Seringkali para penyebar berita hoax marah dan jengkel kalau diberitahu bahwa info yang disebarluaskannya itu hoax.
“Apa salahnya jika itu bisa membuat kita waspada?”
“Siapa yang dirugikan? Kan tidak ada?”
“Kok semua dibilang hoax sih? Yang penting kan niatnya baik.”
“Kalau tidak setuju skip saja dan tidak usah dikomentari.”
“Diambil positifnya aja, Cak. Jangan suudzon sama orang lain.” Lho kok…?! 😯
“Kon gak seneng karo aku yo? Podo boneke ayo duel tah…!” 😄 Yang terakhir ini cuma khayalan saya saja. Meski ada yang nggondhok sama saya tapi belum pernah ada yang sampai ngajak duel kok. Santai ae, Bro!
Intinya mereka merasa tidak ada yang salah dari penyebaran hoax tersebut karena niatnya kan baik, tidak ada yang dirugikan, bahkan bermanfaat karena membuat kita jadi waspada, dll.
Biasanya saya lalu mengatakan bahwa sebagai seorang muslim kita wajib tabayyun dan tidak boleh menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya. Itu statusnya dosa jariah alias dosa yang beranak pinak. Saya terpaksa mengeluarkan status kemusliman saya karena kalau saya sodorkan status kebugisan saya tentu yang Dayak campur Banjar tidak akan menggubris. 😄
“Yang penting kan berita itu membuat kita waspada. Apa salahnya? Siapa yang dirugikan?”
Biasanya kalau begini saya jawab: Membuat orang waspada itu tidak berarti kita boleh atau perlu menyebarkan berita bohong atau palsu. Kita justru harus waspada pada orang yang sering menyebarkan berita bohong, palsu, mengandung fitnah, dll. Berita palsu dan bohong itulah yang seharusnya diwaspadai. Sesuatu yang baik itu harus dilakukan dengan cara yang baik pula. Mosok niatnya baik tapi dilakukan dengan menyebarkan berita bohong dan palsu? Ya jangan dong! 🙏😊
Menyebarkan berita palsu dan bohong jelas berdosa, merugikan diri sendiri dan orang yang ikut mempercayainya. Menyebarkan berita hoax adalah sebuah keburukan dan kesalahan yang akan merugikan diri kita dan orang lain yang ikut mempercayainya.
“Bagaimana kita bisa tahu sebuah berita itu hoax atau bukan? Kan kita tidak tahu.”
Lha kalau belum tahu, ya caritahulah lebih dahulu sebelum menyebarluaskannya. Proses demikian itu disebut tabayyun dalam terminologi agama. Saring sebelum sharing, katanya. Kita patut mengecek kebenaran berita tersebut sampai yakin bahwa itu bukan berita bohong dan bermanfaat untuk disebarkan. Kalau benar-benar yakin dan terverifikasi barulah kita bisa menyebarkannya agar orang lain waspada. Jangan menyuruh orang waspada dengan berita hoax. Tidak baik, kata Bu Guru. 😄
“Lalu bagaimana kalau kita terlanjur menyebarkan berita hoax? Kan kita tidak berniat menyebarkan berita bohong.”
Dalam hal tersebut ya kita harus membuat klarifikasi bahwa berita yang kita kirim kemarin itu ternyata hoax. Sampaikan bantahan dan berita sebenarnya dan jangan lupa minta maaf. Sepurane aku gak berniat hoax, rek! Iku ngono aku kurang waspada. 😄 (untuk umat Islam saya anjurkan untuk istigfar dalam hati. Gak usah banter-banter. Tuhan Maha Mendengar kok!)
Kalau ada teman yang selalu bilang bahwa berita yang kita share adalah hoax enaknya diapakan? Njaluk ditunjek ae tah arek iku. 😛
Ya, jangan. Kan dia justru mengingatkan kita untuk selalu dalam kebenaran. Jadi kita semestinya berterima kasih pada dia karena telah mengingatkan kita untuk berjalan di jalan yang benar dan bukan di jalan yang hoax. 🙏😊
Jadi lain kali tidak perlu menyebarluaskan berita hoax dengan alasan supaya waspada. Jangan sampai ada yang bikin berita ada maling masuk rumah kita, anak makan permen mengandung narkoba, penjual roti merangkap maling, dll yang bikin sekampung ribut, dan setelah dicek ternyata bohong lalu bikin alasan agar kita waspada. Ya jangan begitulah, Bro. 🙏😊