kesulitan apa pun. Sebaliknya, jika kita bertindak berdasarkan amarah, kita justru akan menderita dengan akibat yang ditimbulkannya. Kita akan malu dan menyesal setelahnya. Melampiaskan amarah bukan hanya tidak produktif, tetapi juga destruktif. Jika kita melampiaskan amarah kita, itu justru akan semakin meningkatkan amarah kita. Amarah menghasilkan amarah, dan keheningan menghasilkan ketenangan. 🙏
Buku ini menjelaskan bahwa PERSPEKTIF menjelaskan mengapa beberapa orang dapat menangani kesulitan hidup sementara yang lain dengan mudah marah pada penghinaan sekecil apa pun. Sumber utama marah datang dari keyakinan bahwa kita telah menerima kesulitan yang tidak pantas dan lebih besar dari yang kita harapkan. Perspektif dapat dengan mudah membentuk pandangan seseorang tentang diri sendiri dan dunia, sehingga penting untuk mengubah pandangan negatif seseorang melalui PERLUASAN PERSPEKTIF. Hal ini dapat dilakukan dengan memahami rasa sakit dan penderitaan orang lain, serta kesenangan itu berasal dari makna hidup. Penting juga untuk berdamai dengan masa lalu, dan memiliki keyakinan dan kepercayaan bahwa segala sesuatunya akan berjalan dengan baik. Buku ini diakhiri dengan memberikan berbagai macam strategi psikologis yang akan membantu mengelola kemarahan seseorang.
Buku ini menggunakan penelitian psikologis yang ekstensif, serta masukan dari ajaran agama (Kristen) untuk membantu orang mengatasi emosi mereka. Kita ada di dunia ini karena suatu alasan, demikian kata Lieberman. Ini pernyataan yang spiritualistik. Semakin selaras hidup seseorang dengan jiwanya semakin dia tidak membutuhkan amarah untuk membuatnya merasa hidup. Penderitaan adalah konsekuensi emosional pilihan-pilihan sikap kita. Rasa sakit tidak membuat seseorang tidak bahagia. Penderitaanlah yang menyebabkan itu dan penderitaan adalah suatu konsekuensi pilihan-pilihan kita, bukan akibat situasi kita. Berdasarkan keahliannya dalam perilaku manusia dan hubungan interpersonal, buku ini menjanjikan kita untuk tidak pernah marah lagi. Lieberman menganjurkan kita untuk melakukan meditasi napas dalam 5 langkah cepat dan mudah. Lieberman bahkan menganjurkan kita untuk berinvestasi pada rasa syukur pada Tuhan dengan jalan memusatkan fokus kita pada semua yang kita miliki, bukan yang tidak kita miliki. Ia mengajurkan agar kita mencari rasa syukur dalam setiap area hidup kita karena rasa syukur dan kebahagiaan terhubung sangat erat. Dengan demikian kita akan MERASA, lalu MENJADI, dan BENAR-BENAR lebih puas. Menurutnya, kita sudah memiliki segalanya yang kita butuhkan untuk berbahagia, tetapi jika kita tidak berfokus padanya maka kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan apa pun. Secara khusus Lieberman menyatakan bahwa mencapai kondisi bebas amarah harus menjadi prioritas tertinggi kita.
Buku ini ditulis dengan baik karena menyertakan banyak referensi dan sumber terpercaya untuk menjelaskan apa yang dimaksud. Buku ini juga memberikan banyak contoh untuk menggambarkan bagaimana kemarahan dapat memengaruhi perspektif dan harga diri seseorang. Tapi beberapa penerjemahannya tampak kurang mulus sehingga menyulitkan untuk memahami beberapa kalimat yang menggunakan pemahaman yang kompleks.
Lieberman menggunakan campuran psikologi dan agama di dalam bukunya ini. Pemahamannya mungkin akan sulit diterima bagi mereka yang tidak percaya pada Tuhan atau pengaruh agama lain. Banyak buku tentang kepribadian yang juga menggabungkan psikologi dan agama, tapi ini buku yang bagus dan saya rekomendasikan.
Surabaya, 26 Juli 2021
Satria Dharma