Jawa Pos pagi ini memuat berita tentang Permendikbud 21/2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti dengan beberapa kegiatan wajib di sekolah. Salah satunya adalah Membaca 15 Menit Setiap Hari Buku Non-pelajaran sebelum pelajaran dimulai. Ini adalah program Sustained Silent Reading yang saya usulkan pada Mas Anies Baswedan pada proposal yang saya berikan pada beliau kapan hari.
Akhirnya…!
Akhirnya membaca benar-benar dijadikan kewajiban dan bukan sekedar anjuran (yang bahkan tidak mendapatkan penekanan samasekali dari sekolah)ā¦.! Saya benar-benar merasakan kelegaan yang luar biasa setelah berjuang sekian lama untuk menjadikan membaca sebagai kewajiban bagi siswa Indonesia dan kini akhirnya keinginan itu tercapaiā¦! Terima kasih ya Allahā¦! Itās really relievingā¦
Perang melawan Krisis Literasi telah dicanangkanā¦! Krisis Literasi yang melanda bangsa kita selama ini senyap namun mematikan. Kemdikbud saja baru sadar dan terkaget-kaget ketika nilai siswa kita di PISA 2012 jeblok 6 poin dan menjadikan siswa Indonesia berada di Peringkat 64 dari 65 negara peserta PISA 2012. Haahā¦! Sebegitu parahnyaā¦.?! Ya, begitulah. Dan kini kita harus benar-benar menyadari betapa mematikannya krisis literasi tersebut dan kita harus menghadapinya habis-habisan.
Tapi ini baru awal dari āpertarunganāyang sebenarnya. Bagaimana caranya agar Peraturan Mentri yang mengikat semua sekolah ini bisa sampai dan dipahami oleh semua sekolah di Indonesia? Butuh sosialisasi besar-besaran utk membuatnya terlaksana. Targetnya adalah 57 juta siswa, 400 ribu rombel, dan 3 jutaan guru. ā¦! (Sekedar ilustrasi jumlah penduduk Singapura seluruhnya hanyalah sekitar 5,3 juta saja).
Are you motivated or are you scared…?! J Diam-diam adrenaline saya mengalir deras. Iāve been waiting for this battle for years and now itās coming. Saya akan jauh lebih sibuk nantinya.
Terus terang sungguh tidak mudah untuk menumbuhkan budaya literasi pada bangsa yang tidak memiliki budaya baca ini. Jangankan untuk menumbuhkan kecintaan pada membaca sedangkan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya baca bagi masyarakat, khususnya siswa, saja sangat sulit. Para kepala daerah kita hanya sedikit yang memahami pentingnya pendidikan bagi kemajuan daerahnya. Pendidikan itu prioritas nomor sekian. Di antara sedikit yang paham tentang pentingnya pendidikan juga sangat sedikit yang paham betapa pentingnya budaya literasi dalam kaitannya dengan mutu pendidikan. Jangankan kepala daerah, sedangkan para pejabat di Kemdikbud pun selama ini menganggap bahwa budaya literasi membaca dan menulis itu āgivenāatau otomatis akan diperoleh oleh siswa jika mereka bersekolah. Oleh sebab itu menumbuhkan budaya literasi tidak pernah muncul dalam program-program Kemdikbud sekali pun. Dan itu memang sangat ironisā¦
Bagaimana mungkin Kemdikbud tidak paham tentang pentingnya menumbuhkan budaya literasi bangsa sehingga selama ini tidak ada program yang benar-benar disusun untuk menumbuhkan budaya literasi secara terstruktur, massif, dan berkelanjutan. Selama ini program-program yang dikerjakan hanyalah program seremonial, insidental, project oriented, dan jelas tidak berkelanjutan.
Untuk menghadapi tantangan ini kita harus membuat program-program yang berupa gerakan yang massif, terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan. Dan kita telah memiliki modal, yaitu Permendikbud 21/2015 tentang Kewajiban Membaca 15 Menit Setiap Hariā¦!
Surabaya 25 Juli 2015
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com