Mengapa ada orang yang cemas jika UN dihapuskan? Apa sih yang paling dikuatirkan jika UN dihapus? Mutu pendidikan dikuatirkan akan turun kalau UN dihapus? Lha kekuatiran itu datangnya dari mana? Apakah Anda sudah melihat data dan fakta yang terbentang sepanjang dilaksanakannya UN selama belasan tahun ini?
Ujian Nasional telah dilaksanakan belasan tahun dengan biaya yang luar biasa besarnya dan dengan mengorbankan moral dunia pendidikan hancur-hancuran. Toh mutu pendidikan kita juga merosot terus. Jadi bolehkan saya simpulkan bahwa adanya UN justru membuat mutu pendidikan kita merosot? Ini memang sudah diteliti. Sebuah studi dari Stanford University’s Institute for Research on Education Policy and Practice mengungkapkan bahwa kebijakan UN ternyata lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Baca di sini
Semestinya Ujian Nasional itu dijadikan sebagai tolok ukur untuk menilai kinerja pemerintah (dalam hal ini Kemendikbud dan dinas pendidikan) dalam menyelenggarakan pendidikan. Jadi bukan untuk mengukur kinerja siswa utamanya. Siswa itu kan hanya menerima pelayanan pendidikan dan bukan pelaku yang menentukan kualitas pelayanan pendidikan itu sendiri. Lantas kenapa siswa yang harus menerima resiko dan hukumannya jika pelayanan pendidikan di daerah atau sekolahnya buruk? Kenapa bukan Dinas Pendidikannya yang dicopot jabatannya lebih dahulu? Mereka sesungguhnya pantas untuk menerima resiko dari buruknya pelayanan pendidikan kita ketimbang siswanya yang tidak tahu harus berbuat apa agar bisa mengejar ketertinggalan dengan siswa Jakarta atau Jogyakarta, umpamanya.
Mari kita melihat sejarah…
Dulu mahasiswa perguruan tinggi swasta (PTS) diwajibkan untuk ikut Ujian Negara agar bisa menjadi sarjana atau sarjana muda. Tanpa Ujian Negara ya tidak bisa jadi sarjana. Katanya ini untuk menjaga mutu sarjana lulusan PTS. Tapi pada tahun 2001 turun Surat Keputusan (SK) Mendiknas No. 184/U/2001 yang mengakhiri era ujian negara. Pada saat itu dari hampir 2000 perguruan tinggi yang berkiprah di Indonesia tersebut ternyata hanya empat yang masuk dalam daftar “The Best Universities in Asia 2000”; itu pun urutannya ada di ranking bawah. Keempat perguruan tinggi yang dimaksud adalah UI Jakarta, UGM Yogyakarta, Undip Semarang dan Unair Surabaya. Tidak satu pun PTS (Indonesia) ada didalamnya.
Setelah turunnya SK penghapusan Ujian Negara bagi PTS maka semua PTS mengadakan ujian sarjananya masing-masing. Bagaimana standarnya? Ya bikin saja standar sendiri-sendiri. Lho..?! Lantas bagaimana dengan mutu sarjana yang dihasilkan jika tidak ada standar yang ditetapkan dan setiap PTS bisa membuat ujian sarjananya sendiri-sendiri? Ya itu tantangannya. Setiap PTS diminta untuk bisa mempertanggungjawabkan sendiri mutu lulusan masing-masing. Siapa yang bekerja sungguh-sungguh mengejar mutu akan tampak dari lulusannya dan siapa yang asal-asalan juga akan tampak dari alumni yang mereka hasilkan. Toh ada lembaga akreditasi yang akan menjaga mutu dari setiap perti yang beroperasi di Indonesia. Biar pun PTN kalau kinerjanya memble ya akreditasinya akan memble juga. Walau pun PTS tapi kalau serius maka akreditasinya akan mengungguli PTN yang memble. Semuanya akan bisa dinilai oleh masyarakat sebagai pengguna lulusan yang dihasilkan oleh setiap Perti.
Apa yang terjadi kemudian? Ternyata tidak terjadi kemerosotan mutu seperti yang semulai dikuatirkan jika Ujian Negara dihapuskan. Tidak peduli PTN atau PTS siapa pun yang bekerja dengan sungguh-sungguh akan memperoleh pengakuan mutu yang tinggi dan begitu juga sebaliknya. Dalam kurun 4 tahun terakhir perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia mengalami peningkatan mutu yang pesat. Diharapkan nantinya PTS Indonesia mampu menembus peringkat universitas 500 besar dunia.
Pada 2017, berdasarkan data Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Ristek Dikti), jumlah unit perguruan tinggi yang terdaftar mencapai 4.504 unit. Angka ini didominasi oleh perguruan tinggi swasta (PTS) yang mencapai 3.136 unit dan perguruan tinggi negeri (PTN) 122 unit. Sisanya adalah perguruan tinggi agama dan perguruan tinggi di bawah kementerian atau lembaga negara dengan sistem kedinasan. Rencananya dari total sekitar 3500 PTN/PTS, nantinya akan dikerucutkan menjadi 2500 Perguruan Tinggi saja. Hal tersebut disampaikan Menristekdikti saat membuka Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) yang diselenggarakan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III (LLDIKTI Wilayah III) di Jakarta (12/2/19). Saat ini sudah ada 96 perguruan tinggi di Indonesia yang telah meraih akreditasi A. Berdasarkan data resmi BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) terdapat setidaknya 2.288 perguruan tinggi (PT) telah mendapat akreditasi A hingga C. Sembilan (9) Perti Indonesia bahkan masuk daftar ranking dunia.
Jadi seperti yang kita lihat dan alami sendiri, ternyata tanpa Ujian Negara pun mutu pendidikan tinggi kita tidaklah merosot seperti yang dikuatirkan. Justru sebaliknya mutu PTS semakin meningkat dan PTN tertantang untuk tidak berada di bawah PTS mutunya.
Jadi apa sebenarnya yang kita kuatirkan jika UN kita hapuskan? Pengalaman kita menghapuskan Ujian Negara semestinya membuat kita belajar bahwa tidak ada yang perlu dikuatirkan. Kita ini terlalu paranoid atas sesuatu yang sebetulnya hanya bayang-bayang kita sendiri. Begitu banyak yang sudah kita korbankan untuk sesuatu yang mudharatnya jauh lebih besar ketimbang manfaatnya. Bayangkan jika dana untuk UN (baik yang dikeluarkan oleh Pusat mau pun oleh daerah dan juga orang tua) jika gunakan untuk meningkatkan fasilitas belajar dan gaji guru. Insya Allah mutu pendidikan anak-anak kita akan lebih meningkat ketimbang dengan adanya UN.
Surabaya, 7 Desember 2019
Satria Dharma
Penentang UN sejak dulu.
Sumber:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/05/05/berapa-jumlah-perguruan-tinggi-di-indonesia
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com