
Malaysia itu negara Islam. Federasi Malaysia adalah suatu negara yang mencantumkan dengan resmi Islam sebagai agama negara. Bandingkan dengan Indonesia yang bukan negara islam tapi negara Pancasila yang mengakui dengan resmi agama-agama lain.
Tapi anehnya, Malaysia yang negara Islam itu justru membuka pusat perjudian yang sangat besar. Mereka bukan hanya melegalisasi perjudian tapi bahkan mengakomodir tempat perjudian bertaraf internasional di Genting Highland. Kok bisa ya…?! Apakah Malayasia yang negara Islam ini tidak tahu bahwa judi itu haram? Sebagian pengunjung tetapnya adalah masyarakat Indonesia.Kasino itu lokasinya tidak jauh dari Kuala Lumpur, sebagai ibukota Malaysia. Hanya ditempuh dalam 1 jam 30 menit dengan menggunakan mobil. Saya sendiri sudah pernah datang ke sana. Tentu saja bukan untuk berjudi tapi sekadar rekreasi. Apakah saya tidak boleh berjudi di sana karena muslim? Tidak. Yang dilarang berjudi di sana hanyalah penduduk Malaysia yang muslim. Orang Indonesia yang mau berjudi meski muslim ternyata dibolehkan.
Bagaimana dengan miras? Ya jelas legallah…! Lha wong judi aja sampai dibuatkan daerah khusus kok. Malaysia tidak melarang penjualan minuman beralkohol meskipun negara itu menganut hukum syariat Islam. Sila baca ini dari Wikipedia : “Minuman beralkohol di Malaysia merujuk kepada penggunaan, industri dan undang-undang alkohol di negara Asia Tenggara Malaysia. Walaupun Malaysia merupakan negara majoriti Muslim, negara ini MEMBENARKAN PENJUALAN ALKOHOL kepada bukan Islam. TIADA LARANGAN ALKOHOL di seluruh negara yang dikuatkuasakan di negara ini, kecuali Kelantan dan Terengganu yang hanya larangan untuk umat Islam.[1] Parti Islam di sana MENGHORMATI HAK ORANG BUKAN ISLAM dengan pertubuhan bukan Islam – seperti restoran Cina dan kedai runcit – dikecualikan daripada larangan tersebut.[2] Wilayah persekutuan Kuala Lumpur mengatasi penggunaan alkohol tertinggi di negara ini, diikuti oleh negeri Sarawak di tempat kedua dan Sabah di tempat ketiga.[3] https://ms.wikipedia.org/wiki/Minuman_beralkohol_di_Malaysia
Jadi meski pun Malaysia adalah negara Islam tapi pemerintahnya berusaha untuk MENGHORMATI HAK ORANG BUKAN ISLAM dan tidak memaksakan hukum Islamnya pada yang non-muslim. Sebagai negara Islam Malaysia MELEGALISASI MIRAS DAN PERJUDIAN dengan aturan yang sangat ketat bagi warganya.
Indonesia jelas jauh lebih KONSERVATIF ketimbang Malaysia yang negara Islam itu. Merujuk data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi alkohol paling sedikit di dunia. “Berdasarkan data WHO, beberapa tahun belakangan ini, Indonesia konsumsinya sekitar 0,8 liter per kapita.
Meski pun peminum alkohol di Indonesia LEBIH RENDAH daripada di Malaysia per kapita. Artinya Malaysia, yang negara Islam itu, penduduknya ternyata lebih banyak nenggak miras ketimbang orang Indonesia. Tentu saja karena konsumsi miras oplosan tidak dihitung. Jumlah pengguna dan produksi miras oplosan tidak bisa dihitung karena illegal dan tidak bisa dikontrol oleh pemerintah. Apakah tidak ada miras oplosan di Malaysia? Ada juga dan juga telah menelan korban.
Meski lebih sedikit pengguna mirasnya dibandingkan Malaysia, dan bahkan TERENDAH penggunanya di dunia, tapi Indonesia bertekad untuk lebih mengetatkannya lagi. Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman beralkohol (Minol).
RUU tentang Larangan Minol diusulkan oleh tiga partai yakni Gerindra, PPP, dan PKS. 18 anggota DPR Fraksi PPP, 2 anggota Fraksi PKS dan 1 anggota Fraksi Gerindra. Terdapat poin-poin kontroversial di publik.
RUU itu memuat soal LARANGAN PRODUKSI, PENYIMPANAN, PEREDARAN, DAN KONSUMSI beralkohol untuk beberapa jenis, yakni minuman beralkohol dengan kadar etanol 1-5 persen, 5-20 persen, dan 20-55 persen. Larangan juga berlaku untuk minuman beralkohol tradisional dan campuran atau racikan.
Nantinya, minuman beralkohol hanya boleh untuk KEPENTINGAN ADAT, RITUAL KEAGAMAAN, WISATAWAN, FARMASI, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. Pihak yang melanggar ketentuan bakal dikenakan sanksi hukum pidana berupa penjara tiga bulan sampai 10 tahun dan denda mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 1 miliar. Sila baca
https://aceh.tribunnews.com/2020/11/13/peminum-alkohol-di-indonesia-lebih-rendah-dari-malaysia-penjual-dipidana-10-tahun.
Dalam RUU itu juga tercantum perdagangan miras tak lagi bisa dilakukan sembarangan jika RUU tersebut diloloskan parlemen. Termasuk ancaman pidana dan denda pedagang miras tersebut diatur dalam Pasal 19. Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.
“Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” bunyi Pasal 6 draf RUU tersebut.
Mengapa sih harus diperketat sedemikian rupa? Aturan terkait minuman beralkohol yang tertuang di dalam KUHP dianggap belum cukup. Sehingga diperlukan undang-undang yang dapat mengatur persoalan minuman beralkohol secara mendetail. Menurut pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol. RUU ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol. RUU ini juga untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol. Di dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol, Illiza mengatakan ada poin mengenai larangan bagi umat Islam maupun agama lain untuk memproduksi hingga mengkonsumsi sejumlah kategori minuman beralkohol.
Nah, jika Anda setuju mari kita dorong agar RUU tentang Larangan Minuman beralkohol (Minol) ini bisa terus dibahas dan menjadi UU.
Surabaya, 5 Maret 2021
Satria Dharma
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com/